webnovel

Perpisahan

Sejak hari pertama Ximena berangkat kesekolah, dan di saat itu pula Agnes serta kedua temannya selalu memberikan uang kepadanya setiap hari.

Sebagai ganti uang jajan Pamela yang selalu mereka rampas.

Ximena menggunakan uang tersebut untuk membeli keperluannya, seperti membeli baju dan alat kosmetik.

"Bagaimana? Sekarang kau sudah paham, 'kan, dari mana aku mendapatkan semua ini?" tanya Ximena pada Pamela, dan gadis itu pun mengangguk paham.

"Iya! Aku sudah tahu sekarang! Dan aku sangat bangga kepadamu, Ximena!" Pamela menepuk pundak Ximena dengan bangga.

"Terima kasih!" jawab Ximena. Gadis itu menghela nafas sesaat, sebelum pada akhirnya ia melontarkan pertanyaan kepada Pamela.

Pertanyaan yang menentukan kehidupan mereka selanjutnya.

Tentu saja tentang perjanjian baru mereka.

"Pamela, apa kamu ingin kembali ke Negri Violet?" tanya Ximena, pandangannya penuh harap menungu jawaban Pamela.

"Kamu ... yakin bertanya seperti itu?" Kedua mata Pamela membulat sempurna.

"Tentu saja aku yakin! Kalau aku tidak yakin untuk apa bertanya?" jawab Ximena.

Pamela benar-benar tak menyangka mendengar ucapan dari Ximena ini.

'Astaga! Ini benar-benar keajaiban! Aku akan kembali ke Istana Violet lagi?' bicara Pamela dia dalam hati, kedua matanya berkaca-kaca karena terharu.

"Kau menangis?" tanya Ximena, seraya menyeka air mata Pamela.

"Aku menangis karena bahagia," jawab Pamela tersenyum.

"Bahagia?"

"Iya, aku bahagia, karena aku tidak menyangka jika aku bisa kembali ke sana lagi. Aku menyukai tempat itu!"  ucap Pamela.

Ximena tersenyum samar.

'Oh, tidak! Aku ini sangat jahat, apa ini termasuk menipu Pamela? Aku sudah  membuat Pamela akan terjerumus pada perjodohanku!' batin Ximena.

"Ximena! Tapi apa kamu yakin benar-benar bisa menjalani kehidupan sebagai manusia? Jujur aku khawatir dengan nasib buruk yang akan menimpamu nanti," ujar Pamela.

'Ya, Tuhan. Bahkan dia masih memikirkan nasibku,'  batin Ximena lagi. Perasaan bersalah terhadap Pamela semakin terasa besar. Namun dia tidak mempunyai pilihan lain.

Hanya dengan cara ini dia bisa melarikan diri dari Negri Violet. Dan akan  hidup bebas mejadi manusia seutuhnya.

"Pamela, tapi jika kamu berada di Negri Violet lagi, kamu tidak akan bisa kembali ke dunia manusia," tukas Ximena.

Pamela terdiam sesaat, dan mempertimbangkan ucapan Ximena.

'Ini, 'kan yang aku inginkan?  Sejak dulu memang aku ingin pergi dari dunia menyeramkan ini! Dan aku sudah mendapatkan jalannya! Ini kesempatanku!' bicara Pamela di dalam hati.

"Aku siap, Ximena! Aku memang sudah tidak mau lagi tinggal di sini!" jawab Pamela dengan yakin.

"Benarkah? Aku senang mendengarnya, Pamela!" Senyuman merekah di bibir Ximena.

Kemudian Pamela pun memeluk tubuh Ximena.

"Tapi ...,"

"Tapi apa?" tanya Ximena.

"Tapi apa aku boleh melihat orang tuaku, dan pergi ke sekolah untuk yang terakhir kalinya?" tanya Pamela.

"Ah, tentu saja! Aku juga ingin pergi ke Negri Violet sebentar saja, aku ingin mengatakan salam perpisahan kepada Camelia. Ya ... dia satu-satunya orang yang aku sayangi di negri itu," pungkas Ximena.

"Apa kau tidak rindu kepada Ibu Ratu Vivian?" tanya Pamela.

Ximena pun terdiam sesaat, "Ya ... aku rindu, tapi tidak terlalu rindu," jawab Ximena ragu-ragu.

Sejujurnya dia merasa muak dengan kedua orang tuanya. Kepada Raja Sky yang seorang hidung belang.

Dan juga kepada Ratu Vivian yang teramat naif, serta egois.

Tak ada yang bisa ia banggakan dari sikap kedua orang tuanya itu. Serta berbagai peraturan istana membuat Ximena sangat muak.

Dia merasa hidupnya hanya monoton di istana saja. Sehingga jiwa petualangnya terus meronta dan ingin mengenal dunia yang jauh lebih luas di luaran sana.

"Ah, pokoknya aku juga ingin mengucapkan salam perpisahan untuk Negri yang telah membesarkanku itu!" tegas Ximena.

Mereka berdua telah bersepakat, akan bertukar dunia untuk selama-lamanya.

Tetapi mereka akan menikmati dunia masing-masing, sebelum pada akhirnya benar-benar akan mereka tinggalkan. Dan mereka menyebutnya sebagai salam perpisahan.

*****

Beberapa saat kemudian, Ximena pun meraih cermin itu dan melakukan  perjalanan antar dimensi. Dia kembali ke Negri Violet.

Pamela tetap berada di kamarnya,   dan dia akan melakukan kegiatan seperti biasa untuk yang terakhir kalinya.

Tentu saja wajah mereka sudah kembali ke semula.

*****

Mentari pagi yang sudah menyapa ....

Pamela mulai membuka matanya.

"Hoam ... sudah pagi ternyata," ujarnya seraya menguap lebar, namun dengan segera ia langsung menutup mulutnya sendiri.

"Akh  ... aku tidak boleh seperti itu, aku ini, 'kan seorang, Putri!" ujar Pamela.

"Menguap dengan mulut terlalu lebar tidaklah sopan,"

Meski berada di dunia manusia, tetapi ia masih menerapkan peraturan seperti ketika berada di Istana Violet.

Pamela mulai bergegas untuk mandi dan berpakaian rapi.

"Wah, seragam sekolahku juga baru," gumamnya seraya tersenyum di depan cermin.

"Tapi, bagaimana caranya merias wajahku? Aku, 'kan tidak bisa berdandan,"

"Ah ... andai saja ada Camelia di sini," Pamela mendesis pelan.

Baru sehari berpisah dengan kupu-kupu besar itu, tetapi dia sudah merindukannya.

Ini semua karena Camelia adalah satu-satunya orang yang sangat memperhatikannya.

Bahkan orang tua kandungnya saja tak pernah memperhatikan Pamela. Yang mereka pikirkan hanyalah terus berhemat untuk mengumpulkan uang yang banyak. Sampai mereka tidak tahu jika anak mereka selalu mendapatkan hal buruk karena berada di sekolah.

"Aku tidak perlu merias wajahku, barang-barang yang kukenakan sudah bagus. Aku sudah tampil menarik meski tanpa riasan," gumam Pamela.

Pagi ini dia terlihat jauh lebih ceria.

Ketika membuka pintu kamar, tampak Sopia yang tengah menyiapkan sarapan.

"Hei, kau sudah bangun, Nak?" sapa Sopia.

"Iya, Bu. Selamat pagi," sapa Pamela.

"Pagi, ayo duduk!" suruh Devian, sang ayah.

"Baik, Ayah," sahut Pamela.

Pagi itu, ia menyempatkan sarapan bersama dengan kedua orang tuanya, untuk yang terakhir kalinya.

Tak lupa Pamela juga mengucapkan kata-kata perpisahan kepada orang tuanya.

"Ayah, Ibu, aku minta maaf, ya," tukasnya.

Devian dan Sopia menghentikan gerakan sendok dan gapu mereka. Keduanya terlihat bingung dengan ucapan Pamela.

"Maaf untuk apa?" tanya Sopia.

Pamela menundukkan kepala, netranya tak berani memandang kearah kedua orang tuanya.

"Aku minta maaf karena aku membenci kalian. Selama ini aku merasa kalian adalah orang tua yang sangat pelit dan tidak mempedulikan duriku. Hingga kalian tidak tahu jika selama ini aku mendapatkan perlakuan buruk di sekolah." Tutur Pamela.

"Maksudnya apa, Nak?" tanya Sopia, "apa kau mendapatkan tindak kekerasan dari teman-temanmu?"

Pamela menjawabnya dengan anggukkan kepalanya.

"Iya. Dan sebenarnya uang jajanku habis, karena selama ini ada yang merampasnya!" tegas Pamela.

"APA?!" Devian sampai menggebrak meja saking syok mendengar pengakuan Pamela.

"Siapa yang berani merampas uang jajanmu? Ayo bilang kepada Ayah!" bentak Devian.

Bersambung ....

Next chapter