webnovel

Pesan Mamah

Di mobil Alex, keempatnya saling membisu, sibuk dengan pikiran masing masing-masing. Sesampainya di Rumah susun, Peni dan Raissa duluan keluar dengan maksud memberi privasi untuk Asya dan Alex berpamitan. "jangan lama-lama yaa.. belum halal!" goda Peni. "Hush.. hush.. sanaahh.. ganggu terus ni anak!" kata Asya. Raissa menarik Peni menjauh sambil tertawa. Sambil menaiki tangga, keduanya mengobrol. "Briptu Agus macho banget ya Sa, sayang kerjanya polisi dalam kasus ini lambat sekali. Kalau tidak nilai ketampanannya sudah naik berlipat-lipat dimataku." kata Peni. " Jangan begitu Pen, aku yakin mereka juga sudah mengusahakan yang terbaik. Kalau kita di posisi mereka juga belum tentu kita lebih baik kan?" kata Raissa. "Iya sih, aku hanya jengkel saja, kaget juga tiba tiba bertemu si topi biru yang ngomong-ngomong sekarang sudah tidak bertopi biru lagi lohh.. dia tadi pakai sweater hoodie hitam. Kasihan juga melihat Briptu dimarahin anak kuliahan seperti Samsul. Tapi aku juga bisa mengerti perasaan Samsul." kata Peni panjang lebar. Raissa hanya mengangguk lesu. Ponselnya bergetar menandakan pesan masuk. "Nih, orang yang dibicarakan kirim pesan!" kata Raissa, lalu membuka pesannya dan membacakan pada Peni. "Selamat malam Raissa, sudah tidur belum? boleh titip pesan untuk Nona Peni? apakah bisa dijadwalkan untuk wawancara?" kata Raissa lalu melihat ke arah Peni. "Oh iya tadi katanya aku harus jadi saksi juga ya.. kenapa tidak minta nomor ponselku saja ya? kamu jadi kayak operator Sa." kata Peni sambil tertawa. "Eh iya benar juga, sialan tuh Briptu sinting.. aku kasih nomor ponselmu saja ya Pen. Biar kamu atur sendiri jadwalnya dengan Briptu Agus. Kalau bisa waktu aku tidak ada ya? hehehehe.." kata Raissa. "Boleh, makasih Sa." kata Peni. Raissa langsung membalas pesan Briptu Agus dengan mencantumkan nomor telepon Peni. "Sudah, seharusnya sekarang dia mengganggumu Pen, hehehe.." kata Raissa. "Hahaha.. aku tidak yakin Sa. Kalau lihat matanya Briptu Agus yang selalu mengikutimu biarpun sudah kamu cuekin, sepertinya dia akan tetap mengganggumu." kata Peni. Raissa cemberut, "Yah Pen, doamu jelek sekali!" kata Raissa. Peni hanya tertawa. "Jangan khawatir, nanti kutebarkan pesonaku padanya. Siapa tau dia kecantol padaku kan? Aku ini optimis loh Sa! Jangan menyesal ya kalau Briptu Agus pindah haluan kepadaku." kata Peni. "Aku ikhlas seikhlas-ikhlasnya Pen, kudoakan malah supaya kalian cepat jadian, nikah, langgeng seumur hidup, punya keturunan lucu, cantik atau ganteng, pintar, berbakti pada orangtua, berguna bagi negara dan bangsa. Tuh panjang kan doaku!" kata Raissa. "Amiiiiinnnnnn!!!!" teriak Peni. Lalu mereka tertawa sambil memasuki rumah mereka. "Ngomong-ngomong soal matanya Briptu Agus yang selalu mengikutimu, Mata Pak Aditya juga selalu tertuju padamu loh.. jujur deh Sa, kamu ada apa-apa ya sama pak Aditya?" tembak Peni langsung. "hah? masa sih?" kata Raissa berusaha mengelak. "Ituuuuu.. mukanya meraaahhh!! Hayoooo ngakuuu!! pantesan Briptu Agus lewat, ada bapak CEO yang lebih okeee!" teriak Peni. "Sshhh Peni jangan keras-keras dong.. lagian kami belum ada apa-apa kok! jangan bilang siapa-siapa ya, yang tahu hanya Asya, itupun karena dia menebak duluan!"kata Raissa. "Huh? belum ada apa-apa? lalu kalian ini statusnya apa? " tanya Peni bingung. "Dia mengajak aku kencan doang, belum ada apa-apa kok! harap di catat juga ya!! aku mau kencan dengan pak Aditya bukan karena dia itu CEO yaa!" kata Raissa memperjelas yang malah makin tidak jelas buat Peni. "Ngajak kencan kok bilang belum ada apa-apa sih? heran aku tuh! minimal kalau orang udah ngajak kencan itu udah suka dulu. Ya kali ngajak orang kencan sama orang yang tidak disukai! Dan kamu menerima berarti kamu juga suka Sa! kamu ya diam-diam, duuh kalau Liza tahu bagaimana Sa?" kata Peni. "Aduuhh Peni kamu ini bikin aku tambah merasa bersalah deh! aku juga bingung Pen!" kata Raissa. Peni yang kasihan tiba-tiba melihat Raissa galau lalu berkata, "yaahh gimana ya, buat aku pribadi pantang mengambil gebetan sahabat sendiri. Tapi di lain pihak, jelas-jelas dari dulu Liza bertepuk sebelah tangan. Dan menurutku terlihat jelas pak Aditya ada hati padamu. Mmmm.. menurutku kamu harus jujur sama Liza.. masalahnya kondisi Liza sedang tidak memungkinkan. Gimana ya?" kata Peni ikutan bingung. "Kamu aja bingung, gimana aku Pen! tapi aku tidak bermaksud merahasiakan hal ini dari Liza sih Pen!" kata Raissa. "Baguslah kalau begitu, sudahlah, aku mandi duluan yaahh!" kata Peni. Raissa mengangguk, lalu duduk di depan tv menunggu giliran mandi dengan muka galau. Asya masuk ke rumah dan melihat Raissa dengan muka galaunya. "Kenapa lagi Sa? galau lagi?" tanya Asya. "Iya Sya, tadi Peni menebak kalau aku dan Pak Aditya ada apa-apa." kata Raissa. "Ya memang ada apa-apa kan?" tanya Asya sambil tersenyum. "Iya sih, tapi Peni menegaskan harus ngomong ke Liza. Aku juga bermaksud seperti itu, tapi keadaannya tidak memungkinkan sekarang kan?" tanya Raissa. "Sudahlah, jalani saja dulu, jangan-jangan sekali kencan kamu sudah tidak merasa cocok dengan pak Aditya. Urusan Liza pasti ada jalan keluarnya. Jangan terlalu dipikirkan. Toh kamu bukan menikung Liza?!" kata Asya. Raissa hanya mengangguk. Asya masuk ke dalam kamar. Peni masih belum selesai mandi. Raissa merenung, dua teman serumah, dua-duanya punya opini berbeda dan bersahabat dengan baik. Liza juga masuk ke dalam lingkaran persahabatan mereka. "Mana yang harus aku pilih, gebetan atau sahabat? aahhkk aku tidak mau berpikir jauh, benar kata Asya, jalani saja dulu, belum tentu juga akunya akan cocok dengan Pak Aditya. Tadi saja di RS pak Aditya mengira aku menerima tawaran kencannya karena ia adalah seorang CEO. Apakah Pak Aditya berpikir kalau aku adalah seorang cewek materialistis? saatnya curhat sama Mamah nih!" pikir Raissa, tetapi niatnya tertunda karena Peni sudah selesai mandi dan sekarang gilirannya. Raissa segera mandi dan bersiap-siap untuk tidur. Karena Asya masih di kamar mandi, Raissa memilih untuk menelepon Mamah dari pada hanya berkirim pesan. "Halo Neneng sayang, Kok tumben udah malam teleponnya?" sapa Mamah. "eh Maaf Mah, sudah tidur yah?" jawab Raissa. "Belum, sok atuh, lanjut ceritanya. Kok pulang malam Neng? Bukannya hari ini kerja pagi?" tanya Mamah. Akhirnya Raissa menceritakan kejadian yang akhir-akhir ini terjadi hingga kejadian di RS barusan. "Aduh Neng, bahaya ya kerja di Jakarta? udah kamu resign aja, cari kerja di Bandung. Atau jadi PNS aja Neng?" kata Mamah. "Ah, nanti dulu ah Mah, Raissa senang bekerja disini. Teman-teman Raissa baik-baik dan sudah seperti keluarga sendiri. Oya Mah, sebenarnya Raissa mau tanya pendapat Mamah ni.. Raissa diajak kencan sama Pak Aditya, tapi Liza, sahabat Raissa yang sedang dirawat di RS juga sangat menyukai pak Aditya. Kalau Mamah jadi Raissa bagaimana Mah?" tanya Raissa. "Hah? pak Aditya yang CEO itu? yang tampan Sa? hah! sikat aja Neng!!! Yesss.. sebentar lagi Mamah punya mantu kayaaa!!!" jawab Mamah sambil bertepuk tangan. Raissa menepuk keningnya, sekarang benar-benar yakin kalau minta saran ke Mamah adalah jalan yang salah. "Bukaaaannn.. Pak Aditya itu yang jelek, tukang sapu jalan, tidak punya uang!!" kata Raissa kesal. "Ih Neng, kok marah sih? wajar dong kalau Mamah senang anak Mamah dilirik sama orang kaya." kata Mamah membela diri. "Mah, serius atuh mah! Raissa galau nih!" rengek Raissa. "Hahahaha, iya..iya . mamah ngerti! Mamah juga pernah kok berada di situasi yang sama dengan Raissa." kata Mamah. "Hah? Masa mah? Mamah ngerebutin siapa? Papah?" tanya Raissa. "Iya dong, siapa lagi! Papahmu dulu itu ganteng, sekarang aja... ganteng banget hehehe.. ehm. jadi..dulu Mamah punya Sahabat, Mamah tidak tahu kalau dia naksir Papah juga, Mamah juga tidak bilang kalau sedang naksir Papah. Lalu ketika kami sedang lomba tujuh belasan, Papahmu tanding tenis meja, Mamah dan sahabat mamah itu sama-sama menjagokan papahmu, sama-sama bersorak seperti orang gila, lalu setelah itu dia tanya, apa Mamah suka sama Papah? Mamah jujur saja, Iyah.. lalu sahabat mamah bilang, ayo kita bersaing bersama, jangan ada yang marah atau sakit hati kalau salah satu dari kita terpilih atau malah tidak terpilih sama sekali. Sejak saat itu kami bersaing secara profesional hehehehe.. dan ketika akhirnya papah memilih mamah, sahabat mamah tidak sakit hati. Malah mendoakan mamah. Sekarang dia juga hidup bahagia di Papua, punya suami kaya dan 3 orang anak, tapi masih pada SMA sih anak-anaknya, nikahnya agak belakangan dari mamah dan papah. Intinya, jujur saja, Kalau memang Liza ini sahabatmu, dia akan mengerti. Atau bahkan sudah punya insting kalau kamu juga suka sama pak Aditya." kata Mamah panjang. "Woaahh.. hebat mamah euy! sahabat mamah juga hebat. Papah juga hebat hahaha! Jadi kita harus jujur saja ya mah?" tanya Raissa. "Iya Neneng sayang.. Oya Sa, kalau Aditya itu orangnya seperti apa? umur berapa? punya berapa saudara?" selidik Mamah. "Hmm, gimana ya? Orangnya baik, perhatian, dapat diandalkan, serius juga. Sebenarnya Raissa belum kenal terlalu jauh sih Mah, masih sebatas mengagumi dari jauh. Mamah jangan semangat dulu ya?siapa tau tidak berhasil." kata Raissa. "Pesimis amat Neng, kamu tuh harus berjuang supaya bisa bahagia."kata Mamah. "Hehehe, iya Mah! nanti Raissa kabarin lagi deh mah, sekarang Raissa mau istirahat. Sudah malam. Besok masuk siang sih, tapi paginya mau ke RS jenguk Liza dulu." kata Raissa. "Iya, istirahat ya Neng, Hati-hatilah selalu ya! Selamat malam, tidur nyenyak ya, jaga kesehatan." kata Mamah. "Mamah dan Papah juga ya, selamat malam!" jawab Raissa lalu menutup telepon lalu menatap Asya yang sedang duduk di tempat tidurnya mengeringkan rambut. "Sudah legaaan?" tanya Asya. "Lumayan hahaha, besok pagi aku ke Liza lagi, semoga bisa bicara. Tapi kalau tidak ya lihat saja nanti lah.. Besok Kalian pagi?" tanya Raissa. "Aku pagi, Peni barusan bilang dia malam besok, tapi siangnya mau ke kantor polisi untuk memberikan pernyataan, setelah itu ke rumah sakit menjenguk Liza dan langsung ke klinik setelah itu. Kalau aku ke Liza setelah pulang kerja." kata Asya. "Baiklah, jadi kita semua punya jadwal berbeda ke RS, baguslah, kasihan juga ibunya Liza jaga terus." kata Raissa. "Benar, hoaaamm.. aku sudah mengantuk, tidur duluan ya Sa, selamat malam!" Asya menarik selimut dan membalikan badan. "Selamat malam Sya!" jawab Raissa sambil mematikan lampu dan naik ke tempat tidurnya, tak lama mereka berdua pun terlelap, tidak menyadari di suatu tempat lain, dalam sebuah kamar di lantai dua yang serba hitam dengan berbagai ornamen metal dan punk rock, yang terletak di sebuah perumahan yang besar. Seorang laki-laki membuka sweater Hoodie hitamnya, laki-laki tersebut mengeluarkan pisau yang berlumuran darah, Ia mencuci pisaunya di wastafel kamar mandi yang terhubung dengan kamarnya. "ck.. ceroboh sekali.. kenapa sampai menabrak cewek itu! perawat itu juga kenapa harus menghalangi jalanku! tapi bagus juga.. sekarang mereka akan mati-matian menjaga Liza, padahal tujuanku adalah Raissa. Aku sudah bosan dengan Liza, gadis cengeng. Baru bermain sebentar saja sudah menjerit! Hahahaha... tunggu aku Raissa!" bisik lelaki itu sambil membersihkan pisaunya dan sweater yang dipakainya hingga semua noda darah hilang.