webnovel

07- Dryad Pohon Suci (Part 02)

Odo membuka mata, menemui dirinya terbangun di tempat dengan langit-langit kayu yang terlihat sangat tinggi. Saat perlahan kesadarannya kembali, seketika dirinya terkejut melihat mayat-mayat prajurit yang mengenakan zirah Kerajaan Felixia tergelantung di atas sana, pada dada dan mulut mereka tersambung sebuah akar yang menghisap tenaga kehidupan mereka dan membuat mereka kering seperti ternak kurus tanpa daging. Berusaha untuk tidak berteriak dan tetap tenang, Odo menarik napas dalam-dalam dan menganalisis situasi yang ada.

Langit-langit di atas sana terlihat semakin ke atas semakin menyempit, dan pada bagian pucuknya membentuk lancip berbentuk heksagram. Dengan dinding kayu yang memiliki dekorasi lampu gantung dari kristal bulat serta hiasan ukiran alami dari pola kayu, seluruh dinding yang ada di tempat tersebut seperti seakan memancarkan aura mistis yang kuat. Melihat semua itu, Odo sama sekali tidak bisa memperkirakan sedang berada di mana dirinya sekarang.

Anak laki-laki itu menggerakkan jari telunjuknya untuk mengecek dirinya sedang tidak berada dalam kondisi lumpuh seperti sebelumnya. "Kurasa efeknya sudah hilang. Tapi ..., kenapa aku masih hidup? Apa ini ilusinya ...?" pikir Odo seraya bangun dan duduk di atas tempatnya berbaring. Ia kembali mengamati sekitar, tempat di mana dirinya terbaring adalah sebuah ranjang empuk yang terbuat dari rangkaian akar dan bunga. Saat mengamati sekitar tempat itu,sejauh matanya melihat hanya ada ruangan yang hampir sepenuhnya terbuat dari kayu, dan beberapa lain konstruksi tempat itu adalah kristal cahaya yang memancarkan tekanan sihir yang terasa aneh baginya.

"Apa ini Rumah Log? Kalau iya ..., kenapa setiap sudutnya tidak ada satu pun sambungan .... Seluruh tempat ini ...."

Ruang tempatnya berada benar-benar terdiri dari satu buah kayu, tanpa paku ataupun perekat yang menyatukannya, bahkan perabotan yang ada seperti kursi dan meja benar-benar menyatu dengan lantai dan tanpa sambungan.

Odo memeriksa dirinya sendiri, sekarang Ia masih mengenakan pakaian yang sama seperti sebelumnya tetapi pada bagian perut sebelah kiri rusak dan Jubah Dimensi tidak ada. Sambil mencari sekitar, Ia tetap tidak menemukan barang-barang miliknya.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Rasanya ini terlalu nyata untuk disebut Ilusi ...."

Saat anak berambut hitam itu berdiri dan beranjak pergi dari ranjang bunga, sebuah cahaya silau memancar dari lantai kayu ruangan di hadapannya. Dari lantai bercahaya itu, mulai muncul sosok Dryad yang sebelumnya telah mengalahkannya.

Dengan cepat Odo membuka telapak tangan kanannya ke depan, lalu menyalurkan Mana dan mengubah sifatnya menjadi petir dengan cepat. Saat sosok Dryad itu muncul sepenuhnya dan hanya menatap dengan kosong, Odo ikut diam dan tidak menyerang. Secara tidak sadar anak berambut hitam itu masih ragu untuk bertarung melawannya dengan kondisi yang ada sekarang. Mengamati luka pada tubuh Roh Agung di hadapannya sudah hilang, Odo menarik napas lega bercampur rasa curiga.

"Apa yang kau inginkan? Apa ini ilusi atau taktikmu yang lain?" tanya Odo sambil tetap menyiapkan sihir petirnya untuk menyerangnya kapan pun.

"Padahal baru bangun , tapi engkau sudah semangat ..., wahai anak manusia ...." Dryad itu tersenyum dengan ramah. "Asal engkau tahu ..., ini nyata, bukan ilusi .... Diriku yang mengundangmu masuk ke tempat Suci ini dan menyembuhkan lukamu. Paling tidak tunjukkan rasa terima kasihmu, anak manusia," lanjutnya dengan nada datar.

Dryad Reyah berjalan menghampiri Odo. Melihat bentuk dewasa Roh Agung tersebut yang mendekat dengan tanpa busana menutup tubuhnya, Odo sekilas memalingkan pandangan dengan wajah memerah. Saat sampai di depannya, Dryad itu berdiri dengan senyum yang seakan bangga pada dirinya sendiri. Terlihat datar, tetapi terasa begitu angkuh dan memandang tinggi dirinya sendiri.

"Dasar bujang lapuk ...."

"A!!"

Dryad itu bergerak cepat dan mendekat, memegang pergelengan tangan kanan anak berambut hitam itu yang diulurkan ke depan, lalu masuk ke dalam jarak dimana dirinya bisa memeluk anak tersebut. Odo terkejut, tetapi Ia tambah terkejut saat Dryad tersebut tiba-tiba mencium bibirnya. Tanpa bisa mengelak, bagian kepala Odo di pegang Dryad itu, lalu didorong mendekat. Dryad itu tambah panas menciumnya, antara mulut dan mulut terhubung satu sama lain. Menggunakan lidahnya yang terasa sangat kasar, Dryad itu membuat Odo menelan sesuatu seperti bijih. Saat Roh Agung tersebut berhenti menciumnya dan melepaskan Odo, air liur dan cairan kental membentuk benang tipis yang menghubungkan mulut mereka untuk sesaat.

Mendapat ciuman seperti itu, anehnya Odo malah tidak merasa apa-apa dan pikirannya berubah lebih tenang dari sebelumnya. Itu bukan karena benda seperti bijih yang masuk ke dalam tubuhnya atau sesuatu yang dilakukan Dryad di hadapannya, perasaan tenang yang ada pada dirinya sekarang hampir mirip seperti saat dirinya melawan Giftmelata, sebuah ketenangan dan perasaan hampa seperti genangan air tanpa riak.

"Apa maksudmu ..., Roh?" tanya Odo dengan nada menekan. Ia mengusap air liur pada mulut, lalu meludah ke samping tanpa memikirkan Dryad di depannya.

"Maksud? Apa perlu maksud untuk memberikan ciuman pada seseorang? Engkau tahu, diriku Dryad. Sudah wajar hal seksualitas seperti ini bagi rasku."

Jawaban yang keluar dari Dryad tersebut terasa seperti menyembunyikan sesuatu, Odo sangat paham karena bukan pertama kalinya Roh Agung tersebut menjawab dengan cara seperti itu.

"Apa niat makhluk ini? Kenapa jawabannya selalu ...." Odo menegakkan tubuhnya dan meletakkan telapak tangan kanan ke depan dadanya sendiri. Detak jantung terasa, sangat jelas dan tenang, seperti melodi kehidupan yang sangat kuat dan tak kenal gentar.

"Apa maumu, Reyah sang Dryad pohon Suci?" tanya Odo seraya menatap tajam makhluk di hadapannya. Dryad itu tidak bergeming mendapat tatapan itu, Ia tetap memasang wajah tenang dengan mulut sedikit terbuka dan terlihat membanggakan dirinya sendiri.

"Ingin tahu ...?" tanya balik Reyah. Dryad itu berjalan mendekat kembali, lalu menatap rendah Odo. Karena perbedaan tinggi mereka, Odo harus mendongak saat melihat wajahnya.

"Terserah saja .... Keluarkan aku dari tempat ini, dan berikan aku apa yang para prajurit di atas inginkan," ucap Odo dengan datar.

"Para prajurit di atas?" Reyah mendongak dan melihat para prajurit Kerajaan Felixia yang tergelantung dan terhubung dengan tempat mereka berada. "Ah, maksudmu para persediaan makanan yang diriku simpan itu, ya?" lanjut Reyah dengan nada datar. Ia kembali melihat Odo, lalu tersenyum tanpa memedulikan pendapat anak di hadapnya yang juga berasal dari ras yang dianggapnya sebagai makanan.

"Apa kau yang melakukannya?" tanya Odo.

"Tentu saja, memangnya siapa lagi? Pohon Suci ini tempatku."

"Pohon Suci?"

"Ya ..., tempat ini ..., sekarang kita berada di dalam Pohon Suci. Engkau tak sadar?"

Jawaban itu menghilangkan salah satu rasa penasarannya, tetapi pada saat yang sama Odo mulai memikirkan berbagai cara untuk bisa pergi dan merebut Air Mata Pohon Suci yang dikatakan Dryad tersebut sebelumnya.

"Diriku rasa engkau tidak perlu memikirkan hal-hal yang tidak perlu, wahai anak dari Sang Ahli Pedang dan Penyihir Cahaya."

"Hmm?" Perkataan Dryad itu membuat Odo terkejut. Wajah tenangnya sedikit berubah panik dan rasa ketidaktahuan membuat anak berambut hitam itu sedikit cemas.

"Diriku adalah Dryad Pohon Suci ..., diriku secara langsung setingkat dengan Dewa saat berada di tempat ini. Engkau pikir ... bisa menyembunyikan sesuatu dari diriku ini, wahai makhluk berumur pendek?"

Reyah mengambil tiga langkah ke belakang, lalu berputar dan berdiri membelakangi Odo. Dengan tatapan tajam, Ia melirik ke arah Odo dengan tajam seraya berkata, "Bagaimana rasanya memulai kehidupan barumu di keluarga barumu sekarang?"

"!!!"

Pertanyaan itu langsung membuat keraguan atas perkiraannya menjadi pasti. Dengan tatapan tajam dan gigi dirapatkan, anak berambut hitam itu melontarkan pertanyaan yang tidak diperkirakan Reyah.

"Apa kau ..., juga dipindahkan ke dunia ini?"

Reyah berputar dan menghadap Odo dengan ekspresi tidak percaya, terlihat seperti telah mendengar sesuatu yang lucu. Tanpa menjawab pertanyaan anak berambut hitam tersebut, Reyah hanya tersenyum kecil.

"Hem, anggap saja seperti itu ...." Reyah menunjuk Odo, lalu menggerakkan jari telunjuknya ke atas. Tiba-tiba dari dalam perut Odo bergejolak sesuatu, bergerak melalui usus, tenggorokkan, keluar dari mulutnya dan membuat anak itu memuntahkan sesuatu seperti kristal kecil berwarna hijau. Kristal itu melayang mendekati bibir Reyah, lalu ditelan Dryad itu dengan cepat.

"Eh ...? Apa itu?" Odo memasang wajah jijik melihat itu.

"Tenang saja, itu hanya kristal yang mempercepat penyembuhanmu," ucap Reyah seraya mengusap mulutnya sendiri. "Diriku beri penawaran untukmu, wahai anak manusia ...." Ia menatap datar Odo, lalu sedikit memiringkan kepalanya ke kanan.

"Penawaran apa ...? Memangnya makhluk sepertimu bisa diaja⸻"

"Bisa! Tentu saja bisa. Asal kau tahu, para Roh Agung itu memiliki kecerdasan ratusan kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan manusia .... Jangan meremehkanku, wahai anak manusia." Tatapan Reyah berubah tajam, hijau matanya seperti ranting tajam yang bisa menusuk dada dengan mudah.

"Aku tak bisa percaya. Kau menyerangku, membunuh prajurit ayahku .... Apa kau pikir aku punya alasan untuk mempercayaimu?"

"Memang benar .... Tapi, asal engkau tahu, itu diluar kehendakku. Mereka datang merusuh, sudah sewajarnya mereka diriku bunuh. Terlebih lagi ..., karena ulah mereka ..., keseimbangan hutan ini jadi kacau."

"Kacau ...?"

"Ya ..., kacau. Mereka merusak hutan hanya dengan bergerak dengan jumlah banyak, membuat para Roh Tingkat Rendah sampai Tingkat Atas gelisah, dan parahnya lagi mereka menyulut kemarahan makhluk itu lagi ...."

Odo menaikkan alisnya dengan bingung. "Makhluk itu ...?" tanyanya.

"Naga Hitam ..., Penguasa Api Membara."

Jawaban itu sedikit memberitahu tawaran yang ingin Reyah berikan padanya. Dengan tatapan malas, Odo sedikit memalingkan wajah dan menghela napas.

"Ayah ..., paling tidak kau seharusnya berusaha menghargai lingkungan. Pasti kau merusak rerumputan dan semak untuk dibuat jalan, bukan?" pikir Odo.

"Jadi ..., tawaran apa yang ingin kau berikan?" tanya Odo dengan tatapan datar kepada makhluk di hadapnya.

"Padahal sudah tahu tetapi tetap bertanya, itu kebiasaan buruk engkau tahu .... Yah, bukannya diriku benci itu, sih." Reyah tersenyum senang seraya merentangkan kedua tangannya ke samping dan menegakkan kepalanya.

"Kalau begitu ..., Bunulah Naga Hitam, lalu akan diriku ber⸻"

"Itu mustahil."

"Eh ...?"

"Itu jelas mustahil. Kau pikir monster yang bahkan tidak bisa dikalahkan oleh beberapa batalion prajurit bisa dikalahkan olehku? Dasar gila ...."

"Pa-Paling tidak dengarkan perkataan diriku ini sampai selesai ...."

Reyah memasang ekspresi kesal yang sangat jarang terlihat padanya. Sesudah menarik napas dalam, Dryad itu berkata, "Dia sedang dalam kondisi lemah setelah pertempuran, bahkan lebih lemah dari diriku sekarang."

"Lemah ...? Apa karena diserang para prajurit?"

"Kemungkinan, Iya. Oleh karena itu, sebelum naga itu pulih dan mengamuk di hutanku, diriku ingin segera menyingkirkannya. Asal engkau tahu, seharusnya bangsa naga tidak berada di dekat hutan dan tinggal di daratan lebih jauh di Dunia Asrtal ini. Terlebih lagi Naga Kuno dari masa peperangan para dewa dan iblis sepertinya, seharusnya Ia tertidur lelap di ujung dunia ...."

"Aku tidak peduli alasan makhluk itu bisa di Dunia Astral ini, intinya dia sekarang bisa dibunuh, iya,'kan?"

"Hmm, dia bisa dibunuh. Kalau dengan rencana yang diriku buat dan bantu⸻"

"Baiklah ...."

"Eh ..."

"Aku akan membunuhnya. Dari awal, tujuanku memang sudah seperti itu ...."

"E-Engkau memang aneh ..., sungguh."

Reyah benar-benar tidak percaya kalau anak di hadapannya bersungguh-sungguh setuju dengan tawarannya dengan mudah. Mengherankannya lagi, Dryad tersebut mulai tidak bisa membaca alur pikiran dan pemikiran dasar anak di hadapnya.

Setelah menghela napas ringan, Reyah menunjuk ke atas dan berata, "Turunkan." Dari atas, akar-akar mulai turun membawa Jubah Dimensi, Belati Sihir, dan bahkan Tombak Kunci yang keluar dari dalam dinding kayu tempat tersebut. Melihat semua itu ditelatkan pada lantai di hadapannya, Odo benar-benar terkejut dan lupa soal Tombak Kunci yang menghilang saat pertama kali dirinya datang ke Dunia Astral.

Odo memasang ekspresi datar. Ia mulai membungkuk dan mengambil Tombak Kunci terlebih dahulu. Saat melihat tingkah anak berambut hitam itu yang kaku, Reyah ikut memasang ekspresi datar.

"Engkau melupakan itu, ya?" tanya Reyah. Odo tersentak, lalu memalingkan wajahnya setelah berdiri. Dengan memegang Tombak Kunci di tangan kanannya, anak berambut hitam itu benar-benar enggan menatap wajah Reyah.

"Hu~hu~ Ternyata kamu linglung juga, ya. Imutnya ...."

"Diam kau ...."

Odo mengambil Jubah Dimensi, lalu memasukkan Tombak Kunci beserta Belati Sihir ke dalam dimensi penyimpanan yang ada pada jubah tersebut, dua Rune pada kain itu menghitam. Setelah mengenakan jubahnya kembali, Odo menatap tajam Reyah.

"Yah, meski masih banyak keraguan dan pertanyaan untuknya, tapi kurasa aku memang butuh informasi lain tentang Dunia Astral. Tempat ini ..., rasanya sangat berbeda dengan apa yang aku ketahui dari buku .... Terlebih lagi ..., dirinya ..., Dryad ini tahu kalau aku orang yang bereinkarnasi .... Semoga saja dia tidak seperti perempuan waktu itu yang tiba-tiba membacokku dengan kapak ...."

Next chapter