Di dalam Verittam Labirin.
Kipas yang tengah ditumpangi empat orang itu masih melayang dengan kecepatan sedang, melintasi wilayah hutan labirin yang terbentang luas di bawah sana.
Ain Naoki yang masih mempertahankan posisi Yoga-nya tiba-tiba langsung membuka matanya dengan tajam. Pria berambut panjang itu terlihat terperangah sesaat dan langsung mempercepat laju kipasnya. Tiga orang yang tidak diberi aba-aba apapun itu terlihat mengumpat kesal karena hampir saja mereka terjun bebas ke bawah sana.
"Hei Naoki, kau benar-benar ingin membunuh kami?" teriak Bam dengan berang.
Tapi Ain Naoki tidak memberikan respon apapun, pria itu masih menatap tajam dan terus menambah laju kecepatan kipasnya menjadi tiga kali lipat. Tiga orang penumpang itu mau tidak mau harus berpegangan kuat sambil menahan rasa gugup dan mual yang tak terkendali. Kazo yang saat itu duduk di samping Naoki bisa melihat dengan jelas perubahan sikapnya.
"Ada apa?" Tanyanya.
"Dimensi yang kuciptakan sudah hancur."
"Apa?"
"Waktu di dalam Verittam dan di luar memiliki perbedaan. Satu jam disana berarti sama saja dengan satu hari di sini. Sedangkan sebelum aku dan Bam menemukan kalian di Hutan Peri, kami lebih dahulu mengantar Kyuron dan yang lainnya menuju perbatasan. Dan seharusnya masih tersisa waktu lima belas menit lagi. Namun dimensi itu sudah lebih dulu hancur sebelum waktunya."
"Jadi maksudmu ada orang lain yang menghancurkan dimensi buatanmu?" Tanya Kazo. Naoki mengangguk.
"Tapi bukankah kau bilang tidak ada siapapun yang bisa menembus dinding dimensi buatanmu." Sahut Arga.
"Itu benar. Kekuatan Vimalku sebenarnya adalah gravitasi. Dimensi buatanku tercipta dari gas yang dipadatkan, dan bahan utamanya berasal dari bintang biru yang tentu sangat sulit untuk didapatkan. Aku mempelajarinya setelah beberapa kali menjelajah menuju beberapa galaksi. Aku bisa mengumpulkan semua bahan itu dengan kemampuan gravitasiku. Namun ada satu benda yang mempunyai bahan dan inti yang sama dengan dinding dimensi buatanku. Dan aku tidak bisa memikirkan orang lain selain 'orang itu'".
"Jadi maksudmu, kau ingin bilang kalau Ragirri Ju Arion sudah bangun dari tidurnya?" Seru Bam dari belakang dengan nada suara tajam namun ada rasa tidak percaya dalam intonasinya.
Naoki terlihat bimbang sesaat. Ia melirik Bam melalui sudut bahunya. "Memangnya, kau pikir senjata apa lagi yang bisa menembus dimensiku kalau bukan Trisula miliknya."
Jelas sekali, Bam tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Anak itu yang semula terlihat konyol dan suka mengejek langsung bersikap waspada. Hal itu tentu membuat Kazo dan Arga yang polos saling berpandang-pandangan karena tidak paham.
"Memangnya kenapa? Siapa orang yang baru saja kalian maksud itu?" Tanya Kazo.
"Dia pemimpin Penjelajah Arya. Dan sudah hampir dua puluh tahun ini dia tertidur di sebuah galaksi lain. Itulah kenapa aku ragu jika dia ada di sini, namun satu-satunya benda yang bisa menembus dinding milik Tuan Naoki memang hanya senjata miliknya. Dan artinya dia memang sudah terbangun dan ada di tempat ini. "Jelas Bam.
"Tidur? Selama 20 tahun?" seru Kazo terperangah. "Dia itu manusia?"
"Dia manusia yang mendapatkan kutukan Hipnos. Kutukan tidur dalam waktu yang lama, dan hanya suara ledakan dahsyat yang bisa membangunkannya dari tidur panjang. Namun setelah tidur panjang, dia akan terjaga hingga sepuluh tahun lamanya. Jadi itulah alasannya dia memilih untuk menjelajah ke galaksi lain. Karena hanya benturan dan ledakan meteoroid yang bisa membangunkannya dari tidur panjang."
"Dan senjatanya itu adalah gabungan yang sangat mengerikan. Jika dia bisa menembus dinding milikku, artinya dia bisa menghancurkan seluruh Verittam ini beserta isinya hanya dengan satu kali serangan. Karena kekuatan Vimalnya sama dengan kekuatan meteoroid yang jatuh menghantam permukaan tempat ini dan menghasilkan gelombang kejut yang luar biasa. Arion juga termasuk dalam daftar Golden Victor, orang-orang yang sudah pernah mencapai dan menaklukan sebelas gerbang di Porta Loka. "
"Jadi dia memang sekuat itu. Aku pernah mendengar cerita tentangnya saat ia dinyatakan sebagai salah satu Golden Victor. Tapi aku tidak pernah membayangkan dia punya kekuatan sedahsyat itu." tukas Arga.
"Itulah kenapa sebaiknya kita jangan sampai bertemu dengannya." Sahut Ain Naoki. Ia lalu menoleh pada Bam. "Hei, Bamberda. Cepat hubungi Aragon, mereka harus tahu tentang bangunnya Arion. Jika tidak, bisa saja dia benar-benar akan menghancurkan Verittam ini."
Setelahnya Bam langsung mengambil posisi Yoga seperti yang Ain Naoki lakukan sebelumnya. Kazo menatap itu dengan dahi berkernyit, mungkinkah pose yang dilakukan Naoki tadi adalah cara mereka untuk menghubungi satu sama lain melalui Alpha. Secara naluri Kazo sangat ingin mempelajari teknik itu, karena dirinya masih penasaran dengan lelaki berambut biru yang pernah ia temui di dalam Alpha.
Saat itu kipas yang mereka kendarai kembali memasuki lorong labirin gelap seperti struktur labirin yang sebelumnya. Sedangkan hutan labirin yang luas tadi sudah jauh tertinggal di belakang. Kipas itu terbang dengan kecepatan sedang karena tembok labirin di sana menjulang lebih tinggi dan juga tidak beraturan. Jadi mau tak mau kipas itu harus menghindari tembok-tembok labirin yang tiba-tiba saja muncul di hadapan mereka karena suasana yang gelap.
Sekitar hampir sepuluh menit lamanya akhirnya Bam kembali tersadar. Anak itu terbangun dengan nafas tersengal-sengal karena kehabisan nafas. Dengan segera ia langsung meraup udara sebanyak-banyaknya untuk memenuhi rongga pernafasannya yang kosong. Karena kemampuannya dalam mengendalikan Alpha yang belum terlalu sempurna, itu bisa membuatnya kehilangan banyak energi. Itulah kenapa banyak sekali dari mereka yang enggan melakukan hubungan melalui Alpha, karena hanya orang-orang berenergi besar yang bisa dengan mudah menggunakan metode itu. Misalnya para Vimal.
"Apa kita sudah melalui perbatasan?" serunya tiba-tiba dengan suara terbata-bata.
"Sudah hampir tujuh menit yang lalu. Memangnya kenapa? Kau sudah berhasil menghubungi Aragon?" tukas Naoki.
"Berhenti sekarang! Red Valhi sedang menunggu kita di depan."
Tanpa bertanya lagi Ain Naoki langsung menghentikkan laju kipasnya di tengah-tengah tembok labirin. Keheningan terasa memecah empat orang yang saling berpandangan satu sama lain. Suara nafas mereka yang memburu terdengar begitu nyata dan menggema ditengah-tengah labirin yang kosong dan sepi itu.
"Sialan!" umpat Naoki.
Perlahan-lahan Naoki mulai menurunkan kipasnya dan menyusutkannya sebelum akhirnya mereka semua meloncat dan kembali menjejak pada lantai batu basah di sekitar tembok labirin. Ain Naoki kembali melipat kipasnya dan menyelipkan dibalik bajunya.
"Itu tidak mungkin. Bukankah sudah dipastikan makhluk itu tidak ada di Verittam ini?" ucap Arga dengan suara lirih yang terdengar sedikit takut. Jelas Arga tidak bisa melupakan kenangan buruknya ketika ia bertemu dengan makhluk mengerikan itu dalam hidupnya.
"Memang, tapi bukan tidak mungkin jika makhluk itu memang disiapkan untuk berjaga di sini. Aku hanya berharap saja semoga Kyuron dan yang lainnya belum bertemu dengan makhluk itu." Jelas Naoki.
"Tapi kalau bertemu mereka pasti sudah menghubungi kita." Sahut Bam.
"Memangnya apa yang Aragon katakan padamu Bam?" Tanya Kazo sambil memandang penjelajah berambut merah itu yang kini berjalan di sampingnya.
"Tidak banyak. Dia hanya bilang kalau para peri yang menjaga wilayah hutan bagian timur ini melihat Red Valhi melintas dan masuk ke dalam perbatasan belum lama ini."
"Pantas saja aku tadi sempat melihat bagian hutan yang menuju tembok ini terlihat hangus dan melebur menjadi abu. Tapi aku tidak berpikir bahwa makhluk itu yang melakukannya." tukas Arga.
"Jadi apa yang harus kita lakukan?"
"Kita maju saja terus. Yang jelas buka mata kalian dan waspada. Karena makhluk ini bisa mempengaruhi perasaan kita meski dalam jarak cukup jauh sekalipun. Dan..."
Ain Naoki tidak jadi menyelesaikan kalimatnya. Karena saat itu tiba-tiba saja tubuhnya terasa menegang. Perasaan hatinya yang sudah berkecamuk sejak tadi terasa semakin memburuk tiba-tiba. Tubuhnya melemas seketika, seakan tulang dan otot-ototnya kehilangan seluruh energi dan tenaga. Pria itu jatuh tersungkur sambil meremas dadanya. Rasa putus asa yang teramat sangat begitu menusuk ulu hatinya dengan keras.
Kazo yang melihat perubahan mendadak itu terlihat berdiri kaku. Apalagi saat ia melihat Bam dan Arga juga mengalami hal yang sama. Tiga rekannya itu jatuh tersungkur di lantai dengan ekspresi wajah takut dan kosong. Seolah seluruh kebahagian yang mereka miliki ditarik paksa dan menyisakan wajah kosong tanpa harapan.
"Bam, Arga, Tuan Naoki. Apa yang terjadi dengan kalian?" teriaknya sambil menggoyang-goyangkan tubuh tiga temannya itu dengan keras. Tapi nihil, mereka tidak memberikan respon apapun dan hanya terkulai lemas dengan wajah kosong di lantai labirin.
"R-Red Va-lhi.."
Kazo mendengar Naoki masih sempat mengucapkan kata-kata itu dengan lirih sebelum akhirnya tubuhnya benar-benar terkulai tidak bergerak seperti Arga dan Bam. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa hanya Kazo yang tidak mengalami hal itu?
Tepat saat itu, sebuah langkah kaki tajam terdengar menggema di sekitar labirin. Kazo menoleh dengan cepat saat hembusan hawa panas tiba-tiba menerpa wajahnya. Suara gemeletak dan runtuhnya tembok-tembok labirin terdengar begitu nyata. Sebuah perasaan sedih dan pilu tiba-tiba menerjang bebas bagaikan bilah pedang yang menghujam tubuhnya. Anak itu berusaha sekuat tenaga untuk tidak jatuh, namun perasaan itu membuat tubuhnya kehilangan tenaga.
Terlebih saat matanya menangkap sesosok makhluk besar setinggi lima meter dengan cahaya merah menyilaukan terlihat berjalan perlahan. Akar-akarnya yang panjang terlihat menampar dan menghancurkan seluruh dinding labirin itu hingga melebur menjadi abu dan bara hitam. Manik matanya terlihat menyala merah seolah ribuan kemarahan dan kebencian bertumpu menjadi satu di sana.
Kazo tidak bisa menahannya lagi. Seluruh tenaga, energi dan sisa ingatan bahagianya telah menghilang. Digantikan sebuah rasa sakit yang terasa begitu menusuk dan memilukan. Bahkan tanpa sadar air matanya terjatuh begitu saja.
"Kenapa aku menangis? Kenapa rasanya begitu sedih dan menyakitkan? Ada apa denganku?"
Kazo tidak bisa berbuat apapun saat makhluk itu kini sudah menemukan dirinya sambil menatap dengan begitu bengis. Mata merah itu begitu menakutkan, menyala hebat seperti bara api yang siap melelehkan siapapun yang menatapnya. Kazo bisa melihat dan merasakan saat akar cahaya itu menyala dan menghampiri tubuhnya. Satu tebasannya saja tentu akan langsung menghancurkan tubuhnya tanpa sisa.
Lalu apa yang harus kulakukan? Bagaimana aku bisa menyelamatkan diri dan juga teman-temanku dari makhluk itu?