Kurasa masih ada dua bulan lagi sebelum portal selanjutnya dibuka. Ini baru dua hari setelah pertarungan yang lalu dan seperti yang kuucapkan sebelumnya, waktu ini untuk latihan.
Tidak ada yang sia-sia memang dalam latihan ini, tetapi memang, dibanding pertarungan langsung, perkembangan ini tidak ada harganya. Hampir bisa dibilang, tidak berlatih pun tidak akan memberi perubahan besar.
Walau aku memperbolehkan para karyawanku untuk kembali ke rumahnya masing-masing, kebanyakan dari mereka menetapkan diri di gedung perusahaan ini.
Entah kenapa, mereka merasa aman kalau di gedung perusahaan, karena situasi di luar juga masih kacau. Kalau mereka punya tempat untuk dipanggil rumah, kurasa lebih mengarah pada perusahaan ini dibanding rumah mereka sendiri.
Tentu, aku menyuruh mereka pulang karena tidak ada yang menjaga perusahaan sama sekali, bahkan latihanku dengan yang lain hanyalah di halaman depan rumah.
"Bosannya… tidak ada hal yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan pertarungan selanjutnya. Mau pergi pun keadaan belum kembali sempurna walau sudah banyak perubahan pada dunia ini sejak keruntuhannya yang lalu."
"Mau bagaimana lagi juga sayang, toh inilah kita, dewa dan dewi yang hidup ratusan, ribuan tahun tanpa ada hal yang bisa kulakukan."
"Aku jadi ingin mencari tahu soal Terra dan Kimino kalau begini caranya. Namun kalau itu pasti membutuhkan beberapa tahun karena jarak tahun cahaya yang berbeda jauh."
Yang paling dekat mungkin hanyalah Heresia dengan Logiate, juga dengan Heiya. Soal Demonirya, Terra, Kimino, itu tidak dapat diketahui.
Namun pecahan memori dari kenyataan Kioku waktu itu membuatku sadar bahwa ada perubahan dalam perusahaanku selama kutinggalkan.
Hal lainnya adalah bagaimana jarak antara Kimino dan Terra. Atau mungkin, dibanding disebut Kimino, kau akan mengetahui apa yang disebut Albheit.
Kuyakin belum banyak yang tahu, tetapi sebenarnya dunia Albheit itu adalah dunia kenyataan alternatif di atas dunia asli Kimino. Ini hal pasti, sudah kupastikan saat aku gentayangan jadi roh.
Makanya kalau ingin tahu soal kejadian itu yang menyangkutkan anak haramku dengan perempuan yang pernah menyelamatkanku waktu itu, baca saja cerita buatan author kita. Bisa dicek di W e b n o v e l dengan judul 'Terjebak Di Dunia Lain'.
"Terra dan Kimino ya…? Soal Kimino aku tidak tahu kenapa sayang begitu menginginkan untuk kembali, tetapi bicara tentang Terra mengingatkanku kepada semua memori itu."
"Tentu, banyak yang sudah kita alami, pasang surutnya walau itu terjadi dalam waktu yang singkat. Dan pertama kalinya, aku dipermainkan oleh Kuroshin."
"Sebenarnya bagaimana sih Kuroshin itu? Sayang selalu membencinya, tetapi aku tak pernah mengetahui apa yang ada padanya untuk dibenci sampai sebegitunya."
"Kalau kuceritakan, itu hanya akan membuatku semakin jijik kepadanya. Tidak ada hal yang daripadanya baik kupadati, semuanya busuk."
Entah lupa dari mana, tetapi aku punya informasi bahwa Kuroshin itu menggunakan cara yang tidak benar untuk sampai di titik itu, raja dewa.
Ditambah lagi, dia juga adalah manusia awalnya, tetapi dengan cara yang licik juga, dia merebut kekuatan dewa dengan berpura-pura menjadi polos.
Bodohnya dewa itu memakan umpan Kuroshin, dan dia dibunuh seketika saat turun ingin menjelaskan kepada Kuroshin yang direinkarnasi ulang.
Semua informasi ini sudah diketahui banyak dewa dan dewi di kayangan, aku tak sengaja mendengarnya saat melewati suatu daerah.
"Tapi kan sayang baru hanya bertemu dengannya sekali, bagaimana bisa menentukan itu kepada seseorang yang baru sayang temui sekali?"
"Dua kali, yang pertama mungkin tidak masalah karena aku yang tersulut emosi. Namun yang kedua, aku beneran tidak bisa menahan diri saat mama akan terbunuh dan aku juga Jurai dibuang lagi ke Terra dengan kenyataan yang asli itu."
"Ah… aku mengerti. Sayang sudah melewati banyak hal ya?"
Kurasa untuk membuatku melepaskan seluruh tekanan emosi, Kiera memeluk aku dari belakang ketika aku sedang duduk di kursi kerjaku yang terletak tentu di kamarku.
Sentuhan yang sangat lembut itu dan perlakuan yang menenangkanku mana mungkin tidak bisa membuatku tenang? Seketika itu saja aku hanya bisa melepaskan semua itu dengan sebuah hembusan nafas panjang.
Di satu sisi mungkin aku bersyukur bahwa aku mengalami ini semua dan membuat banyak pengalaman baik juga walau ada yang pahit. Namun di sisi lain, yang pahit itu terlalu menyakitkan.
Sudah kubilang, aku bersyukur, tetapi ada saatnya di mana aku mengeluarkan seluruh keluhanku supaya itu tidak menyangkut hanya di pikiranku saja.
"Terima kasih sayang, kau memang tahu yang terbaik untuk menangani emosiku yang berantakan ini."
"Kapan pun. Juga kalau sayang tidak bisa bertahan, bagaimana dengan nasib keluarga kita nanti? Pada akhirnya kita berdua ada untuk saling melengkapi bukan?"
"Hahaha, ucapan sayang seperti itu sambil membaca pikiranku ya? Dasar kebiasaan, aku bisa merasakan pergerakan mana tahu?"
"Huh, toh sayang tidak pernah melarang juga kan? Ada yang salah dengan itu memang?"
"Tidak-tidak, kalau Kiera sayang yang melakukannya, aku tidak akan protes kok."
Ah tunggu, sudah semakin siang saja hari ini. Sebaiknya aku memanggil yang lain untuk makan siang dulu bersama-sama.
Ngomong-ngomong, sebenarnya Kiera itu tidak memasak untuk semua orang di rumah ini, hanya untukku kami, mama, dan Feliha saja.
Soal keluarga Shin dan Jurai, itu urusan istri mereka masing-masing, walau memang mereka dapat menggunakan bahan-bahan yang tersedia di rumah ini.
Kalau mereka mau membeli bahan untuk mereka sendiri, ya itu terserah mereka. Pada akhirnya aku tak memiliki kewenangan untuk memaksa mereka melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Khusus hari ini, kita semua akan makan bersama-sama, menyantai di ruang keluarga dan ruang makan yang saling bersebelahan tanpa sekat.
"Toleransi sayang soal tindakanku memang selalu tinggi di atas langit ya?"
"Ngomong-ngomong sayang, apa sudah menyiapkan makan siang? Bukannya untuk hari ini kita makan bersama dengan yang lainnya?"
"Oh ya, karena keasikan ngobrol jadi lupa ke dapur untuk siap-siap bersama Aeria dan Lala. Ya sudah, sayang tunggu di sini atau ngobrol dengan yang lainnya saja."
"Santai, toh menunggu masakan istri kesayanganku itu menyenangkan."
"Ishh, ada-ada saja, kebiasaan dah."
Dengan melepas pelukan hangat itu, Kiera langsung pergi ke dapur sedangkan aku menuju ke ruang keluarga yang terdapat beberapa sofa yang dapat melepaskan penatmu selain kasur.
Saat kuberjalan menuju ke situ yang berjarak kurang dari 50 langkah, kudapati dua temanku itu sudah duduk menyantai walau tidak ada pembicaraan sama sekali.
Mereka benar-benar hanya menyandarkan diri kepada sofa untuk melepas rasa lelah mereka juga, kurasa karena latihan yang cukup keras itu.
Dibanding Jurai, tentu Shin lah yang paling terbebani karena kekuatannya mengandalkan mana yang pastinya terbatas dan kapasitasnya terlebih kecil dari tenaga manusia.
Sedangkan di sisi lain, Jurai yang terlatih untuk pengguna kekuatan kasar pastilah tenaganya sudah ditempa dalam segala macam pertarungan juga perang.
"Osu! Kalian sedang leyeh-leyeh begini saking capeknya atau karena ada yang lapar juga?"
"Apakah itu pertanyaan yang perlu? Tentu saja karena kami lapar juga!! Tidakkah kau mencium bau harum dari dapur yang tidak jauh dari sini."
"Tentu, aku menciumnya walau aku masih ada di ambang pintu kamarku tadi juga."
Lantai satu rumahku ini terbilang minimalis, tidak ada banyak sekat selain untuk kamarku dan Kiera saja. Selain itu ada kamar mama juga yang di lantai satu.
Selain kita bertiga, Feliha dan seluruh keluarga Shin dan Jurai berada di lantai atas. Tidak akan muat tentu kalau di desakan di satu lantai walau rumahku cukup besar.
Saat aku mengatakan lantai atas, aku tidak hanya membicarakan soal lantai dua saja. Di rumah ini setidaknya ada empat lantai termasuk basement.
Di lantai dua dan tiga terdapat puluhan kamar, lima belas kalau tidak salah. Semua ukurannya sama besar, setidaknya cukup besar walau tidak sebesar kamar utama yaitu milikku dan Kiera.
Basement yang aku katakan sebenarnya itu mengarah kepada garasi. Aku tidak pernah menghitung, tetapi aku rasa mobil yang ada di situ ada puluhan jumlahnya, semua hasil kembangan perusahaan Guirusia.co milikku dan Jurai tentunya.
Ngomong-ngomong Jurai tidak pernah ikut campur kalau soal mobil, malahan dia mau hasil jadinya saja. Toh Jurai dari dulu tak ada kudapati menggunakan mobil sama sekali walau aku sudah. Memang sedikit di bawah umur sih, waktu masih sekolah, tetapi bukan masalah.
"Masakan itu begitu harum aromanya, sampai-sampai dari tadi perutku tidak bisa berhenti keroncongan."
"Sabar saja tunggu, toh nanti setelah jadi kau akan puas juga. Ngomong-ngomong Shin, di mana anak-anakmu, tidak kudapati mereka sama sekali di sini?"
"Sebagian besar masih ada di kamarnya, dua orang sedang ke rumah kami untuk mengambil barang, kosmetik kurasa."
"Kosmetik? Kalau begitu memang waktu itu tidak dibawa saja jika memang dibutuhkan?"
"Entahlah, kata mereka kosmetik itu satu koper, tentu itu ribet. Juga mereka bukanlah penggemar berat untuk menggunakan, walau mereka selalu membelinya."
Busyet aja kosmetik satu koper, sudah kayak jadi selebritis aja kosmetiknya segaban. Untuk belum segubuk ya? Bisa-bisa aku stress melihatnya nanti, hahaha.
Entah Feliha akan seperti anak-anak perempuan Shin dan Lala nantinya atau tidak, tetapi entah jadi apa pun Feliha nanti, aku tidak akan mempermasalahkannya, asal bukan jadi buruk.
Mungkin kau bisa mengatakan bahwa asalnya aku adalah kakeknya, jadinya memanjakan Feliha. Namun tanggapanmu itu salah karena aku juga menekankan hal baik walau dengan paksa kepada Feliha. Sedikit harus dipaksa, tetapi Feliha adalah anak yang penurut, jadi terbilang mudah.
"Bisa begitu juga ya? Aku baru tahu, untung saja Feliha bukan penggemar kosmetik. Walau kuyakin Migusa pasti sama, entah dengan Furisu."
"Anak-anakmu yang dilahirkan di Terra ya? Kurasa aku jadi tertarik mengenal mereka."
"Jika dugaanku benar, mereka seharusnya masih hidup di Terra, jadi sabar saja, setelah kita menyelesaikan masalah Heresia ini."
"Tentu, menunggu sedikit lama lagi bukan masalah, tidak harus sekarang juga kok."
"Semuanyaaa!! Makan siang sudah siap, ayo makan!!"
"Uwoh!! Aromanya semakin sedap saja kalau dari dekat!!"
"Sush, sush, nanti tumpah semua, jangan jadi kayak anak-anak."
"Kebiasaan memang Jurai itu."