webnovel

Chapter 20

"Kami pulang," Ima membuka pintu dan terlihat ibu Ima sudah menatap menyambut mereka.

"Selamat datang, kenapa lama sekali... Apa kalian kencan dulu?" tatap ibu Ima.

"Ya tentu," balas Regis. Seketika Ima terkejut menatapnya.

"Kami hanya membeli kue... Aku akan berganti dulu," dia berjalan pergi. Lalu Regis dan ibu Ima saling menatap dan menjadi tersenyum kecil.

Setelah itu mereka makan bersama dengan Ima duduk di samping ibunya dan Regis duduk di hadapan mereka berdua.

"Jadi Regis.... Kapan melamar Ima?" tatap nya saat di meja makan. Mereka bertiga terlihat makan bersama. Seketika mendengar itu, Ima menghentikan makan nya.

"Ibu..." Ima yang duduk di samping nya menjadi terkejut.

"Secepat nya," balas Regis yang duduk di hadapan mereka. Mendengar itu membuat Ima terdiam.

"He!!! Kau yakin... Secepat nya kau bilang!!" Ima menjadi tambah terkejut tak percaya.

"Ya... Kau ingin langsung menikah bukan Ima," ibunya menatap.

"E... Tunggu... Aku belum tahu soal Mas Regis, ibu... Mungkin harus butuh waktu," Ima mengatakan nya sambil berwajah merah.

"Baiklah... Saat aku ada libur, aku bisa mengajak mu ke tempat ku, Ima," tatap Regis.

"Bagaimana dengan orang tua mu Regis?" tanya ibu Ima.

Di saat itu juga, Regis menjadi terdiam sebentar mendengar itu.

"Aku tak ada orang tua, ibu..." kata Regis. Seketika Ima dan ibunya terdiam. "(Yah... Dia sudah seorang pria.... Mau bagaimana lagi....)" mereka berbatin bersamaan.

"Bagaimana kau kehilangan mereka?" Ibu Ima menatap.

Regis terdiam dan hanya membalas ramah. "Hanya sebuah kecelakaan."

Tapi ponsel Ima berbunyi dari dekat nya. Ia lalu mengambilnya bahwa ada pesan masuk dari senior Mose. Dia mengirim pesan.

==Hai Ima.... Bisa kita melakukan pertemuan malam ini, aku akan menunggumu di depan taman== Kata pesan itu. Hal itu membuat Ima langsung terdiam ragu.

"Pada akhir nya aku ingin mengatakan langsung... Haaa…" Mose menghela napas pasrah sambil memandang ke ponsel yang ia pegang sambil berdiri di taman yang gelap karena malam.

Cuaca di luar juga agak dingin, jadi ia memakai pakaian tebal dan melihat ke sekitar.

Dia menunggu Ima dan pesan nya tadi, sudah di balas Ima.

== Tentu senior, aku akan ke sana ==

"(Awalnya aku berpikir ini akan berhasil jika harus mendekati gadis yang begitu manis... Tampang Ima begitu muda, aku seperti melihat butiran salju di matanya, kulit nya jika di lihat lebih dalam, pastinya sangat putih, seputih salju karena dia selalu menutupi nya. Tertutup dan akan aman, apakah dia melakukan itu untuk hadiah pasangan nya nanti bahwa dia belum pernah menjadi bahan fantasi orang orang?

Aku tentunya ingin mencoba kencan dengan gadis yang tidak ada duanya itu, tapi setelah dia mengatakan dia sudah menjalin hubungan dengan seorang pria yang bahkan aku tidak kenal dan tidak tahu siapa dia dan bagaimana bisa dia mendapatkan hati gadis itu.

Jika soal fisik, apakah lebih di sukai oleh Ima, tampang pria itu juga agak aneh, dia seperti dari pekerjaan yang kasar,)" Mose benar-benar terlalu banyak berpikir dan sekarang dia mulai tidak tenang dengan ini semua.

"Senior...!" panggil seseorang yang tiba-tiba, membuat nya menoleh. Rupanya Ima yang datang pada nya.

"Senior, maaf menunggu lama... Butuh perjalanan panjang dari rumah hehe."

"Tak apa Ima... Aku menunggu tak lama juga."

"Jadi senior, apa yang mau kau bicarakan membuat ku keluar malam begini?"

"Apa kau tidak di ijinkan keluar malam?"

"Yah... Itu dulu.... Karena ibu ku benar-benar melarang ku, dia bilang ada banyak lelaki bangsat yang akan membawaku ke suatu tempat," kata Ima.

Seketika Mose terdiam mendengar itu. "(Apa maksudnya itu.... Apa dia sedang menyindir ku?)"

"Senior... Apa kau baik-baik saja?" Ima menatap bingung.

"Ah... Aku baik-baik saja, bisa kita pergi ke tempat yang tenang, seperti kafe... Aku akan menunjukan kafe hangat di sini," kata Mose.

"Baiklah, ide yang bagus," Ima menyetujui nya dan berjalan mengikuti nya.

Sesampainya di kafe mereka berdua duduk berhadapan dengan Ima yang memesan teh hangat dan Mose kopi hangat.

"Ima.... Aku hanya ingin bertanya sesuatu pada mu," Mose menatap.

".... Mau mengatakan apa?"

"Kau pernah bilang padaku, bahwa kau sama sekali belum memiliki kekasih... Jadi aku bertanya tanya kapan kau akan memilih lelaki?" tatap Mose membuat Ima hampir tersedak saat minum.

"Uhuk.... Ehem.... Maksud senior, aku harus mencari lelaki untuk di jadikan sebagai pacar?"

"Ya, pacar," Mose mengangguk.

"Um.... Aku tak terlalu yakin... Pandangan ku tidak sama seperti perempuan lain yang menginginkan lelaki sempurna... Tapi aku lebih memilih pada lelaki yang sudah matang tujuan nya bersamaku... (Kenapa dia bertanya begitu? Bukankah dia sudah tahu aku memberitahu bahwa aku sudah punya pasangan?)" kata Ima.

"(Aku baru sadar pemikiran Ima lebih dewasa, jadi dia lebih memilih pada pria yang sudah matang dan langsung melamar nya menikah...) Tapi jika kau sudah menikah, bagaimana dengan kencan ataupun menghabiskan waktu nanti?!"

"Kita bisa melakukan nya setelah menikah, memang nya apa yang membuat senior bertanya seperti itu tadi?" Ima menatap bingung.

"Apa pria yang kau bicarakan saat itu, memang merupakan calon mu?" tatap Mose dengan khawatir, dan Ima mengerti perasaan itu membuatnya terdiam.

Tapi tiba-tiba saja, tangan Ima yang ada di atas meja, dipegang oleh tangan Mose membuat Ima terkejut.

"Ima.... Aku— tatap Mose, tapi ia berhenti dan di saat itu juga datang Regis mendekat membuat Mose terkejut melihat nya.

"Ima, aku menunggu mu lama... Kupikir kita harus pulang sekarang," tatap Regis.

"(Bukankah dia?! Pria yang merangkul Ima saat itu...)" Mose menjadi terkejut melihat Regis datang begitu saja ke tempat mereka.

"Oh... Baiklah... Senior... Aku harus pulang," Ima menatap.

"Tu-tunggu Ima... Apa dia.... Pacar mu?!"

Regis yang mendengar itu menjadi melirik dan seketika menarik Ima dan merangkulnya. "Aku suami nya," tatap nya dengan serius.

Seketika Mose terkejut. "Ap.... Apa mak.... Su... Sud mu...." dia menjadi gagap tak percaya.

"Ah... Senior, maaf kan aku... Dia memang suka blak blakan... Kalau begitu kami pergi dulu yah," Ima mencoba lari dari Mose dan mendorong Regis untuk keluar bersama.

Tapi Mose menahan tangan Ima. "Ima... Tunggu sebentar."

Membuat Ima dan Regis menoleh lagi pada nya.

"Ima... Sebenar nya... Aku…" Mose akan mengatakan nya tapi tiba-tiba tangan Regis akan mengambil sesuatu di pinggang nya sendiri, seperti mengambil pistol tembakan dan itu membuat Mose terkaku melepaskan tangan Ima.

"Maaf.... Tidak jadi... Hati-hati di jalan," tatap nya. Meskipun Ima agak bingung tapi Regis merangkul Ima untuk pergi.

Sebelum nya tatapan Regis pada Mose seperti mengatakan. "Jangan ganggu 'Milik ku."

"(Apa yang aku pikirkan, aku hampir saja merebut Ima dari pria itu... Kenapa aku tidak dari awal menembak Ima. Pria itu juga terlihat seperti gangster saja...)" Mose hanya bisa menghela napas.

--

"Aku bingung kenapa senior bertingkah seperti itu, padahal dia selalu terlihat santai dan tenang," kata Ima sambil berjalan bersama Regis untuk pulang.

"Mungkin dia suka pada mu," kata Regis. Seketika Ima terkejut.

"Kenapa kau bisa mengatakan hal itu?"

"Tidak mungkin bukan, dia mau menemui mu dan mengatakan hal canggung, aku mendengar semua yang kalian katakana," balas Regis.

"(Haiz... Benar juga... Kami tadi merencanakan sesuatu.)"

Sebelum nya Ima masih terdiam menatap ponsel nya.

"Ima... Kau baik-baik saja?" Regis menatap dari depan meja makan.

"Senior ingin bertemu dengan ku... Tak biasa nya dia melakukan ini... Mungkin bisa di sebut sangat aneh untuk sikap nya."

"Kalau begitu tinggal datang saja aku akan ikut dengan mu," tatap Regis.

"Apa... Apa kau bercanda, aku bilang apa pada senior nanti?!"

"Kalau begitu aku hanya akan mengawasi kalian... Jika dia macam macam tinggal berteriak saja."

"Haiz... Senior bukan orang seperti itu."

"Bukan kah bisa saja dia seorang lelaki yang brengsek?" tatap Regis.

Lalu ibu Ima terdiam. "Regis.... Tolong jangan sebutkan kata itu," tatap nya. Hal itu membuat Regis dan Ima terdiam.

"(Ibu... Sepertinya kata "Brengsek" Terlalu tabu untuk nya, ini semua karena ayah,)" Ima menjadi menundukan wajah dengan sedih.

Regis yang melihat itu masih bingung.

"(Dan begitulah Regis bisa muncul di kafe,)" Ima hanya bisa menghela napas.

"(Apa Ima tidak tahu kalau lelaki itu akan mengincar nya, dia sudah jelas suka pada Ima dan dia tahu bahwa Ima sudah menjadi milikku, untungnya hanya lelaki kecil, nyalinya tidak seberapa juga.... Ima sekarang milikku dan akan terus menjadi milikku, semua lelaki yang pernah tertarik padanya harus pergi tanpa sisa apapun,)" pikir Regis dengan wajah serius sambil berjalan di samping Ima.

Mereka masih berjalan bersama di malam hari yang tak terlalu gelap itu karena banyak nya cahaya dari berbagai tempat. Regis terdiam melihat sekitar. "Ima, bagaimana jika jalan jalan dulu," tawar nya.

"Yeah, memang nya apa yang kita lakukan sekarang."

"Ya kupikir mungkin lebih jalan jalan mampir... Oh lihat itu," Regis menatap mesin capit yang ada di sana.

"Ada apa?" Ima terdiam bingung.

"Lihat... Yang aku tahu boneka itu terbatas," Regis menunjuk mesin capit yang menyimpan boneka boneka kucing kecil manis di sana.

"Oh... Itu sangat imut..." Ima menatap salah satu boneka yang berwarna hitam putih.

"Kau suka kucing tuksedo ya?" Regis menatap.

"Eh, nama nya Tuksedo ya, aku baru tahu."

"Ya, dalam artian umum seperti itu... Kucing itu di sebut tuksedo," balas Regis.

"Kenapa Mas Regis tahu?"

"Hm hm... Aku tahu segalanya, aku ini Tuan Pintar," Regis menyombongkan diri.

"Ih... Beneran... Kalau begitu kau harus membantu ku menyelesaikan tugas kuliah jika aku tidak paham."

"Tak masalah, jika kau tidak percaya padaku, aku akan melakukan nya, ngomong-ngomong soal ini tadi, apa kau mau? Aku bisa mendapatkan nya," tatap Regis. Dia berencana bermain mesin capit itu untuk mendapatkan boneka kucing tuksedo untuk Ima.

"Hm? Mas Regis memang nya bisa bermain mesin capit?" Ima menatap bingung.

"Lihat saja sayang," Regis membalas sambil memasukan koin.

"(Sayang dia bilang.... Uh.... Sangat manis,)" Ima menjadi merona dan ia menjadi terdiam berpikir kata itu tadi. "(Ih... Dia bisa saja,)" Ima masih teringat dan menjadi merah tersipu.

"Baiklah sudah," Regis memberikan boneka itu. Seketika Ima terkejut. "Hah... Secepat itu... Bagaimana bisa?! (Aku baru saja salting sebentar dia sudah dapat?!)" dia bingung dan terkejut Regis bisa bermain secepat dan langsung mendapatkan boneka itu.

"Itu sangat mudah untukku, lagipula boneka kucing ini juga sangat bagus untuk mu. Setahuku kau lebih suka kucing asli bukan..."

"Kenapa Mas Regis tahu jika aku lebih suka pada kucing ini?"

"Itu karena, aku melihat sesuatu di kamar mu dan ketika membeli kue, kau memilih kue berbentuk kucing tuksedo."

"Itu sangat baik, terima kasih, boneka ini sebenarnya mengingatkan ku pada seseorang," Ima terdiam melihat boneka itu di tangan nya.

"Siapa? Apa orang tadi...?"

"Bukan.... Ayah ku lebih tepat nya," balas Ima. Seketika Regis menjadi terdiam.

"Maaf kan aku."

"Kenapa meminta maaf?"

"Aku memberikan hal yang salah padamu membuat mu mengingat hal itu."

"Kau tahu? Masalah ku dengan Ayahku?" Ima menatap.