webnovel

Mencari Dewi dan Arganta

"Alex, sudah ada hasil?" tanya Aditya sambil memasuki ruang kerjanya di rumah yang sekarang sudah terbuka lebar tak terkunci sejak Dewi tidak tinggal bersama mereka lagi, semua asisten rumah tangga yang setia pada Dewi juga sudah diganti semua. "Aku sudah memeriksa semua tempat kepunyaan ayah yang kutahu tapi nihil. Aku tak menemukannya!" kata Alex frustasi. "Apa keluar kota?" tanya Karina. "Tidak mungkin, ayah tidak akan keluar kota, dia perlu dekat dengan kita untuk memantau kita." kata Aleisha. "Apa kita salah mencari? siapa tahu di rumah terpencil seperti tempat bom yang diledakkan?" tanya Stefan. "Ayahku orang yang sombong, mana mau tinggal di tempat terpencil, hotel saja harus kamar paling bagus dan paling besar. Padahal mungkin saja dia hanya tidur 2 jam disitu." gerutu Alex. "Apa mungkin ia membeli properti baru? atau mempunyai apartemen rahasia yang tidak kau ketahui?" tanya Aditya. "Mungkin?!.. ada apa dengan ayah-ayah kita? masing-masing punya apartemen rahasia begitu?" kata Alex tak habis pikir. "Di manapun Paman berada, aku yakin ibu disana. Ibu pasti akan menggabungkan kekuatan dengan paman." kata Karina. "Tapi dimana?" tanya Stefan yang sejak sore tadi sibuk bersama kedua sepupu istrinya mencari keberadaan Dewi dan Arganta. Awalnya mereka mencari di seluruh properti milik Dewi tetapi tidak ketemu, lagipula properti milik Dewi tidak terlalu banyak dan tidak terawat, tidak mungkin mereka bersembunyi di properti tersebut. Merekapun mengalihkan pencarian ke properti Arganta sementara Aditya sibuk kesana kemari mengatur keamanan Raissa dan mencari informasi pada Briptu Shinta. "Siapa mau mie instan... hhmm haruummmnyaa...sslluurrrpp!!" kata Satya masuk ruangan sambil membawa semangkuk mie lengkap dengan telur, bakso dan sosis. "Mau dong!" kata Karina. "Hehehe.. bikin sendiri!!" kata Satya mulai makan sambil melindungi mie instannya. "Hhh.. aku jadi lapar cium baunyaa... heh!! bocah, ngapain makan disini sih!! meja makan kan besar di ruang makan?!" kata Aleisha kesal, karena ia sedang mempertahankan bentuk badannya dan berusaha keras tidak makan diatas jam 6 sore. "Gak mau ah, sepi.. lebih enak disini!" kata Satya tengil. "Bilang aja takut!" kata Karina sambil nyengir. "ahh nggak.. siapa yang takut?" kata Satya sewot. "Oh ya sudah kalau begitu silahkan makan disini, tapi jangan sampai kotor yaa!" kata Aditya mengingatkan yang dibalas anggukan Satya. "Yuk kita bikin mie juga, lapar juga, sudah hampir jam 12 malam ini. Aku terakhir makan jam 7 tadi." sambung Aditya sambil mengedipkan mata pada Alex. "Ooooh yaa.. aku juga mau!" kata Alex lalu mencolek Aleisha, sedangkan Karina dan Stefan langsung mengerti kemauan Aditya sudah duluan berjalan keluar ruangan sambil membicarakan rasa mie yang akan dibuat. Lalu tiba-tiba Stefan berhenti. "Eh ini Jumat Kliwon kan ya?" katanya. "Iyaa, gapapa kan kita rame-rame gini, emangnya mo ada apa sih?" kata Karina lalu mereka berdua meneruskan keluar ruangan. Sendok Satya terhenti di depan mulut. Ia melihat ke pintu dan melihat Aleisha menghilang ke balik pintu, ia adalah orang terakhir yang keluar ruangan dan meninggalkan Satya sendirian. Tiba-tiba terdengar geledek yang sangat kuat hingga terasa mengguncang rumah, disusul dengan suara hujan lebat membentur atap dan dinding rumah megah tersebut. Satya melihat ke sekeliling kamar kerja yang sudah kosong itu, laptop masih menyala menunggu digunakan kembali, "mereka akan segera kembali" kata Satya meyakinkan dirinya lalu ia mengunyah mie instannya yang tiba-tiba hambar rasanya. Ia merasa tidak enak, tiba-tiba bulu tengkuknya berdiri, "mungkin aku menyusul mereka saja.." katanya sambil buru-buru membawa mangkuk mie instannya hendak menyusul sepupu-sepupunya dengan sedikit berlari. Ia membuka pintu ruang kerja dan.. "BOOOO!!!!!!" teriak sepupu-sepupunya serempak. Mangkuk mie Satya terlempar ke udara dan isinya tumpah mengenai tubuhnya sedangkan mangkuknya jatuh berkelontangan di lantai, untungnya terbuat dari melamin sehingga tidak mudah pecah. Tawa para sepupu itu meledak keras membangunkan seorang asisten rumah tangga yang akhirnya membantu Satya membersihkan kekacauan tersebut. Setelahnya Satya merajuk dan pulang dengan ancaman tidak akan membantu mereka lagi. Tetapi nyatanya keesokan harinya anak itu datang kembali dan membantu pencarian paman dan bibinya yang menjadi dalang sebuah pengeboman yang berhasil mengambil nyawa seorang polisi. Semua berita di TV, internet, koran dan berbagai media lainnya masih hangat membicarakan pengeboman tersebut dan motif pengebomannya. Satya tidak mau ketinggalan. Walaupun sering jadi bahan bulanan kakak-kakak sepupunya ia tetap tidak menyerah. Lagipula mereka hanya bercanda tidak pernah serius dan pada saat serius pendapatnya selalu di dengar walaupun ia adalah yang termuda diantara mereka semua. Seperti saat ini, "Bagaimana kalau kita telepon saja semua Hotel, real estate dan apartemen mewah untuk menyisir keberadaan paman dan bibi?" usul Satya. "Usul yang bagus. kamu saja yang lakukan mau?" kata Stefan. "Banyak banget loh itu?" kata Karina. "Memang, tapi kita bagi saja. Mungkin aka memakan waktu, tapi pasti membuahkan hasil." kata Satya sambil mengetik sebuah kata kunci di laptopnya. Nyalinya ciut begitu melihat banyaknya tempat yang harus diteleponnya satu persatu. "Usulmu bagus, tapi kita konsentrasikan hanya ke hotel mewah, perumahan mewah dan apartemen mewah. Yang dibawah itu sudah pasti tidak mungkin kan?" kata Aditya. "Benar, ayo kita bagi, aku akan menelepon semua hotel dan apartemen mewah di Jakarta Selatan." kata Alex. "Aku akan mencari di daerah BSD dan Serpong" kata Karina. "Aku daerah Bintaro sampai kebun jeruk kalau begitu!" kata Stefan. "Aku daerah PIK ya, nanti aku juga coba cari sekitaran Jakarta Utara." kata Aleisha. "Aku akan menelepon daerah yang di Jakarta timur, tapi aku hanya punya waktu dua jam. Kalian jangan sampai mengorbankan kewajiban kalian juga ya!" kata Aditya. "Jangan khawatir, kamu akan bekerja lalu kembali kesini untuk mencari mereka!" kata Aleisha. Aditya tersenyum dan merekapun tenggelam dalam pencarian masing-masing.

Usaha yang sama juga dilakukan oleh pihak kepolisian, mereka menyebar foto wanita yang mengaku sebagai ibu pemilik kontrakan. Tetapi sejauh ini belum ada laporan yang masuk. Briptu Shinta memandangi komputernya dengan lesu. Briptu Agus masih di rumah sakit di temani bergantian oleh Agustine dan Peni. Seperti yang sudah diprediksi Briptu Agus adalah pasien yang sulit. Ia sangat tidak suka merasa tidak berdaya dan harus bergantung pada orang lain, tidak hanya sekali dia kali Peni dan Agustine di bentak. Bahkan ketika Briptu Shinta menjenguk pun ia kena beberapa dampratan Briptu Agus. Tetapi ketiganya berusaha memaklumi. Briptu Agus pasti sangat stress dan merasa bersalah tidak dapat menyelamatkan Bripda Anton. Briptu Shinta hanya bisa memberi dukungan semangat untuk Agustine dan Peni. Keduanya pun tampak tidak mengambil pusing dengan tingkah Briptu Agus. Agustine pasti tahu apa yang sebenarnya dirasakan kembarannya itu. Sedangkan Peni adalah seorang perawat. Dia mengerti dan biasa menghadapi pasien dengan karakter seperti Briptu Agus. Briptu Shinta lega meninggalkan Briptu Agus ditangan Agustine dan Peni. Ia bisa mencurahkan tenaganya untuk mencari dalang dibalik pengeboman yang menawarkan seorang polisi dan melukai sahabatnya. Tiba-tiba lamunan Briptu Shinta terhenti dengan dering telpon di meja kerjanya. Ia mengangkat telepon lalu segera berlari keluar ruangan menuju ruang interogasi tentunya setelah menutup teleponnya terlebih dahulu.