webnovel

"Misi Pertama"

"Bu, maaf, saya ijin pergi ke belakang dulu.."

Bu Sri yang langsung paham mengangguk memperbolehkan Alanna untuk pergi.

"Hana, temani Alanna. Dan David, kamu gantikan Alanna kerjakan contoh soalnya di depan."

Alanna langsung pergi dari dalam kelas di temani Hana yang terus berusaha membantunya untuk menutup rok belakang Alanna yang bernoda.

"Ini hari pertama lo?"

"Iya, untung si Raka udah beliin gue pembalut."

Alanna tidak bisa melihat ke arah Hana karena ia yang fokus berjalan menuju ke arah toilet siswi. Jadi ia tidak tahu mimik wajah Hana yang tiba-tiba berubah menjadi masam.

"Han, tolong tungguin gue disini ya?" pinta Alanna sedikit memelas.

"Oke."

Setelah Alanna masuk ke dalam toilet, helaan nafas Hana terdengar. Cewek tersebut mengeluarkan ponsel pintarnya dari dalam saku kemeja sekolah yang ia kenakan. Lalu mencari kontak seseorang.

"Halo."

"Iya Hana?"

"Gue nemu salah satu kelemahan si Raka."

"Oh ya? Apa itu?"

"Ceweknya dia sekelas sama gue."

"Baguslah. Kabar ini gak akan terlalu menyusahkan gue."

"Bentar, lo jangan ngomong dulu."

Ponselnya segera ia turunkan lagi saat Alanna sudah selesai dan kembali ke arahnya.

"Udah beres?"

"Udah. Makasih ya, lo udah ngasih tau gue tadi terus nganter gue buat pake pembalut juga."

"Bukan masalah kok. Lagian Bu Sri yang suruh gue juga. Btw, lo pacaran sama Kak Raka ya?"

Alanna jadi teringat lagi, kemungkinan buruk akan terjadi saat ia mengatakan mereka hanya bertetangga. Mungkin saja Hana bertanya demikian karena ia sama seperti Thea yang akan meminta Alanna untuk menjadi perantara.

"Iya, gue ceweknya Raka."

~¤~

Jam pelajaran selesai, Raka justru menjadi orang pertama yang menunggu Alanna saat ia menyelesaikan pembelajaraan pada hari ini.

"Lo? Tumben nunggu gue duluan?"

Raka tidak berkata apa-apa, tapi sebelah tangannya menarik Alanna untuk bergegas pergi.

"Lo gak latihan basket?"

"Gak."

"Hei, lo mau bawa gue kemana?"

"Balik lah."

"Ya udah, gue bisa jalan sendiri," terang Alanna dan mencoba melepaskan genggaman tangan Raka dari pergelangan tangannya.

"Diem, jalan lo lelet."

"Dih, jalan lo aja yang kelebaran!"

"..."

"Gue lagi sakit perut. Ini day one gue haid Ka."

Langkah cepat Raka membuat Alanna harus berlari kecil untuk menyeimbangkannya agar tidak terseret. Namun setelah mendengar penjelasan Alanna seperti itu, Raka mulai memelankan langkahnya.

Kini mereka sudah tiba di parkiran sekolah tepat dimana kendaraan Alanna masih berada disana.

"Buruan masuk," Raka membukakan pintu mobil untuk Alanna.

"Lo kenapa sih? Jadi aneh gini," gumam cewek itu bingung. Tapi ia mengikuti keinginan Raka dan segera masuk ke dalam mobilnya.

Raka menyerahkan ponselnya. Disana tampak sebuah pesan yang menjelaskan Ayah dari cowok di samping Alanna ini mengajaknya untuk ikut ke perjamuan antara orang tua dan anak-anak penerus bisnis.

"Kata lo, Bokap lo gak sayang lagi sama lo? Tapi kenapa lo dijadiin pewaris tunggal buat perusahaan nya nanti?" Alanna menatap Raka bingung.

"Bagaimanapun, secara hukum cuman gue yang berhak atas warisan Nyokap dan Bokap gue. Jadi Bokap gue selalu nawarin gue ikut ke pertemuan dia sebelum dia ngajak ke saudara tiri gue."

"Lo pernah datang ke pertemuan kayak gini sebelumnya?"

"Sering, sebelum Nyokap gue meninggal."

Alanna membentuk huruf O bibirnya, ia paham sekarang. Pantas saja Raka sangat kaya, ia bisa membeli rumah seharga puluhan miliar hanya untuk di tempati sendiri.

Karena Raka.. penerus tunggal 2 perusahaan besar yang diwariskan oleh mendiang Ibu nya dan bahkan yang dikelola Ayah nya tersebut sekarang.

"Buat sekarang lo gak akan tolak ajakannya?"

"Gak. Karena lo perlu cari tau siapa pembunuhnya."

"Menurut lo apa ada kemungkinan kalo temen-temen kecil lo itu pelakunya?"

"Bisa jadi, karena semua hal bisa dihalalin dalam dunia bisnis."

"Jam berapa kita harus pergi?"

"Jam lima sore udah lokasi."

"Oke."

Beberapa saat kemudian mobil Alanna sudah sampai ke depan rumahnya. Alanna turun dari mobil untuk membukakan gerbang rumah dan Raka yang membawa mobilnya masuk ke halaman.

"Di kelas lo, ada yang namanya Hana?" tanya Raka saat ia tepat turun dari mobil dan berjalan masuk bersama Alanna di sampingnya.

"Iya ada, dan dia juga yang nganter gue ke toilet karena tadi rok gue kena noda darah haid."

"Oh," helaan nafas Raka terdengar ke telinga Alanna yang menatapnya bingung.

"Memangnya dia siapa?"

"Sepupu saudara tiri gue."

"Sepupu saudara tiri lo? Apa dia jahat sama lo?"

"Gak tau. Yang gue tau mereka sekeluarga emang orang yang rakus."

"Orang rakus? Rakus akan harta yang keluarga lo punya gitu?"

Raka mengangguk membenarkan.

"Apa lo punya Adik tiri dari hasil pernikahan Ayah dan Ibu tiri lo?"

"Nggak. Karena bagi Bokap gue banyak anak merupakan petaka. Belum perebutan warisan yang bisa aja terjadi bahkan saat dia masih hidup."

"Baguslah."

~¤~

"Lo udah siap?" tanya Raka di balik pintu kamar Alanna.

"Bentar Ka, lo tunggu aja gue di mobil, gue nyusul bentar lagi," Alanna berteriak dari dalam kamarnya.

Raka yang enggan mendebat memilih menuruti keinginan Alanna untuk menunggunya di dalam mobil.

"Gimana penampilan gue? Apa ini berlebihan?" tanya Alanna pada Raka sebelum ia masuk ke dalam mobilnya.

Hening.

"Bagus. Buruan masuk sekarang, kita berangkat."

Mereka akan pergi dengan penampilan yang terlihat lebih dewasa. Raka dengan stelan jas celana dan kaos putih di balik jasnya. Sedangkan Alanna mengenakan dress selutut yang tidak ketat namun menunjukkan kesan segar padanya.

Ternyata bukan tanpa alasan saat Raka memperkirakan mereka harus pergi dari jam 5 sore. Kemacetan yang terjadi di jalan begitu memuakkan. Jarak tempuh yang bisa 30 menit saja bisa sampai nyaris 2 jam.

Mobil Alanna terparkir di sebuah parkiran hotel bintang 5. Ternyata pertemuan akan dilaksanakan di ballroom hotel tersebut.

Banyak juga mobil yang sudah terparkir dan Raka menemukan beberapa mobil teman-teman semasa kecilnya pun sudah terparkir disana.

"Ternyata teman-teman lo Sultan semua ya?"

"..."

"Crazy Rich.. pasti cuman lo doang yang pake motor ya?"

"Kayaknya."

"Raka!"

Panggil seseorang dari belakang Raka dan Alanna. Spontan obrolan keduanya terhenti dan mengarah pada sumber suara tersebut.

"Seriusan ini lo Raka temen kecil gue?!"

Seorang cowok bersama dengan satu cewek di belakangnya mendekat ke arah Raka dan Alanna. Ia memiliki postur yang sama tinggi seperti Raka, matanya berwarna biru, dan rambutnya berwarna hitam, aroma wangi menguar dari tubuhnya.

Ia memeluk Raka erat, begitupun dengan Raka yang membalas pelukan salah satu teman masa kecilnya ini.

"Yo Man! Sumpah demi apapun ini kali pertama gue liat lo lagi setelah lebih dari sepuluh tahun lo menghilang ntah kemana," akunya dengan nada yang tersirat penuh kerinduan.

Cewek yang tadi bersamanya kini mengajak Alanna untuk bersalaman.

"Evelyn," katanya.

'Gila, cantik banget..' bathin Alanna berbicara dalam hatinya.

"Alanna. Senang bisa berkenalan."

Cewek tersebut menganggukan kepalanya.

"Siapa dia?" tanya cowok yang tadi memeluk Raka itu pada Alanna.

"Cewek gue," jawab Raka yang spontan membuat Alanna terkejut. Tapi sesaat setelahnya Alanna mengganti mimik wajahnya dengan penuh senyum sopan.

Ia harus bisa memainkan perannya dengan baik demi kelancaran misi yang sudah Raka rencanakan.

"Wah! Gila, tiba-tiba datang sambil bawa cewek. Benar-benar unexpected!" ucapnya dengan decakan kagum.

"Oh iya! Perkenalkan nama gue Bennedict, lo bisa panggil gue Ben. Anggapa aja gue sodara lo juga karena emang nyatanya begitu," ujarnya dengan memberikan senyum akrab.

"Ah, makasih. Gue Alanna, panggil aja Lanna," tuturnya setelah menerima uluran tangan Ben untuk bersalaman.

"Lo udah kenalan sama cewek gue belum?"

"Udah, tadi sebelum lo," jawab Alanna disertai anggukan.

"Raka, lo gak salah pilih. Cewek lo gak kalah cantiknya sama cewek gue," kekeh Ben. "Astaga, gue masih gak nyangka Raka yang introvert ini ternyata bisa pacaran juga ya?"

"Gue normal bego."

"Iya-iya gue tau kok. Lagian cantik banget cewek lo."

Meski harus Ben akui kecantikan Alanna dan Evelyn dalam versi yang berbeda karena Alanna tampak seperti orang Asia pada umumnya sedangkan Evelyn terlihat seperti cewek blasteran Eropa.

"Dari kapan lo sama dia?"

"Belum lama."

"Oalah, tapi yang jelas gue ikut senang liat lo berdua ada di acara penuh bahagia ini, karena Bokap lo buka cabang perusahaan di LA," penjelasan Ben pada Raka membuat Alanna kagum.

'Gila, Raka pasti kaya banget.'

"Oh, Papah bikin cabang baru di LA?"

"Iya, lo pasti gak tau kan?" Tanya Ben sambil tersenyum. "Ayolah brother semua teman kita termasuk gue udah tau alasan lo gak pernah nimbrung lagi, jadi lo gak harus jaga image depan gue."

"Terus gimana sama perusahaan Kakek gue yang di London?"

"Katanya sih tetap dalam pengawasan lo gitu, perusahaan punya Kakek lo tetap diwariskan buat lo sebagai Cucu tunggalnya."

"..."

"Tapi gue jadi agak khawatir sama lo Ka. Pasti setelah ini banyak yang iri dan pengen ngambil harta keluarga lo itu gimanapun caranya."

"Ayo kita masuk sekarang," ajak Raka mengalihkan topik, yang disambut anggukan Ben maupun kekasihnya. Ben paham, Raka mengajaknya masuk karena mungkin ia masih tidak ingin memberitahu Alanna banyak hal.

Raka menarik dan menggenggam tangan Alanna dalam telapak tangannya.

"Raka," Sembari terus berjalan, Ben memanggil nama Raka. "Gue dengar, cabang LA itu diperuntukkan buat sodara tiri lo, sementara lo bakalan megang tiga perusahaan besar yang utama."

"Begitukah? Kayaknya lo udah tau banyak soal gue."

"Bro, sepuluh tahun bukanlah seumur jagung."

Sesaat Alanna melihat ekspresi yang Raka tunjukkan, cowok itu melangkah dengan penuh percaya diri untuk menuju ke dalam perkumpulan lama yang sempat ia tinggalkan dalam waktu yang tidak sebentar.

Mungkin penjelasan Ben tadi membuat Raka merasa jika ia akan mendapat keadilan.

"Lo tau? Setiap kali kita tau yang dibawa Om Frederick bukan lo, kita semua kecewa Ka. Benar-benar gue rindu sosok lo yang periang diantara kita semua."

"Dia gak pernah punya teman karena Ben dan yang lain enggan akrab dengan orang fake, bahkan saat dia bawa kekasih nya pun kekasih nya itu pasti akan minta untuk segera pulang karena gue dan teman-teman gue bikin dia gak nyaman," Tambah Evelyn dengan tertawa geli.

Raka hanya diam, sementara Alanna terus pasang telinga untuk menyimak.

'Apa gue juga bakal dikucilkan?'

Semua orang menyambut kedatangan Raka kembali, seperti sebuah keajaiban bahkan untuk Frederick sang Ayah nya pun terkejut saat Raka benar-benar datang ke acara undangannya untuk pertama kali setelah sekian lama.

Ucapan selamat datang dan selamat kembali terus Raka dapat sepanjang ia menuju ke kursi utama dimana ia bersama ke 9 temannya yang lain berada.

"Buat cewek ada di meja sebelah, semua dari kita pada bawa pacar kok. Jadi lo gak usah canggung, mereka semua pacar kita," jelas Alard pada Alanna. Seolah ia paham dengan kebingungan Alanna harus pergi kemana ia sekarang karena dirinya benar-benar baru untuk berada di lingkungan seperti ini.

Raka menoleh menatap Alanna lekat. "Mau disini atau mau ikut ke perkumpulan cewek?" tanyanya serius. Raka tidak mau membuat Alanna merasa tidak nyaman selama misi mereka dilakukan.

"Gue.. gue gak tau harus kemana.." gumam Alanna bingung.

Tapi tidak mungkin juga kan ia berada di perkumpulan Raka dan teman-temannya?

"Gue mau ke perkumpulan cewek aja Ka."

Sebelum benar-benar membiarkan Alanna pergi sendiri ke tempat cewek-cewek yang menjadi kekasih dari teman-teman Raka itu berada, Raka mengambil ponsel Alanna dari dalam tas kecilnya.

Ia menyimpan digit nomor ponselnya sebelum ia berikan kembali ponsel tersebut ke tangan pemiliknya.

"Kasih tau gue kalo lo liat 'orangnya' atau kalo lo gak nyaman ada disini."

●●●