webnovel

Chapter 7

"Ima... Kau baik-baik saja?"

"Ah.... I-iya... Maafkan aku senior, tapi aku benar-benar tidak terbiasa keluar bersama lelaki."

"Hah... Tunggu, jadi maksudmu... Kau tidak pernah mengencani seseorang sebelumnya?"

"(Kenapa dia bilangnya tanpa ragu sih) .... I-iya... Bisa di bilang begitu hehe."

"Kalau begitu itu lebih bagus, aku akan mengajarimu berkencan denganku," kata Mose.

"Ti-tidak terima kasih," Ima menyela sambil menundukan badan, seketika dia berlari pergi meninggalkan Mose. "Ima?" Mose menjadi terdiam bingung.

"(Ada apa sih dengan senior itu, dia benar-benar membuatku jengkel.... Ung... Tapi karena dia ganteng sih ya.... Ah apa yang kupikirkan!!!)" Ima menggeleng kepala sendiri saat duduk di mejanya.

"(Aku ini punya seseorang yang lebih aku kejar.... Lio Zheng... Aku akan mengantarnya ke tempat kerjanya nanti... Pasti sangat menyenangkan,)" Ima menjadi senang sendiri.

Tapi Naya datang mendekat. "Ima."

"Eh Naya, ada apa?"

"Aku hanya kemari untukmu, apa kau di sukai senior Mose?" kata Naya seketika Ima terkejut setengah mati.

"A-apa... Apa yang kau bicarakan?!!!" dia bertingkah panik.

"He~ Jangan menghindar, jika kamu bilang iya, aku justru salut sama kamu bisa deketin cowok ganteng kayak dia."

"Siapa yang mendekatinya, aku sama sekali tidak menyukainya dan jangan bilang pada siapapun itu!!" Ima menatap kesal.

"Ok.... Semoga hubunganmu langgeng," kata Naya sambil berjalan pergi.

"Hiz.... Ini.... Masalah... (Naya saja yang tidak melihatku mengobrol dengan Senior saja tahu Senior dekat dengan ku apalagi wanita wanita publik yang melihat ku bersamanya, lebih baik aku agak menjauh sajalah dari Senior.)"

Pulangnya Ima melihat Lio Zheng berjalan pulang sendirian dengan alat bantu tongkatnya. Ima mendekat dan memegang tongkat itu untuk menuntun nya.

Lio Zheng terdiam dan mencium aroma Ima.

"Ima, kau itu?"

"Ya... Lain kali kau harus menunggu aku, bukankah aku sudah bilang akan membantumu begini," tatap Ima.

"Ya... Terima kasih," kata Lio Zheng. Tapi di balik pagar lapangan kampus, Mose tak sengaja melihat mereka. Dia menjadi mengepal tangan menyembunyikan rasa kesalnya karena melihat Ima menolong Lio Zheng.

--

"Kau tadi bilang warna hitam... Apa itu hitam?" tanya Lio Zheng sambil mengikuti Ima yang selalu membantunya berjalan.

"Warna hitam... Warna yang memang... Hitam."

"Warna apa itu?"

"Hiz.... Pokoknya yang tidak memiliki segalanya."

"Aku tidak mengerti."

"Hizz... Terserah."

Setelah sampai di supermarket Ima meletakan tongkatnya. "Baiklah aku pergi dulu."

"Terima kasih untuk hari ini, maukah kau datang makan malam di tempatku," tawar Lio Zheng.

"Tempatmu. . . Kau tinggal bersama siapa?"

"Aku tinggal bersama rekan ku yang sibuk, tapi dia bilang malam ini akan pulang dan memasak enak, apa kau mau?"

"Um.... Bisakah lain kali saja, karena ibuku juga akan menungguku makan malam bersamanya," Ima mencoba menolak dengan lembut.

"Oh begitu... Kalau begitu tidak apa-apa, mungkin benar lain kali saja, kalau begitu aku masuk dulu."

"Ya... Sampai jumpa," Ima melambai dan berjalan pergi akan ke tempat kafe bekerjanya. Tapi ketika ia melihat jam tangan, ia sangat terkejut. "Astaga, aku terlambat!!" ia panik dan langsung berlari buru-buru.

Ima berlari terburu buru dan dia tidak tahu di depan nya ada seorang lelaki dengan penampilan penting sedang menghubungi seseorang dengan ponsel yang tertempel di telinganya. Tak hanya itu, dia membawa kotak kecil berwarna hitam. Dan rupanya, dia adalah lelaki yang di berikan makanan pada Ima, saat di pikir Ima, lelaki itu sedang mencari makanan di tempat sampah.

Di saat itu juga, Ima tak sengaja menabrak lelaki tersebut hingga kotak kecil berwarna hitam itu terjatuh ke bawah.

Ima yang mengetahui itu menjadi berbalik badan dan langsung mengambil kotak tersebut. "Maafkan aku... aku benar-benar tidak sengaja... (Astaga, pake nabrak orang lagi) Aku akan ganti rugi," tambahnya sambil mengembalikan kotak itu.

Di saat itu juga, Lelaki itu baru saja sadar bahwa Ima adalah gadis yang memberikan nya makanan saat itu. "Kau? Gadis yang waktu itu? Meremehkan ku sedang mengambil makanan dari tempat sampah bukan?" tanya lelaki itu.

"Eh, apa?" Ima terdiam masih bingung.

"Sudahlah lupakan saja... Ini harga kotak itu," lelaki itu memberikan lihat ponselnya yang bertuliskan harga dari kotak itu. Mengetahui harga itu, Ima langsung terkejut tak percaya. "Apa!! Apakah ini memang harganya?!!"

"Ya, itu memang harganya, itu adalah hadiah untuk ibuku dan sekarang kau menghancurkan nya," tatap lelaki itu dengan tatapan agak sombong.

"Um.... Begini saja, aku akan berikan nomor telepon ku padamu, aku akan berjanji mengurusnya, tapi sekarang aku benar-benar terlambat untuk bekerja, jangan khawatir, aku akan langsung menerima panggilan mu," kata Ima dengan wajah polos dan agak takutnya.

". . . Haiz, baiklah, ini kartuku," lelaki itu memberikan kartunya pada Ima yang menerimanya.

"Ya, terima kasih, kalau begitu aku permisi dulu," Ima membungkukan badan lalu melanjutkan berlari nya.

Di kafe, ia juga masih memegangi lehernya yang sakit.

"Ima kau baik-baik saja," Manajer Hinko menatap bingung sambil berjalan mendekat.

"Aku baik-baik saja manajer jangan khawatir," Ima membalas.

"Apa kau yakin, kau terlihat tidak baik? Apa ada sesuatu menimpamu? Bukankah lelaki pelanggan itu sudah minta maaf dengan mu, jangan-jangan dia menindas mu di jalan?" tatap manajer Hinko yang dari tadi berpikir hal buruk.

"Tidak kok, kami justru baik-baik saja, dia rupanya lelaki yang sangat baik dan ramah, aku salah menilai dia lelaki yang tidak baik," kata Ima.

"Oh, syukurlah," tambah manajer Hinko.

Tak lama kemudian ada seorang pelanggan muncul dan dia adalah lelaki naskah saat itu. Lelaki itu melihat sekitar dan melihat Ima yang juga menoleh padanya.

Lelaki itu mendekat. "Halo... Selamat sore... apa aku bisa mengobrol denganmu di meja lain?" tatap nya dengan ramah.

"Eh...?" Ima menjadi bingung dan menoleh ke manajer yang mengangguk setuju untuknya.

"Um.... Baiklah," Ima menyetujuinya lalu dia mengobrol dengan lelaki tadi.

"Namaku Fang Xei senang bertemu denganmu."

"Ah... Aku Ima... Senang bertemu denganmu juga."

"Kau bekerja disini sudah berapa lama?"

"Hanya beberapa minggu, aku belum lama disini."

Mereka berdua mengobrol sementara manajer Hinko yang mengamati dari jauh dengan senyuman biasanya lalu Naya mendekat.

"Siapa itu manajer?" dia menatap Ima dan bertanya pada manajer.

"Dia lelaki yang saat itu Ima khawatirkan, sepertinya mereka sudah dekat," kata Hinko seketika Naya terkejut.

"(Tidak mungkin... Bukan kah dia sudah bersama senior... Jangan jangan dia mau punya pacar dua.... Waw Ima kau hebat, untung hanya dua,)"

-

"Aku kemari sekaligus ingin berterima kasih pada mu," kata Fang.

"Eh.... Untuk apa?" Ima menatap bingung.

"Kau membuat naskah dokumen itu dengan sangat rapi dan cantik sekali, karena hal itu aku jadi di terima di perusahaan yang aku lamar... Aku benar-benar berterima kasih pada mu," kata Fang.

Seketika Ima menjadi terdiam. Ia merasakan hal yang sangat tidak ia percayai. "(Aku tidak percaya ini, aku benar-benar membuat nya masuk ke kerja besar itu... Waw... Mimpi apa aku semalam?)"

"Apa ada hal yang harus aku lakukan untuk berterima kasih pada mu?" tatap Fang.

"Ah tak perlu, mungkin lain kali saat aku ingin bantuan."

"Tak apa, kau gadis baik yang belum pernah aku temui duanya sama sekali, jadi mungkin aku akan merasa beruntung jika kau menerima tanda terima kasih ku," tatap Fang.

"Um... Aku akan memberitahunya pada mu," balas Ima.

"Bagus, Baiklah, saat dalam masalah aku akan mencoba membantumu sebisa ku," kata Fang. Lalu Ima mengangguk.

Setelah itu, Fang berpamitan pergi dan di saat itu juga Ima bahkan masih terdiam bingung. "(Apa yang sebenarnya terjadi di sini, aku benar-benar tidak mengerti sama sekali, meskipun aku tahu bahwa lelaki itu memiliki nama yang sangat bermarga, sudahlah, mungkin sifatnya memang baik dan dia menganggap ku gadis baik juga hehe,)" Ima menjadi bangga sendiri.

Hingga di jam pulang, Ima selesai membersihkan cangkir cangkir yang telah di cuci.

Lalu Naya mendekat di ruang ganti pekerja. "Ima," panggilnya membuat Ima menoleh dari melepas seragam nya. "Hati-hati pulang nya," tatap Naya dengan senyum nya, lalu Ima ikut tersenyum dan mengangguk. "Ya, Baiklah."

Di jalan nya pulang, Ima menguap terus menerus. "Ha... ini benar-benar hari yang melelahkan," mata miliknya seperti mengantuk.

Tapi tiba-tiba saja ia tak melihat ada kaleng di jalan membuat nya menginjak kaleng itu.

"Ah... Apa ini!" karena terkejut, ia langsung jatuh begitu saja. "Ahw..." Ia benar-benar jatuh, di saat itu juga ada lelaki melihat.

Lelaki itu berjalan akan berpapasan dengan Ima tadi sambil menatap ponsel nya, tapi mendengar seseorang berteriak jatuh membuat nya menoleh dan terkejut. "Astaga, kau baik-baik saja?" ia langsung menyimpan ponsel nya dan berlutut mendekat.

"(Ha!! ada orang!! Ahk... Malu banget, harus nya aku melihat jalan tadi, aku benar-benar malu.... Tapi rasanya...) Sakit..." Ima menatap kesakitan memegang lutut nya. Rok yang ia pakai itu juga sobek hingga ke dalam.

"Biarkan aku melihat nya," lelaki itu akan membuka rok Ima sedikit.

Tapi Ima terkejut. "Akh!! Apa yang kamu lakukan!!" Ima langsung mencegah nya dengan menahan tangan nya.

"Aku harus melihat luka mu, jika parah aku bisa membawa mu ke klinik ku," kata Lelaki itu dengan serius membuat Ima terdiam bingung.

Ketika Ima terdiam, tangan lelaki itu perlahan menaikan rok Ima dan yang benar saja, dari antara celana panjang Ima yang tipis, itu sudah sobek dan lutut nya benar benar tergores berdarah.

"Hng.... Perih," Ima merintih.

"Ini harus segera di obati, jika tidak, akan infeksi... Aku akan membawa mu," lelaki itu akan menggendong Ima.

"Hei.... Siapa sih kamu! Sentuh sentuh aku!!" Ima lansgung berteriak membuat lelaki itu terdiam.

Tapi Ima menutup mulut nya. "Astaga... Maafkan aku!! Hanya saja... aku tak pernah di ginikan," Ima menatap.

". . . Ima...?" lelaki itu mendadak memanggil Ima malah membuat Ima terkejut mendengar nya.

"Apa? siapa? kenapa kamu tahu nama ku?"

"Jadi kamu memang Ima. Siapa yang tidak kenal gadis yang selalu menghindar dari lelaki dan jauh dari pergaulan, Ima... Kita dari SMP yang sama!!" kata lelaki itu membuat Ima benar-benar terkejut tak percaya.

"(Apa! siapa!! Kenapa dia mengaku ngaku dari SMP yang sama, aku sudah lupa soal kehidupan itu kenapa dia malah bilang dari SMP...??)"

"Aku adalah kakak kelas mu dulu. Ketika kamu kelas satu SMP, aku sudah kelas 3 SMP, aku waktu itu bisa mengenal mu karena kau gadis yang terkenal sebagai gadis yang begitu tertutup dengan pergaulan yang begitu bebas, kau selalu menundukan pandangan ketika melewati lelaki dan tak berani sama sekali menunjukan bentuk tubuh mu, aku benar-benar kagum padamu."

"Hah.... E... (Aku menundukan pandangan karena aku tak mau mereka melihat wajah ku, wajah ku dulu penuh jerawatan.) Apakah aku pernah melewati mu?"

"Ya, pernah, pertama kali kamu melewati ku, dari sana aku kenal kamu, teman ku memberitahu nya, dan sekarang kau benar-benar sama ya seperti dulu," lelaki itu menatap.

"Apa?! Aku tidak sama! Aku sudah berani memandang laki-laki, aku sudah tak menundukan pandangan lagi," Ima menatap kesal.