webnovel

Penglihatan Agustine 2

Briptu Shinta melihat hasil rekaman CCTV dari layar laptop di mejanya. Ia menoleh ke kanan dan kiri lalu secepat kilat memotret gambar wanita yang di duga adalah pelaku pengeboman dengan ponselnya. Lalu dikirimnya gambar itu kepada Aditya dengan pesan, "Apa kau mengenal wanita ini?"

"Aku tidak mengenali wajahnya, tetapi perawakannya dan cara berjalannya cukup familiar. Apakah mungkin wanita ini menyamar?" Aditya membalas pesan Briptu Shinta. "Kemungkinan besar ia menyamar. Wanita ini..seberapa familiar untukmu?" balas Briptu Shinta kembali. Dan Aditya menjawab, " Dia berusaha menutupi gayanya, tetapi kadang terlihat gaya berjalan aslinya. Mirip sekali dengan ibuku. Sayangnya, ibuku mempunyai alibi. Aku barusan menerima pesan dari grup keluarga mengenai kerjasama bisnis ibuku dengan paman Arganta disaksikan dengan seorang notaris. Dibelakang mereka ada sebuah jam dinding yang menunjukan pukul 13.45 Wib. Kalau melihat ruangannya sepertinya ini bertempat di salah satu ruangan rapat di gedung menara Bhagaskara. Aku kirimkan fotonya padamu."

Briptu Shinta memperhatikan foto itu. Tidak ada yang aneh, tapi mungkin ia sudah lelah, ia akan melanjutkan memelototi foto itu setelah ia makan dan beristirahat. Perutnya sudah teriak-teriak minta diisi. Ia harus memperhatikan kesehatan bayi yang dikandungnya juga. Sebuah pesan masuk kembali ke ponsel Briptu Shinta, ternyata dari Aditya "Aku akan berusaha mencari cara untuk membuktikan kejahatan yang dilakukan ibu dan Pamanku." Briptu Shinta berdiri dan bergumam sendiri, "Kau dan seluruh jajaran kepolisian Dit! kami juga tidak akan tinggal diam dan akan mencari keadilan bagi rekan kami yang telah gugur dalam tugas."

Briptu Shinta berjalan sambil menunduk menuju lobby kantor hendak keluar, langkahnya terhenti ketika ia dihadang seseorang. Ia menaikkan pandangannya dan bertemu dengan Agustine yang mengacungkan bungkusan kertas berisi makanan yang beraroma nasi goreng ati ampela kesukaannya. "Tau aja aku sedang lapar berat!! Kuduga kau datang kesini karena kau sudah tahu pelakunya?" tanya Briptu Shinta sambil merebut bungkusan yang dibawa Agustine dan menyeret Agustine ke sebuah kantin yang sudah kosong karena hari memang sudah malam. "Makanlah dulu, bumil harus jaga kesehatan. Jangan terlalu stress!" kata Agustine. "Baiklah, aku juga sudah lapar sekali, kau sudah makan?" tanya Briptu Shinta. "Ini aku juga bawa bagianku, mari makan bersama." kata Agustine. Merekapun duduk dan mulai memakan nasi goreng yang dibawa oleh Agustine. "Aku masih merasa bersalah Tin, karena Bripda Anton pergi menggantikan aku. Tapi aku juga bersyukur, aku merasa serba salah." kata Briptu Shinta . "Wajar, kau juga memikirkan bayi yang dalam kandunganmu, sekarang yang bisa dilakukan hanyalah mencari pelakunya dan membuat kematian Bripda Anton tidak sia-sia. Tahu tidak, Bom itu sebenarnya ditujukan untuk Agus loh!" kata Agustine. "Oya? bagaimana kau tahu.. oh kau melihatnya ya?" tanya Briptu Shinta. Agustine mengangguk. "Aku juga melihat siapa dalangnya." kata Agustine. "Siapa?" tanya Briptu Shinta dengan mulut penuh nasi goreng ati ampela. "Aku tak kenal, bagaimana kalau aku bekerjasama dengan siapa tuh, temanmu yang bisa merekonstruksi wajah? Lestari?" tanya Agustine. Briptu Shinta mengangguk lalu mengeluarkan ponselnya, dia mengetik sesuatu lalu kembali memasukan makanan ke dalam mulutnya, tak lama kemudian ponselnya bergetar menandakan pesan masuk. "Ah pas Nih! Lestari sedang tugas malam ini. Habis ini kuantar kau ke ruangan Lestari yaa..tapi aku harus pulang, tidak bisa menunggumu selesai." kata Briptu Shinta. "Iya tak apa, suamimu sudah nunggu diparkiran tuh.. sudah tak sabar dia ingin melihat hasil USG 4d bayimu." kata Agustine. "Hebat kau sampai tahu sedetil itu!" seru Briptu Shinta takjub. "Bukaaan, barusan aku bertemu dengannya di parkiran depan. Aku sempat mengobrol dan izin juga padanya untuk meminta waktumu sebentar. Makanya dia tidak ngambek-ngambek menelepon dirimu kan?" kata Agustine. "Oalaaahh.. hahahaha... baiklah, Ayo ke tempat Lestari!" ajak Briptu Shinta. Dan Keduanya segera berjalan menuju ruangan seorang seniman yang dipekerjakan oleh kepolisian khusus untuk membuat sketsa,merekonstruksi wajah dan lain sebagainya yang berhubungan dengan seni rupa. Setelah berbincang sebentar,Briptu Shinta meninggalkan Agustine ditangan Lestari dan segera menuju parkiran untuk bertemu dengan suaminya tercinta.

Sementara itu di apartemen Aditya tempat Raissa dan teman-temannya bersembunyi sementara, terjadi pertengkaran hebat antara Raissa dan Aditya. "Mas! Aku tidak menjenguk Briptu Agus gak apa-apa, aku tidak pulang dan menengok orangtuaku, aku juga gak apa-apa. Tapi masak aku harus tinggal disini terus dan tidak bekerja? aku bisa mati gaya dong mas?!" seru Raissa kesal. "Raissa, ini semua demi kebaikanmu! Aku sudah tidak cemburu jika kamu mau menjenguk Briptu Agus dalam keadaan normal silahkan, tapi sekarang kau kan sedang berada dibawah ancaman. Sama seperti pulang ke Bandung menemui orangtuamu, kita bukannya membawa kebahagiaan tetapi malah membawa malapetaka buat mereka. Ayo dong sayang.. jangan merajuk seperti itu!" bujuk Aditya. "Iyaaa.. bagian itu aku mengerti. Tapi tidak sampai harus berhenti bekerja kan? kan sudah ada Soni dan Marco yang menjagaku di klinik. Aku sudah menjadi bahan perbincangan dengan adanya mereka selalu mengekormu di klinik.. Bagaimana kalau aku tidak kerja dengan alasan keamanan.. pasti aku akan semakin digunjingkan!" seru Raissa masih emosi. "Sayang, ini masalah keamananmu sendiri loh, berpikirlah jernih!" seru Aditya. "Mas, pokoknya aku tetap ke klinik besok! Aku tidak akan turun makan keluar, aku akan membawa bekal sehingga tidak perlu kemana-mana. Setelah jadwal tugasku selesai aku akan langsung kembali kemari. Aku tidak akan keluyuran, Tolong mas! aku bosan di rumah terus!! Besok aku ke klinik ya? ya? ya?" pinta Raissa. "Sa, Tolonglah! seorang polisi sudah kehilangan nyawanya. Ibuku dan paman Arganta sudah semakin berani. Aku tahu ini ulah mereka hanya saja tidak bisa membuktikannya. Aku takut Sa...aku takut kalau harus kehilangan kamu!" kata Aditya. "Mas, aku bukannya mengecilkan pengorbanan polisi tersebut... Tapi aku bisa gila kalau tidak bekerja. Mas tolong mengertilah perasaanku. Aku merasa sangat tidak berguna saat ini! Aku hanya ingin bertahan karena aku tidak ingin semua tenaga dan waktu yang sudah mas korbankan menjadi sia-sia. Aku ingin melihat Asya dan Alex menikah dengan bahagia dan diterima dalam keluarga. Aku ingin melihatmu bahagia mas! Tapi aku hampir menyerah mas! Bekerja itu membuatku nyaman, membuatku merasa masih memegang kendali atas diriku. Kalau tidak aku sudah hancur mas! Aku merasa tidak ada gunanya aku ada di dunia ini." kata Raissa. Aditya langsung memeluk Raissa, "Jangan menyerah Sa, tolong jangan menyerah!! Aku bersamamu! aku akan selalu bersamamu!" kata Aditya sambil mempererat pelukannya. Raissa membalas pelukan Aditya. "Aku Tahu mas, makanya aku tidak mau menyerah.. jadi biarkanlah aku tetap bekerja seperti biasa. Aku akan selalu mengabarimu, aku janji!" kata Raissa. "Kabari tiap 30 menit! lalu kita harus makan siang bersama!" kata Aditya mencoba berkompromi. "Siap, aku yang kan memasakkan makan siang untuk kita. Mas tinggal makan saja! Jadi boleh ya?" pinta Raissa. "Hmm, baiklah!" kata Aditya mengalah padahal dalam hati mencatat kalau ia akan meminta Soni menambah personel keamanan Raissa. Raissa pun tersenyum senang sambil terus berada dalam pelukan Aditya.

"Kalau begitu istirahatlah sekarang, aku juga harus pulang duku. Aku harus berusaha mencari bukti keterlibatan ibuku dan paman Arganta" kata Aditya sambil mengecup puncak kepala Raissa. Raissa mendongak, "Berhati-hatilah Mas." kata Raissa. "Pasti , kau juga jangan terlalu khawatir ya? jangan sampai trauma mu kambuh!" kata Aditya. Raissa hanya tersenyum sambil mengangguk. "Iya mas, makasih mas!" kata Raissa gembira ia mengantarkan Aditya sampai ke depan pintu saja tidak bisa sampai ke lobby. Itupun ditemani oleh Soni ataupun Marco. Malam

ini Peni tidak pulang, sedangkan Asya sudah tertidur dari tadi. Gadis itu juga banyak pikiran karena harus mempersiapkan pernikahannya yang hanya tinggal 2 bulan lagi. Hampir setiap hari Asya pergi keluar untuk mempersiapkan acara spesialnya. Raissa berdoa semoga semua kekacauan ini dapat selesai sebelum Asya menikah. Wanita mana yang ingin menikah sambil dibayangi oleh drama keluarga. "Aku juga harus kuat,. demi Mas Aditya, demi Asya,Peni, Liza, Mamah Papah.. mohon bersabar semuanya, aku akan mencari jalan!" kata Raissa dalam hati. Lalu Raissa masuk ke kamarnya dan membasuh wajahnya, tidak lupa menggosok giginya.. Setelah itu ia bersiap untuk tidur.