webnovel

Please Fall For Me

warning mature content 21+ Lili, gadis muda sebatang kara yang harus menikahi teman masa kecilnya dikarenakan orang tuanya meninggal. Alan yang semula berhubungan baik dengan Lili entah kapan mulai berubah sangat dingin terhadap Lili, bahkan setelah mereka menikah. apa yang sebenarnya menimpa mereka? mengapa Alan menikahi Lili jika tidak mencintainya? pelan-pelan tabir rahasia mulai terungkap "Mungkin pernikahan kita adalah sebuah kesalahan. bukankah begitu? meskipun aku sangat mencintaimu. mungkin selamanya kau hanya menganggapku sebagai adikmu. mungkin selamanya kau tidak akan pernah mencintaiku. lagipula, bagaimana mungkin pria setampan dirimu, sedewasa dirimu dan semapan dirimu akan tertarik padaku."- Lili "Cinta adalah kelemahan, dan aku tidak mau larut dalam suatu kelemahan yang tak berujung"- Alan follow instagram : Saavana_wn favebook : Saavana

Saavana · Urban
Not enough ratings
124 Chs

Terungkap

Siang ini Lili berangkat ke kampus seperti biasa. Ia mengucir rambutnya ekor kuda dan berdandan sederhana. Lili berjalan gontai di koridor kampus menuju kelasnya. Nanti sore sampai malam ia akan melanjutkan latihan nya dengan kak Abi, hari untuk kompetisi itu sudah semakin dekat.

"Aku ingin bicara padamu"

sebuah suara menghentikan langkah Lili. ia terpekur keheranan. Wanita ini tiba-tiba saja muncul dihadapannya. wajahnya memang sangat cantik dengan make up yang tampak cocok diwajahnya, tubuh wanita ini membuat lelaki manapun tergiur berlama-lama menatapnya. Namun kecantikan itu membuat Lili muak.

"Maaf aku tidak ada waktu" Lili terbangun dari keterkejutannya. Ia mencoba melanjutkan langkahnya menjauhi wanita yang paling ia benci ini. Ya, wanita ini adalah mimpi buruknya di setiap malam. Sumber penderitaannya.

"Ini tentang suamimu" Sambung wanita itu membuat Lili mengurungkan langkahnya. ia tertarik mendengarkan wanita itu.

"Kenapa kalian belum bercerai juga?" Lili mengernyitkan dahi mendengar kalimat itu. Wanita ini datang tiba-tiba dan berkata seenaknya.

"Kau tidak tahu kan. Alan yang membunuh kedua orang tuamu" lanjutnya. Cassie menyeringai.

Bagai petir di siang bolong Lili terkejut bukan main, Lili yang semula tidak menghiraukan Cassie sontak membulatkan matanya. memastikan pendengarannya tidak salah.

"Apa yang kau katakan? orang tuaku meninggal karena kecelakaan" Lili mencoba menguatkan dirinya. ia membangun pertahanan dan mencoba tidak serta merta mempercayai kata-kata wanita ular ini.

"Apa kau benar-benar yakin? apa kau pernah melihat bukti nyata orang tuamu kecelakaan? bagaimana dengan hasil autopsi? kau bahkan tidak tahu itu kan" Cassie tersenyum licik. Ia tidak tahu perkataannya itu membuat pikiran dan hati Lili jungkir balik. Lili mulai berkeringat.

"Apa yang kau tahu?" Lili menatapnya nyalang, betapa hancurnya hatinya jika kenyataan itu benar.

"Kau pikir, kenapa Alan tidak muncul di hari pemakaman orang tuamu? itu karena dialah pelakunya. Apa yang tidak bisa Alan lakukan?" Cassie kembali tersenyum licik. Kata-kata itu membuat Lili berpikir keras. ingatannya terlempar ke masa lalu. Lili mencoba mengingat apa yang terjadi di hari terkelam dalam hidupnya itu. jika itu memang benar, Lili tidak akan pernah bisa memaafkan Alan.

"Aku tidak percaya padamu" lirihnya. bibirnya bergetar, sangat berbanding terbalik dengan kata-kata yang di ucapkannya. Ia selalu merasa kecelakaan yang dialami orang tuanya memang terasa janggal, namun kenyataan yang diucapkan Cassie bagai batu yang dihantamkan ke kepalanya, membuatnya pusing dan sesak, dahinya mulai mengeluarkan keringat, tangannya mulai terasa dingin.

"Kau pikir kenapa Alan menikahimu? dia manjalin hubungan baik padamu dan orang tuamu dulu hanyalah untuk mengincar kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki keluarga Atmadja. tidak lebih! sekarang dia sudah berhasil, tidak ada lagi alasan baginya untuk bersikap baik padamu. mungkin kau tidak tahu, Alan membayar orang-orang untuk menyingkirkanmu"

Lili tidak merespon apapun, otaknya mencoba mencerna apa yang barusan didengarnya. wajahnya pias dan bibirnya berkedut takut dengan kebenaran yang menamparnya.

Cassie menyeringai "aku adalah mantan sekretarisnya, aku tahu apa saja yang sudah dia lakukan, berpisahlah dengannya dan jangan menjadi penghalang cinta kami"

Hati Lili mencelos ketika mendengar kalimat itu, ia adalah istri sah Alan. Kalimat itu sangat tidak pantas diucapkan oleh orang yang bukan siapa-siapa.

"Terserah kau saja, apapun yang kau katakan, aku tetaplah istrinya. kau tidak bisa merubah fakta itu" Lili tidak mau kalah, ia tertantang untuk menaklukan wanita itu. Hati kecilnya menolak untuk tertindas oleh wanita lain. sebisa mungkin Lili menutupi perasaanya yang benar-benar kacau.

Cassie yang geram dengan perkataan Lili mentapnya ganas. "Kau akan menyesal!" ancamnya dan pergi meninggalkan Lili yang masih terpaku di tempatnya.

***

"Ada apa denganmu?" Abi menghentikan jemarinya yang semula menari indah di atas tuts keyboard yang dimainkannya. Lili terdiam ketika alunan nada-nada itu terhenti.

"Kau sedang tidak fokus, tempomu berantakan" sambungnya. Mereka sedang latihan untuk kompetisi beberapa waktu mendatang.

"Maaf" satu kata terlontar dari mulut Lili.

"Apa ada sesuatu yang mengganggumu?" Abi mendekat ke arah Lili. Ia menarik kursi dan duduk di hadapan Lili.

"Tidak" jawabnya singkat. dia benar-benar sedang bingung sekarang. kata-kata Cassie terus membayanginya.

"Wajahmu pucat" tutur Abi menyibak anak rambut ke belakang telinga Lili.

"Apa kau sedang tidak sehat?" tanya Abi lagi. Lili menggeleng.

"Aku baik-baik saja"

"Kau tidak baik-baik saja. aku selalu memperhatikanmu, aku tahu kapan kau senang atau sedih" tutur Abi lembut. Lili sempat tersentuh dengan sikap manis pria ini.

"Hanya sedikit pusing" ungkap Lili akhirnya. Ia memijat dahinya pelan. pikirannya terlalu sibuk memikirkan perkataan Cassie.

Abi menghela napas gusar "Kapan kau mau menceritakan masalahmu padaku?" ungkap Abi menatap Lili dengan sorot penuh arti. Lili menunduk menghindari tatapan Abi yang seolah menusuk tepat di relung hatinya.

"Tidak ada yang bisa kuceritakan padamu kak" kata-kata Lili terdengar sangat pelan, nyaris tak terdengar.

Abi memegang kedua tangan Lili yang terasa dingin. meniupnya dan mencoba menghangatkan Lili.

"Tanganmu terasa dingin" suara bernada rendah itu bagaikan rayuan yang mendayu-dayu. Terus menggoda Lili untuk menerima uluran tangan pria sebaik ini.

"Aku harus pergi" ujar Lili akhirnya. ia berdiri dan mengambil tasnya, sebisa mungkin menghindari tatapan Abi yang terlalu dalam padanya.

"Kau mau pulang? Biarkan aku mengantarmu"

Lili berhenti di ambang pintu dan menoleh sejenak.

"Aku ada urusan mendadak. harus kuselesaikan" Lili melanjutkan langkahnya meninggalkan Abi dengan sejuta pertanyaan di benaknya.

Lili tidak mau terus memikirkan perkataan wanita itu, dia harus memastikan semuanya. Ia memutuskan menemui Alan di kantor. masih belum terlambat, pikirnya.

Lili sudah tahu Alan adalah pria yang kejam. Semua orang tahu itu. Tetapi dia tidak tahu apakah Alan mampu berbuat sekejam itu padanya, pada kedua orang tuanya.

Benarkah Alan yang membunuh kedua orang tuanya?

apa mungkin Alan bersikap baik padanya dan kedua orang tuanya dulu hanyalah tipu daya untuk mengambil perusahaan keluarga Atmadja?

Semuanya menjadi teka-teki yang kompleks di kepala Lili. Semua jadi masuk akal, mulai dari orang tuanya yang meninggal dan Alan yang mengambil alih perusahaan. Sedikit banyak Lili menjadi mengerti, perubahan sikap Alan yang tiba-tiba sangat dingin adalah karena dia sudah berhasil menguasai perusahaan keluarganya, karena tujuannya sudah tercapai Alan tidak perlu lagi bersikap baik padanya. Semua hanya karena satu, semua kekejaman suaminya itu hanya demi satu tujuan, kekuasaan dan kekayaan.

"Pria brengsek!" Selorohnya. semua pikirannya membuat Lili kalut. Jantungnya berdebar memikirkan kebenaran yang naik ke permukaan.

Lili berlari kecil dan memanggil taksi. Ia tampak terburu-buru memberi tahu tujuannya pada supir itu. Pikirannya sudah terlanjur kalut. Malam ini ia harus memperjelas semuanya, kalau perlu ia harus merebut haknya dan hak keluarganya dari Alan. Ia tidak peduli lagi dengan wanita manapun Alan berhubungan, yang ia inginkan hanyalah kebenaran dan keadilan.

Lili mengusap pipinya dari lelehan air mata, ia harus kuat. Lili harus kuat menghadapi iblis yang menjelma manjadi manusia.

***