webnovel

si Topi biru beraksi kembali

Dasar Briptu sinting, rutuk Raissa dalam hati sambil melirik Aditya yang air mukanya tidak terbaca, sedangkan Asya dan Alex keduanya seperti sedang menahan tawa. Ayah dan Ibu Liza hanya menahan senyum saja. Ya ampun apa yang dipikirkan mereka nanti! tanya Raissa dalam hati. "Eehhh Briptu, saya sedang di RS, panggilan ini dengan speaker agar didengar oleh Ayah dan ibu Liza, Pak Aditya, dr Alex, Asya dan saya." kata Raissa datar sambil menahan malu. Terdengar suara berdeham dan terbatuk-batuk diseberang sana. "Ehmm.. baiklah, maaf. Apakah Nona Liza sudah sadar?" suara Briptu Agus langsung berubah serius yang membuat Raissa lega. "Sudah Briptu, tetapi dalam kondisi trauma, sehingga hanya mau dikunjungi dan dirawat oleh wanita. Liza sangat ketakutan kalau si topi biru akan datang dan membunuhnya. Apakah kepolisian dapat mengirim seorang polwan untuk menjaganya?" tanya Raissa. "Hmmm, saat ini belum ada laporan kemunculan tersangka di RS, kami belum dapat menempatkan orang tanpa bukti pasti, tetapi saya akan membawa seorang polwan untuk mewawancara Nona Liza, sementara saya akan memeriksa keadaan di RS, kalau terdapat bukti tersangka kesana, kami bisa menempatkan seseorang menjaga nona Liza 24 jam sehari. Saya akan kesana segera." Ujar Briptu Agus. "Baiklah, terimakasih Briptu. Selamat malam." kata Raissa sambil menutup telepon. "Sudah, polisi akan kesini membawa seorang polisi wanita untuk mewawancara Liza, semoga dengan begini si pelaku bisa lebih cepat tertangkap." kata Raissa. "Oh, polisinya pacarnya nak Raissa ya?" tanya ibu Liza polos. Asya dan Alex tertawa terbahak-bahak. Aditya hanya mengertakan gerahamnya, terlihat dari rahangnya yang menegang. Raissa ingin bisa menghilang saja rasanya. "Bukaaaannn tantee!! itu Polisinya genit saja Tan!" kata Raissa sewot. "Oalaahh.. habis nak Raissa ini cantik sih, jadi banyak yang suka ya?" kata Ibu Liza lagi sambil tersenyum. "Ah Tante bisa saja!" kata Raissa tersipu. "Iya, si Samsul, anak saya yang nomor tiga, sepertinya juga terpesona sama nak Raissa, sayang Samsul nya masih kuliah tingkat dua." kata Ayah Liza membongkar rahasia anaknya nomor tiga yang kebetulan duduk dibelakang mereka. "Ayah apaan sih!!" protesnya kesal, tetapi muka Samsul memerah dari ujung kepala, kuping hingga lehernya. Ayah dan ibunya hanya tertawa saja melihat anaknya. Raissa jadi salah tingkah. Asya memecah Susana tidak enak itu dengan berkata, "sepertinya sudah waktunya Peni ku gantikan. Tante disini saja sampai polisi datang supaya bisa bicara, pasti banyak yang ingin ditanyakan. Nanti kalau sudah selesai Tante bisa kedalam." kata Asya. "Oh iya nak Asya, terimakasih yaa. Saya memang penasaran dengan perkembangan kasusnya." kata ibu Liza. Asya lalu masuk ke ruang ICCU untuk menggantikan Peni. Tak lam kemudian Peni keluar. Wajahnya terlihat murung. Raissa dapat mengerti perasaan Peni, pasti sedih melihat kondisi Liza. "Bagaimana, sudah dipanggil polisi wanitanya?" tanya Peni. "Sudah, sebentar lagi akan datang. Seharusnya tidak lama karena markas mereka tidak jauh dari sini kan?" kata Raissa. "Baguslah, supaya Liza tenang juga, mereka mau menjaga Liza?" tanya Peni kembali. "Nah, kalau itu harus diperiksa dulu, sementara polwan mewawancarai Liza, Briptu Agus akan memeriksa RS mencari tanda tanda keberadaan si topi biru. Kalau ada, berarti Liza akan dijaga 24 jam." kata Raissa menjelaskan. "Kok begitu sih, seharusnya dijaga saja, masak mereka mau kecolongan?" kata Peni yang mulai tersulut emosi. "Sabar, sabar Pen.. nah itu dia mereka datang." kata Raissa sambil menunjuk Briptu Agus dan seorang rekan Polwannya. "Selamat malam Bapak Ibu, Raissa, Pak Aditya, perkenalkan ini rekan saya Briptu Shinta, dia sudah terlatih menghadapi korban yang traumatis." Jelas Briptu Agus. "Selamat malam pak Agus, terimakasih sudah datang." kata Ayah Liza. "Ya, perkenalkan juga ini adalah dokter Alex, dan ini Peni teman Liza juga, satu lagi Asya sedang di dalam bersama Liza." kata Raissa. "Seharusnya Liza langsung dijaga saja Pak, tidak usah diperiksa dulu, kalau kecolongan lagi bagaimana?" kata Peni langsung ke pokok permasalahan. "Ah ya, kami mempunyai prosedur untuk itu, jangan khawatir kami selalu mengedepankan keselamatan masyarakat." kata Briptu Agus. "Baiklah saya akan langsung kedalam untuk mewawancarai Liza. Saya permisi." kata Briptu Shinta. Semuanya mengangguk. "Apa tidak apa-apa ada Asya didalam?"tanya Aditya pada Briptu Agus. "Tidak apa-apa, justru akan lebih menenangkan kalau ada wajah yang familier pada saat wawancara korban."Kata Briptu Agus. "Baiklah saya juga permisi, saya akan melihat keadaan sekitar." lanjut Briptu Agus lalu pergi. "Aku juga mau ke toilet dulu nih, kebelet hehehe..Tante hebat bisa menahan berjam-jam. Dingin sekali pendingin ruangan di dalam." kata Peni. "Iya betul, Tante sampai sakit perut, untung kalian datang." kata Ibu Liza. Peni tertawa kecil lalu pamit mencari toilet. Ditinggal Peni dan Asya sekarang Raissa bingung mau duduk dimana. Tidak mungkin dengan Ibu dan Ayah Liza yang melanjutkan santapan makan malamnya yang dari tadi terganggu. Nanti mereka akan merasa risih makan sendirian. Duduk dengan Alex juga tidak mungkin, apalagi Samsul, akhirnya mau tidak mau Raissa duduk dengan Aditya. "Jadi sekarang sudah panggil sayang-sayangan dengan Briptu Agus?" bisik Aditya. "Tidaaaakk, sudah kubilang, aku sudah menolaknya secara halus. Briptu itu saja yang sinting!" balas Raissa dengan berbisik juga. "Begitu? Fans kamu banyak juga ya? Ada polusi, ada anak kuliahan.... ada CEO juga." Kata Aditya, "Tapi yang menang yang CEO kan?" lanjut Aditya. Raissa menoleh ke arah Aditya dengan cepat. "Maksud bapak apa sih, ya memang cuma tawaran kencan darimu saja yang kusetujui, tapi bukan karena jabatan bapak!" bisik Raissa tertahan. Mata Aditya menyipit. "Benarkah? Dengan aturan kencanmu yang banyak itu, bagaimana seorang lelaki yang tidak punya banyak uang bisa kencan denganmu?" tanya Aditya. "Waktu itu aku cuma bercanda pak! Kencan hanya makan pecel ayam di warung amigos juga aku mau!" balas Raissa. "apa itu warung amigos, makanan Meksiko?" tanya Aditya. "Bukaaann.. amigos itu agak minggir got sedikit." kata Raissa. Aditya terbatuk menahan tawa. "Tidak higienis, nanti kau sakit perut, lalu tidak masuk kerja!" kata Aditya. Raissa menepuk keningnya. "Sudahlah terserah bapak mau kencan dimana, di restoran burger kemarin juga tidak apa-apa!" kata Raissa sambil memutar bola matanya. "Hah, kan sudah kemarin? masak ditempat yang sama." protes Aditya. "Lalu bapak maunya dimana?"tanya Raissa bingung. "Nanti kau akan tahu, pakai celana panjang dan jaket ya! aku punya rencana!" kata Aditya. "Hah? kita mau kemana memangnya?" tanya Raissa makin bingung. "Lihat saja nanti." kata Aditya. Tiba-tiba Peni datang dengan berlari sambil berteriak, "Kode hitam!! kode hitam!!"

Raissa,Alex dan Aditya berdiri, Ibu dan Ayah Liza beserta Samsul yang tidak mengerti hanya saling berpandangan. Peni mendekat, kali ini Raissa dapat melihat cipratan darah di baju Peni. "Peni!!" seru Raissa. Alex dan Aditya menarik Raissa, Peni kesudut ruangan dekat dengan Ayah Ibu Liza dan Samsul. "Mana Briptu Agus!! si topi biru ada disini!!"teriak Peni disaat yang bersamaan Raissa juga berteriak, "dimana yang luka Pen?", Ayah dan ibu Liza juga Samsul ikut berbicara bersamaan, intinya menanyakan apa yang terjadi. "Diam semuanya, tenang!!" suara Aditya menggelegar. Semua terdiam. "Peni, ada apa? satu- satu berbicara!" perintah Aditya. Saat itu Briptu Aditya datang berlari ke arah mereka. "ada apa?" tanyanya. Aditya menyuruhnya diam dan memberi isyarat pada Peni untuk bicara. "Si topi biru disini, tadi aku bertubrukan dengannya ketika keluar dari toilet wanita! Aku tau itu dia karena mirip sekali dengan foto rekayasanya. Dia menubrukku sampai terjatuh, aku melihat mukanya dengan jelas, dan aku langsung berteriak memanggilnya topi biru. Seorang perawat pria yang kebetulan lewat dan mendengar teriakan ku dan mencoba menangkapnya, tetapi si topi biru menusuk perut perawat itu dan kabur. Ini bukan darahku, tapi darah perawat itu Sa! Perawat itu sedang ditangani oleh teman-teman nya sekarang." kata Peni. "Tunggu disini jangan kemana-mana, tetap bersama! aku akan memanggil bantuan, Briptu Shinta akan tetap bersama Liza." kata Briptu Agus sambil menjauh pergi mencari si topi biru. Sambil berlari ia menelepon memanggil bantuan. "Liza..Liza.. aku mau lihat anakku!" kata Ibu Liza histeris mendengar si topi biru ada di RS. "Tunggu dulu Bu, kata polisi kita harus menunggu disini bersama-sama. Sudah ada polisi bersama Liza dan Asya."kata Ayah Liza. Ibu Liza menangis. "Asya!! kita telpon Asya saja Tante, supaya kita bisa tetap disini, lagipula kalau kode hitam begini tidak ada yang boleh keluar atau masuk dulu sampai keadaan dinyatakan aman." kata Raissa. Ibu Liza hanya mengangguk, terlihat jelas dari raut wajahnya kalau ia sangat khawatir. Ayah Liza juga sama begitu juga dengan adiknya yang matanya selalu melirik ke segala arah memastikan tidak ada orang asing disana. Raissa menekan nomor telepon Asya lalu menekan tombol pengeras suara. "Sa, bagaimana kalian? ada kode hitam!" Asya langsung bertanya dengan cemas begitu telepon tersambung. "Kami baik Sya, Peni bertemu si topi biru tapi dia baik-baik saja. Hanya saja si topi biru sempat menusuk perawat yang berusaha menangkapnya. Bagaimana kondisi Liza?" tanya Raissa. "Ketakutan dan histeris, saat ini sedang diberi penenang oleh dokter jaga. Briptu Shinta akan tetap disini sampai ada penggantinya. Rencananya Liza akan dijaga 24 jam."Kata Asya. "Anakku.. anakku, kasihan anakku!" tangis Ibunya Liza. Peni dan Ayahnya Liza menenangkannya. "Baiklah kabari kalau ada apa-apa, kami akan tetap disini sampai kode hitam dicabut." kata Raissa. Asya mengiyakan lalu menutup sambungan telepon. Mereka saling duduk berdekatan di ruang tunggu. Beberapa penunggu pasien lain juga saling berdekatan satu dengan yang lain dan menjauhi pintu. Semuanya khawatir dan ketakutan. "Nekat sekali si topi biru! RS ini penuh orang tetapi tetap saja beraksi, apa dia pikir mudah menyelinap kemari?" gumam Aditya. "Tapi dia berhasil masuk hingga kemari, dengan membawa pisau pula!" kata Peni. "Seharusnya keamanan RS ini diperketat juga. Seperti sudah ada metal detektor di tiap pintu masuk. Tapi tetap kecolongan." ujar Alex. Raissa tidak berkomentar apa-apa. Dia hanya diam menunggu. Tak berapa lama kemudian, beberapa orang polisi masuk dan memeriksa ruangan, tak menemukan apa-apa mereka keluar kembali dan memeriksa ruangan lain. "Kurasa mereka tidak akan menemukan si topi biru saat ini. Pasti sudah kabur." kata Raissa dengan kesal. "Kemungkinan besar. Si topi biru melukai perawat, pasti Peni langsung menolong perawat tersebut daripada kembali kemari atau memberitahu aparat keamanan terdekat. Beberapa detik itu pasti sudah membuat si topi biru dapat melarikan diri." kata Aditya. "Maaf.. jiwa paramedis saya keluar pak melihat orang terluka." kata Peni membela diri. Aditya tersenyum, "Aku tidak bermaksud menyalahkanmu Pen, malah kupikir si topi biru ini pintar, dia tahu memperkirakan reaksi orang, siapa saja termasuk saya, akan segera menolong orang yang terluka atau butuh bantuan daripada mengejar penjahat. Memang sudah naluri manusia seperti itu." kata Aditya. "Yang membuat si pelaku adalah seorang psikopat!" kata Alex. Peni dan Raissa mengangguk. Orangtua Liza beserta adiknya ikut menyimak percakapan mereka dengan cemas. Briptu Agus masuk ke ruang tunggu. "Bagaimana?" tanya Aditya. "Pelakunya sudah kabur, tapi kami berhasil mendapatkan saksi-saksi, termasuk Nona Peni juga, nanti kamu harus memberi pernyataan ya?"kata Briptu Agus. Samsul memukul kursi di depannya,"Bagaimana bisa kabur, bagaimana kerja polisi sih pak? hanya menangkap satu orang saja susah sekali!" serunya kesal. "Sabar nak, Pak Polisi sudah berusaha semaksimal mungkin!" kata Ayahnya. Samsul hanya membuang muka. "Kami akan berusaha lebih keras lagi untuk menangkap pelakunya." janji Briptu Agus. "Ya, jangan sampai ada korban lagi, perawat yang ditusuk tadi juga anak dan kakak seseorang, bagaimana perasaan mereka saat tau anak mereka menjadi korban!" kata Samsul. Ayah dan ibunya menepuk-nepuk punggung Samsul untuk menenangkannya. "Kode hitam sudah dicabut, saya akan mengkoordinir penjagaan Liza dan pengawasan RS ini, saya permisi." kata Briptu Agus lalu memanggil pada Raissa. Raissa hanya balas dengan anggukan singkat. "Kode hitamnya di cabut, saya boleh ke dalam sekarang?" tanya ibu Liza. "Seharusnya sudah Bu. Kami juga sekalian pamit ya Bu." Kata Raissa yang menyadari waktu sudah lewat dari pukul 9. "Terimakasih Nak Raissa, Peni, Pak Aditya dan dokter Alex" kata Ibu Liza. Lalu Ibu Liza pergi untuk gantian dengan Asya. Sesudah Asya keluar merekapun pamit pulang. "Biar aku yang mengantar mereka pulang Dit, sekalian mengantar Asya." kata Alex. Aditya mengangguk. "Sampai berjumpa di kantor." kata Aditya pada Raissa. Raissa hanya melambai pada Aditya. Bingung mau membalas apa. Lalu ketiga gadis itu pulang diantar oleh Alex.