Esok paginya, tepatnya di kampus, Ima melihat gedung kampus itu yang besar.
"(Waw.... Aku tidak menyangka sebesar ini gedungnya, padahal ketika mendaftar kemari, aku tidak menydari bahwa gedung ini sangatlah besar dan tinggi, kalau begitu aku beruntung masuk kemari,)" ia terkagum. Lalu masuk tapi ia terkejut ketika ada sekumpulan orang lewat dengan pakaian basket.
Mereka berjalan sambil bercanda dan tertawa masing-masing.
"(Ack... Ini memalukan,)" Ima berjalan ke samping menghindari mereka.
Tapi salah satu dari mereka berhenti, seorang lelaki tampan dan tinggi. "Hei..." dia memanggil Ima.
Seketika Ima terdiam gemetar, ia menoleh dengan ketakutan. "I....I-iya…"
"Apa kau gadis baru?" dia mendekat dan mengulur tangan membuat Ima terkejut.
"Aku Mose."
"E... Aku.... I-ima," Ima menerima uluran tanganya. Seketika lelaki itu menahan tangan Ima dan mendekatkannya ke wajah membuat Ima semakin terkejut dengan tingkahnya.
"Ini tanganmu?... Kenapa begitu berbeda... Tak ada tulang yang terlihat... Ini seperti tubuhmu ideal, berapa berat badanmu?" tatap lelaki bernama Mose itu. Pertanyaan itu membuat Ima tersensitif.
"Hei... Mose... kau menggoda gadis kecil... Dia tak terlihat seperti seleramu," teman-teman nya mendekat.
"Duluan saja... Aku ingin mengobrol dengan gadis ini," kata Mose.
"Baiklah, jangan lama-lama, ada banyak yang akan cemburu nanti wkwkwk," balas mereka, lalu mereka pergi. Ima yang mendengar itu menjadi terkejut tak percaya.
"(A-apa yang di katakan lelaki ganteng ini... Dia terlihat seperti lelaki populer, apa yang harus kulakukan, aku sebelumnya belum pernah di ginikan!!)"
"Jadi... Ima, kan? Ima, mari mengobrol, kau ada waktu bukan?" tatap Mose.
"Um... Sepertinya begitu, kelas ku di mulai beberapa jam lagi, jadi aku masih ada waktu."
"Kalau begitu ikut aku... Aku akan mengajakmu berkeliling."
"Ah terima kasih," Ima menundukkan badan lalu berjalan mengikutinya.
"Ini pertama kalinya aku melihat gadis dengan pakaian tertutup sepertimu."
"Maaf apa?"
"Maksudku... Kau memakai rok panjang dan baju yang di double dengan kemeja, dan rambutmu hitam panjang, apa itu memang style mu atau?"
"I-itu... Ini hanya permintaan dari ibuku."
"Ibu ya... Lalu apa kau menerimanya dengan baik?"
"Te... Tentu saja.... Dia ibuku," Ima menatap.
"Begitu ya Ima... Kau gadis yang menarik."
"Um... Anu... Apa perempuan disini sangat berbeda denganku?" tanya Ima.
"Tentu... Mereka menggunakan rok pendek, celana pendek dan baju yang minim. Jika ada peraturan disini pastinya mereka sudah tak menggunakan pakaian itu lagi," kata Mose.
"Apa aku aneh?"
"Haha siapa bilang kau aneh, kau tampak imut..."
Mendengar itu Ima menjadi terkejut dan menjadi memerah.
"Ada apa...?" Mose bingung melihat Ima yang memerah.
"Ti... Tidak apa-apa... A-aku.... Harus pergi…"
"Oh, begitu ya.... Kalau begitu apa aku bisa bertemu denganmu?"
"Ti-tidak bisa.... A-aku ada pekerjaan!!" Ima membalas dengan wajah yang tersipu malu. Ia lalu berlari pergi.
Mose tersenyum kecil melihatnya pergi. "(Gadis yang menarik)"
--
"Huf-huf... Aku... lari darinya.... Huf.... Ini benar-benar aneh.... Kenapa dia seperti naksir sama aku," Ima menatap dirinya di kaca kamar mandi dengan napas yang kelelahan. "(Haiz... Di mana sih Naya, harus nya dia mencariku di sini... Sudah lah aku pergi ke kelas duluan,)" dia menghela napas pasrah lalu berjalan akan ke kelas.
Tapi tak lama, dia melihat ponselnya dan terkejut.
"Gawat sudah jam segini.... Harus pergi," ia langsung berlari masuk ke kelas.
Sepulang kampus, Ima berjalan keluar dari kelasnya. "(Hari ini benar-benar aneh, semua orang bahkan memiliki grup ngobrolnya sendiri, aku yang tidak punya circle hanya bisa diam saja di meja... Haiz,)" pikir Ima sambil menghela napas panjang.
Tapi ponselnya berbunyi pesan masuk membuat nya melihat bahwa itu dari Naya. =Ima, manajer kafe sudah menunggumu, dia memintaku untuk mengirim pesan padamu seperti ini=
"Baiklah, aku akan langsung ke kafe," guman Ima, lalu ia langsung ke kafe dan akan melamar kerja.
"Ha-halo... Selamat sore... Aku Ima... Bolehkah aku bekerja disini?" dia menundukan badan pada manajer laki-laki yang tampan di depannya.
"Apa kau teman dari.... Naya?" tatap nya dengan ramah.
"I-iya."
"Kalau begitu apa kau bisa mulai bekerja sekarang?"
"I-iya..."
"Baiklah... Mohon bantuannya ya... Ima." lelaki itu tersenyum padanya seketika membuat Ima memerah.
"E... Terima kasih, Aku pergi dulu." dia menundukan badan dan pergi dari ruangan manajer itu.
"(Suasananya begitu nyaman kah?)" dia sekarang berdiri di dekat meja pemesanan.
"(Huf.... Ini masih cerah... Aku harap tak ada sesuatu menimpaku... Ngomong-ngomong tapi lelaki manajer tadi ganteng juga deh.... Aduh... Kok jadi menganggap semua lelaki ganteng, apa mereka memang ganteng yah ehehe,)" dia tersenyum senyum sendiri.
Tapi hari ini seorang Lelaki datang dengan melirik tajam dan licik saat melewatinya di meja kasir.
Ima terdiam dan tak mempedulikan itu. Lalu ia mengambil buku menu dan menawarkan.
"Permisi Tuan, anda ingin pesan apa?"
Lalu lelaki itu menengadah. "Satu kopi," balasnya lalu Ima mencatat dan mulai membuat kopi.
Tapi sesuatu tak terduga terjadi, dimana saat ia mengantar kopi. Dimana kaki Lelaki itu menyandungnya.
"Ah..." Ima terkejut dan terjatuh membuat nya menjatuhkan kopinya hingga pecah. Mereka semua mulai memadangnya. Tapi lelaki tadi hanya tertawa jahil. Ima mulai kesal dengan menggertak gigi.
"(Aku akan membalasmu,)" dia merapikan pecahan tadi dan membuat yang baru.
Kali ini dia berhasil meletakan nya di meja lelaki tadi.
"Silahkan dinikmati," kata Ima dengan senyum yang sedikit memaksakan. Lalu berjalan kembali ke tempatnya. Saat lelaki itu meminum, ia terkejut sambil sedikit memuncratkan kopinya.
"(Huek... Ini pahit,)" dia melirik ke Ima yang tertawa kecil, sepertinya Ima senang karena telah bisa membalas perbuatanya.
Lelaki itu menjadi kesal tapi ia mengeluarkan gula instant di sakunya membuat Ima terkejut.
"(Di-dia membawa gula,)"
Lelaki itu kemudian melirik dengan tatapan menantang membuat Ima semakin kesal.
Tapi perang mereka berakhir ketika Ima di panggil pelanggan lain.
"Permisi nona!"
"Oh... Baik," Ima datang mendekat.
Tak lama kemudian muncul seorang pria berbaju formal dan dingin datang berjalan dan duduk di meja depan lelaki tadi. Ima terdiam bingung hingga ia tahu bahwa lelaki itu membawa naskah yang akan di presentasikan pada pria itu.
Ima membawa kopi untuk pria itu tapi tak di sangka sangka kopi nya tumpah mengenai kertas naskah lelaki itu yang terkejut.
"(Oh tidak,)" Ima sendiri juga terkejut.
Pria di depannya menghela napas layaknya tak punya banyak waktu, dia berjalan meninggalkanya begitu saja.
"Aku... Aku benar-benar minta maaf," tatap Ima pada lelaki itu.
"Cih...." lelaki itu kesal dan berjalan pergi meninggalkan naskahnya yang sudah terkena kopi.
Ima terdiam menyesal. Lalu lelaki manajer datang, dia rupanya bernama Hinko. Tertulis di kartu nama yang ada di sakunya bertuliskan. 'Hinko, manager'
"Ima? ada apa?" dia mendekat dengan bingung.
"Ma-manajer... Maafkan aku.... Aku baru saja membuat kesalahan..." Ima menatap menyesal. Dia hampir menangis sedih.
Lalu Hinko tersenyum kecil dan memegang kepalanya membuat Ima terdiam.
"Tak apa.... Itu kesalahan yang dilakukan karyawan baru... Aku akan bicara pada pelanggan itu lagi ketika datang."
"Ta-tapi yang salah aku... Aku yang harus minta maaf," kata Ima.
". . . Kau bisa melakukanya?"
"Karena itu beri tahu aku caranya manajer... Ini adalah Kesalahanku."
"Hm... Begini saja.... Kau buat naskah itu dan salin yang baru, kau bisa kan?" tatap Hinko.
"Aku mengerti... Terima kasih," Ima menjadi mengangguk lalu berjalan pergi.
"(Gadis yang menarik, dia merasa bersalah dan benar-benar ingin memperbaiki kesalahan nya,)" dalam hati Hinko dia tersenyum seringai.
Malamnya di jalan nya pulang, Ima menaiki bus dan duduk di bangku dekat jendela. "(Hari ini ternyata melelahkan juga, setelah aku membuat kesalahan pertama kali, aku berusaha keras menutupinya dengan bekerja cepat dan ini hasilnya... Sangat lelah)"
Tapi tak disangka pria kriminal kemarin juga datang menaiki bus. Ima menjadi terkejut. Namun pria itu diam saja sambil duduk di seberang kursinya. Dan Ima terus melihatnya.
"(Kenapa dia tidak kemari... Bukankah di depan ada pemeriksaan lagi,)" Ima melihat didepan ada polisi lagi. Saat dia menoleh ke pria tadi rupanya pria tadi sudah ada di sampingnya membuatnya terkejut. Pria itu juga kembali merangkulnya membuat Ima diam.
"(Inikah yang namanya cinta,)" Ima menjadi berwajah merah. "(T-tidak, apa yang kupikirkan sih, bodoh,)" dia menggeleng kepala membuat pria itu bingung.
"Um... Anu... Aku... Ima," tatap Ima.
Pria itu terdiam dengan masih tertempel masker menutupi mulutnya. Dia memberi isyarat tangan bahwa dia tak bisa bicara.
"Eh... Apa kau... Tunawicara?" Ima menatap lalu pria itu mengangguk.
"Em... Kalau begitu bagaimana jika aku tahu namamu? (Menarik sekali bahwa fakta mengatakan dia adalah seseorang yang bisu, tapi meskipun dia bisu, dia memiliki tampang yang sangat berani dan juga terlihat tangguh, bukankah akan lebih menarik lagi jika aku bisa berkenalan dengan nya, karena aku juga berpikir bahwa setiap aku pulang dari kegiatan di kota, pasti kita ujung nya juga bertemu lagi di bus yang sama.)"
Pria itu terdiam berpikir Ketika mendengarkan perkataan ima tadi, lalu mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu lalu menunjukan nya pada Ima.
=Regis=
"Itu namamu?" tatap Ima. Lalu pria itu mengangguk.
"Apa kau... Menyelamatkan diri dengan dekat denganku? Karena kau terus kemari ketika pemeriksaan itu, ini bukan berarti aku ingin membocorkan rahasiamu itu, aku hanya ingin tahu, jangan khawatir aku tidak akan memberitahu siapapun," tatap Ima.
Pria itu terdiam sebentar lalu ia menggerakkan tangannya dan memberi isyarat tapi Ima terdiam.
"Ma... Maafkan aku... Aku tidak mengerti,"
Seketika pria itu menjadi lesu karena kecewa.
"Tu-tunggu... Tapi aku bisa belajar bahasa isyarat... Kita bisa lebih dekat kan.... Berikan aku kesempatan untuk mempelajari nya. Aku juga ingin menjadi teman," tatap Ima.
Mendengar itu, pria tersebut kembali terdiam lalu mengangguk saja.
"(Uh... Aku benar-benar penasaran... Kenapa dia menggunakan masker untuk menutupi mulutnya itu,)" batin Ima dengan perasaan tidak enak.