webnovel

Bab 2

 

Sanders sudah mondar-mandir harap cemas di depan pintu kamar Martha, sang majikan. Pasalnya pukul sepuluh sekarang dia ada perjanjian untuk bertemu clien di salah satu rumah makan, tapi jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit, Martha tak kunjung menampakan dirinya, terpaksa Sanders sedikit merapikan rumah Martha. Gorden-gorden yang belum terbuka dia bukakan, kemudian lampu-lampu yang masih menyala dia matikan. Sanders hanya satu-satu pegawai kepercayaannya, dia jadi bebas masuk rumah Martha tanpa perlu izinnya, terlebih Martha memfasilitasi Sanders dengan kunci cadangan, jika sewaktu-waktu Sanders ada kepentingan, dan Martha lupa. Kejadian seperti ini memang bukan perkara aneh lagi, tapi beda dengan saat ini. Pasalnya, Sanders mengetahui kesehatan Martha akhir-akhir ini yang seperti tak terjaga, dia sangat khawatir jika hal buruk terjadi kepada majikannya. Sanders merupakan kartu as Martha, kenapa dia sampai sebegitu sayangnya. Dia tahu alasan Martha berbuat kebaikan demi perempuan sedemikian rupa, sebab dirinya sudah hampir tamat untuk memahami Martha. Meski begitu, tetap saja Sanders tidak mempunyai keberanian lebih untuk mengusik Martha jika tak ada pesan darinya. Bukti kondisi sekarang, Sanders lebih memilih mondar-mandir, ketimbang menggedor pintu kamar Martha.

 

"Tok… tok… " Ketukan yang sangat sopan Sanders lakukan, sudah hampir ke sepeluh kali tapi Martha tak kunjung tiba.

 

Silau cahaya datang dari sudut jendela di sebelah utara dari kamar Martha, membuat Sanders takjub sendiri dengan sinar yang memantul ke ruangan itu. Sejenak Sanders melupakan kegelisahan menunggui majikannya, dia terhanyut memandangi silau tersebut.

 

"Ya sudah sih, saya berjemur dulu… Mungkin Kak Martha masih terlelap," ucapnya. Baru saja melangkah lima langkahan, Sanders mendengar gagang pintu yang terbuka.

 

"Ceklekk… " Sanders mengurungkan niatnya, dia berbalik segera menghadap.

 

"Ya Tuhannn… Kakak," jerit Sanders melihat penampilan Martha, yang menjadi objek kelimpungan tak sadar.

 

"Kakak kenapa? Dari kemarin tak ganti baju?" Sanders seperti melupakan keseganannya terhadap Martha, dia menyeloroh menempelkan tangannya pada dahi Martha.

 

"Sedikit panas… "

"Apaan sih kamu, saya baik. Pagi-pagi sudah ngelantung di rumah orang mau ngapain kamu?" jawabnya sedikit tak peduli kemudia menuruni anak tangga yang diekori Sanders dari belakangnya.

 

"Apa kakak lupa bahwa sekarang ada jadwal? Bukannya hari ini pertemuan terakhir dengan Bu Jessie atas kemenangan kasus kemarin?" tanya Sanders.

 

"Saya tidak lupa, tapi saya sedikit malas. Kasusnya sudah menang, dan pelaku sudah dipenjara. Apa yang akan dia bahas lagi memang?" tanyanya balik Martha.

 

"Saya kurang tahu kalau itu Kak, tapi jika--" Ucapan Sanders belum sepenuhnya tuntas sudah dipotong Martha.

 

"Libur? Enak saja. Kasih tahu, kita bakalan telat beberapa menit. Habis itu mampir ke apotek. Oh iya satu lagi, untuk Tander Alfenzo kamu tak usah cari tahu apa-apa tentang dia lagi, biarkan saya langsung yang mengurusi hal ini. Terus satu lagi, buatkan saya makanan. Saya mau mandi dulu," tandas Martha cepat setelah meneguk satu gelas air putih di meja makan dekat dengan tangga.

 

Sanders sedikit menganga melihat kelakuan Martha, meski sudah menjadi hal yang biasa tapi tetap saja Sanders akan merasa kaget dulu.

 

Martha masuk kamar dengan kepalanya yang serasa pening, dia mensyukuri adanya Sanders, dia sudah menganggap Sanders sebagai adiknya, meski kadang dia kesal dengan sikap Sanders yang tampak belum leluasa, dan itu sedikit malas untuk Martha jika menjadikan Sanders sandaran berbagi.

 

"Dasar bocah… " Martha berlalu setelah melihat dirinya dari pantulan cermin yang menampilkan dirinya benar kusut.

 

***

 

Tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi mengusahakan hari ini yang terbaik itu jauh lebih berguna. Sanders selalu mangmang, perasaannya selalu dilingkupi ketakutan ketika melihat Martha seperti barusan. Bangun siang, mata yang sedikit kecoklatan, rambut yang tak disisir, tidur dengan pakain kerja. Seandainya orang-orang tahu kelakuan Martha di rumah seperti ini apa yang akan dikatakan mereka. Suhu tubuhnya pun sedikit tak normal, tapi sikapnya mampu meyakinkan bahwa dia baik-baik saja.

 

"Sungguh… Semoga kakak baik-baik saja, tapi-- Ahhsudahlah."

 

"Sanders, makananku sudah siap?" teriak Martha yang sudah kembali muncul di belakangnya. Keadaannya sudah terlihat segar, dan tak mengkhawatirkan. Gulungan handuk di atas kepala menandakan Martha baru saja dikeramas, wajahnya sudah sedikit terpoles Riasan.

 

"Ehh astaga… Kakak." Sanders hampir menjatuhkan spatula yanh dia pegang. Martha hanya cekikikan.

 

"Bentar tuan nyonya," sedikit menekan kata nyonya yang dijawab Martha dengan ketawa semakin kencang.

 

"Silahkan… " Sanders mempersilahkan sepiring nasi goreng yang diracik sedikit bumbu pedas.

 

"Kamu tak buat?" tanya Martha.

"Saya sudah makan sejak dari rumah, terus saya tadi makan beberapa buah dari kulkas, habisnya lama. Saya sudah berada di sini sejak jam tujuh pagi loh Kak."

 

"Hahahha… " Cengiran yang Martha jawab.

 

"Kamu jangan bertanya apapun dulu, ingat. Saya makan, nanti saya jelaskan hal sepertinya kamu sudah ingin mengetahui."

 

"Lain kali, kalau emang sudah kelamaan. Gedor saja pintu kamar saya tuh… "

 

Sanders meringgis tak enak. Antara kesal dan merasa bersalah. Bukan berniat tak tahu diri, batinnya membatin.

 

"Ya ampunn… Punya majikan yang moodnya kaya rolle coster bisa naik tanpa aba-aba kemudian turun tanpa pluit panjang gini amet ya. Perasaan beberapa minggu lalu larang saya buat gedor kamarnya, itupun ngetuk sudah setengah mati degdegannya. Emang bener-bener yah… Terus tampangnya lagi, kaya ga berdosa banget gitu."

 

"Ehh kamu, kenapa melamun?" Sanders gelagap kemudian cengengesan.

 

"Kesal sama saya? Membatin… Eumm," todong Martha sambil makanan masih dikunyah dalam mulutnya itu.

 

"Aduh Kakak… " Sanders semakin gelagap.

 

"Sudah-sudah, dari pada kamu pajang tampang memelasan. Keringkan rambut saya, lihata sudah jam sembilan."

 

Sanders segera membawa hyde ryer nya tanpa disuruh terlebih dulu. "Kamu ngapain bawa itu?" tanya Martha menyelidik yang sukses membuat Sanders kebingungan.

 

"Bukannya kakak yang nyuruh aku buat ngeringin rambut?" tanya Sanders dengan sedikit mengangkat alis.

 

"Saya nyuruh ngeringankan rambut bukan bawa alat itu." Martha menahan tawa melihat Sanders yang kelimpungan dengan menggaruk kepalanya.

 

"Sanders, Sanders… Mau sampai kapan kamu nampak kaku. Dasar sekali, Hahah… " Martha tertawa lagi. Sanders hanya melongo pasrah, sadar dirinya dikerjai majikan dia menggeleng kepala pelan. Tanpa mendengar lagi ucapan Martha yang bercoleteh, Sanders segera mengeringkan rambut Martha. Mengkreasikannya sesuai kesukaan Sanders.

 

"Sudah cantik, saya tunggu di mobil yah." Takut dikerjain lagi, Sanders akhirnya berinisiatif pergi duluan ke depan sambil menghangatkan mobil yang akan digunakan.

 

***