webnovel

Chapter 19

Di jalan, Ima sedikit menatap ke Regis yang fokus mengemudi. Lalu ia tertarik untuk bertanya sesuatu.

"Mas Regis, kenapa kau tidak menggunakan mobil mu saja, kau sudah beberapa kali naik bus dan aku tahu, beberapa dari yang terjadi itu bukan semata tugas," tatap Ima.

Lalu Regis terdiam sebentar dan menatap pada Ima.

"Berikan aku tangan mu," ia mengulur.

"Hah, jangan, bahaya."

"Tak apa, berikan saja," tambah Regis. Lalu Ima memberikan tangan nya, lalu tangan Regis membelai telapak tangan Ima itu sambil mengemudi dan mengatakan sesuatu.

"Sebenarnya, ketika aku pertama kali melihatmu, kau sudah mau membantuku meskipun aku yakin, di dalam hatimu kau pasti panik melihat ku, di saat itu juga, tugas ku selesai dan tidak akan bertemu dengan mu lagi. Tapi rasanya, aku ingin sekali bertemu dengan mu, jadi.... Yah kau tahu, aku melakukan hal yang sama setiap hari demi bertemu dengan mu, tak peduli masalah apa dan tak peduli apakah aku punya kendaraan lain atau tidak, aku tetap ingin bertemu dengan gadis semanis dirimu," kata Regis.

Ima terdiam dan berwajah sangat merah mendengar itu. "(Astaga, Mas Regis ini... Benar-benar bicara tanpa basa basi banget, dia mengungkapkan semua kata katanya dalam satu perkataan yang hebat, harus ku akui, dia pria yang bertanggung jawab dan juga baik) Lalu terakhir kali itu, setelah Mas Regis mengantar ku aku tidak bertemu dengan mu lagi," pikir Ima.

"Hm? Kapan?"

"Sehari sebelum kita benar-benar bertemu, benar-benar melihat Mas Regis tidak memakai masker dan... Di tolak Lio Zheng," kata Ima.

"Ah itu, maafkan aku, saat itu aku harus mengurus beberapa dokumen penting..."

"Sebenarnya apa pekerjaan mu? Apa kau benar-benar polisi? Bukankah polisi hanya sekedar mengacungkan pistol pada penjahat yang akan ketakutan," tatap Ima.

"Soal itu... Aku anggota dari BIN, Badan Intelejen Negara. Tepatnya Korea Selatan tempat ku bekerja," balas Regis.

Seketika Ima terkejut. "Apahhh!!!" ia menatap tak karuan.

"Kau tahu soal organisasi itu?" Regis menatap.

"Kenapa kau berada di bagian penting?!" Ima terkejut.

"Sebenarnya aku di bagian ringan dan inti. Aku bisa di tugaskan dalam hal apapun, bisa di bilang aku anggota sewaan dan di sini di sebut polisi sewaan, atasan akan memberikan ku tugas dan atasan mendapat tugas dari klien, begitulah sekiranya aku bisa menjelaskan padamu..." kata Regis.

"Oh, aku mengerti... Jika begini... Apakah ini akan membuat mu sibuk?" Ima menatap khawatir.

Regis menatap nya dan tersenyum kecil.

"Kau tahu, mungkin akan menjadi suatu keberuntungan jika kita menjalin takdir yang sama, aku dengar dari ibumu, kau pandai memasak dan bersih bersih," tambah Regis.

"Um... Ya, itu hanya semata hal saja untukku, eh.... Kenapa jadi membahas ini... Bagaimana dengan yang tadi, kamu pasti sibuk," Ima menatap.

"Kenapa, kau takut jika aku tidak bertemu dengan mu ketika sibuk? Jangan khawatir, nanti juga bertemu... Meskipun aku di sini hanya semata tugas dan akan kembali ke Korea, tapi aku akan tetap menganggap mu sebagai gadis ku," tatap Regis.

Ima malah tambah memerah dan sangat merona.

Setelah itu mobil itu berhenti di depan kampus membuat mata tertuju pada nya. Bahkan semua orang di kampus menatap terpaku pada mobil itu. Ima lalu keluar dan melihat ke Regis yang di dalam. "Aku pergi dulu, terima kasih telah mengantar."

"Tidak masalah, sampai jumpa, oh dan... Kabari aku ketika kau pulang, aku akan menjemputmu," Regis membalas lalu pergi.

"Apa, kau beneran? Sungguh, ini tidak perlu dilakukan.... Aku benar-benar merasa tidak nyaman."

"Kenapa? Ini akan baik-baik saja karena kita sudah terikat kan," lirik Regis.

Lalu Ima terdiam sambil masih memasang wajah merah itu. "Baiklah, aku akan menghubungimu," kata Ima sambil menutup pintu dan Regis menjalankan mobilnya pergi.

Saat Ima berbalik, ia terdiam ketika semua orang menatapnya.

"Kau Ima, kan?" Semua wanita mendekat.

"E.... Iya."

"Siapa orang tadi, apa dia pacarmu... Atau kakakmu?" mereka benar-benar memojoknya membuat Ima repot.

"Tu-tunggu."

"Hei, dia tadi tampan kan, seperti sugar daddy, haha..."

"Hei Ima, apa benar dia tadi pacar mu?"

Mereka malah melemparkan pertanyaan aneh soal Regis tadi.

"(Tunggu.... Tunggu... Kenapa malah begini,)" Ima panik tak tahu harus apa. Tapi untungnya Mose merangkul Ima.

"Dia bersamaku," tatap nya dengan kedipan satu mata membuat semua wanita itu terpelongoh dan membiarkan mereka pergi.

"Fuh... Terima kasih Senior," tatap Ima.

"Tak masalah, apa yang sedang mereka bicarakan sehingga mereka tampak mengkeruyuki mu?"

"Mereka bertanya soal pria yang mengantar ku tadi."

"Oh, jadi kau punya pacar, Ima?"

". . . Um... Sepertinya juga begitu sih... Kami memutuskan untuk menjalin hubungan meskipun dia agak sibuk kedepan nya tapi dia sudah bilang bahwa akan tetap di sisi ku."

"Aku turut senang," Mose menjadi tersenyum.

Lalu ima juga mengangguk.

Tapi di hati Mose, ia berpikir lain sambil mengepal tangan nya. "(Siapa pacarnya? Apa aku kurang pas untuk selera nya, ini benar-benar mustahil.)"

Sementara itu Regis berpikir di bangku kemudi. "(Selama ini apa aku bermain dengan wanita yang salah, mereka yang telah aku sentuh hanya berakhir memeluk uangku, mereka sangat senang jika tahu aku sangat kaya seperti ini dan langsung memberitahu rekan mereka. Tapi mereka benar benar telah membuatku kecewa. Aku di tinggal oleh mereka begitu saja membawa uangku... Aku tidak tahu seperti apa Ima nanti... Mungkin aku sudah tahu sifatnya. Dia hanya mengejar lelaki dan dia hanya memandang dari kelembutan lelaki bukan dari kasarnya uang kertas lelaki.)"

Tapi ia kembali berpikir soal Ima mengatakan sesuatu tentang mobil Regis. "(Apa dia tak suka naik mobil.... Apa aku perlu mencoba hal lain juga agar dia tertarik dan tidak menolak dan juga menghilang rasa tidak enak itu.)"

Tak lama kemudian, Ima mengirimkan pesan padanya.

== Mas Regis, aku pulang agak lama karena aku akan ke perpustakaan, jadi aku agak terlambat pulang==

Regis yang membaca pesan itu menjadi tersenyum senyum sendiri dan menutup ponselnya. "(Gadis itu, belajar sendirian di perpustakaan, lebih baik aku menjemput nya juga awal, tapi semua orang pasti sudah pulang, tak akan ada yang melihat ku dan dia,)" pikir Regis.

Tapi ponsel nya berbunyi panggilan yang bertuliskan "Atasan."

"Fuck," ia langsung memasang wajah kesal. Lalu terpaksa mengangkat nya.

"Anggota R-E, aku sudah konsultasi dengan yang lain, kau akan kembali ke organisasi tanggal 20," kata orang itu.

"Secepat itu.... Baiklah, lalu kapan aku bisa mendapatkan tugas di Jepang lagi?" tanya Regis.

"Tidak ada," orang itu langsung membalas. Seketika Regis terdiam kaku mendengar itu.

"Kenapa aku merasa sangat khawatir begini, padahal seharus nya aku senang karena mendapatkan Mas Regis sebagai pasangan ku, meskipun begitu, ini semua tetap harus aku khawatirkan..." Ima merenung ketika membaca buku di perpustakaan, dia membaca buku sendirian di salah satu meja di sana. "(Ha.... aku jadi tidak bisa fokus dengan hal ini)" pikirnya. Sepertinya dia masih merasa aneh dengan kisah cinta nya saat ini.

Saat pulang pun juga sama. Ketika dia berjalan keluar dari kampus. Ia juga masih berpikir. "(Kenapa bisa bisanya aku menerima Regis? Apakah ini memang takdir atau apa? Tapi kenapa aku masih ragu dengan hubungan ini, rasanya dia bukan takdir ku, apa ini karena trauma soal ayah,)" ia terdiam dengan bibir turun.

Tapi ia terkejut ketika melihat Regis yang rupanya ada di depan kampus. Regis benar-benar berdiri menunggu di depan gerbang. Ima terdiam lalu mendekat. "Mas Regis... Kau datang kemari?" ia menatap tak percaya sambil melihat sekitar.

"Ya, aku datang menjemputmu," balas Regis.

"(Ini... Ini benar-benar agak,)" Ima terdiam dengan wajah merah sambil melihat ke sekitar. "Apakah Mas Regis datang sendirian? (Syukur lah tidak ada orang di sini, itu karena aku sengaja pulang kampus terlambat karena ke perpustakaan duluan…)"

"Yeah, memang nya dengan siapa aku pergi hanya untuk menjemput mu seorang, oh ngomong-ngomong, kenapa kau melihat sekitar? Di sini tak ada orang, kau pasti khawatir akan dilihat orang nantinya."

"Hah, bukan begitu... E... Ya, agak benar sih... Ah sudahlah... Lalu dimana mobil mu?" tatap Ima.

"Aku sengaja tidak membawa mobil karena aku ingin kita berjalan saja."

"Baiklah, tak apa... (Kebetulan ini hari libur kerjaku,)" Ima menyetujuinya lalu mereka mulai berjalan dengan Regis yang merangkul pinggang Ima layaknya pasangan yang serasih.

"Tu... Tunggu, kau tidak mungkin melakukan ini kan," Ima menghindari tangan Regis.

"Hei, kenapa... Bukankah tak ada orang," lirik Regis. Lalu Ima melihat sekitar dan menghela napas panjang. "Baiklah..." dia mendekat lalu Regis kembali memegang pinggang Ima.

"Kau tidak boleh kaku, rileks saja maka kau akan bisa melakukan ini," tambah Regis. Lalu Ima menghela napas panjang dan menjadi agak dekat dengan Regis, kini mereka terlihat seperti pasangan yang sangat serasi.

Tapi di belakang tepatnya di depan gerbang kampus, Mose terdiam melihat mereka berdua yang berjalan pergi. Mulutnya yang selalu memunculkan senyuman kini tidak lagi. Dia malah mengepal tangan menandakan dia kesal. "(Aku sengaja menunggu Ima di perpustakaan, tapi rupanya dia pulang dan jalan bersama seorang pria... Ima, kupikir aku bisa menarik perhatianmu, rupanya sebaliknya.)"

Jadi bisa di katakan, Mose suka pada Ima, ia bahkan mencoba akrab dan melakukan apapun agar bisa melihat maupun mengawasi Ima tapi tetap saja, ketika Ima tidak sadar di perlakukan begitu, dia sudah bersama Regis.

--

"Apa kau lapar Ima?" tanya Regis yang masih berjalan dengan Ima. Mereka melewati kota yang agak gelap dengan banyak nya kedai makanan yang dilewati mereka.

"Seperti nya begitu," Ima membalas.

"Kau ingin mampir dan makan sesuatu? Aku bisa membelikan mu, apapun yang kau mau," kata Regis, Lalu Ima terdiam berpikir.

"Em... Setelah ku pikir-pikir lagi, sepertinya... Tidak perlu, kasihan ibu memasak untukku nanti, kau juga harus makan di rumah... Lagipula makan di luar itu tidak baik juga untuk Kesehatan," kata Ima.

Tapi Regis benar-benar terdiam tak percaya mendengar itu. "(Apa dia semacam ibu rumah tangga, tapi sifatnya benar-benar beda dengan wanita lain yang rakus.)"

"Ada apa?" Ima menatap ekspresi Regis itu.

"E... Paling tidak biarkan aku membelikan mu apapun agar ini juga bermakna, dan kau tak perlu bersikap tidak enakan," kata Regis.

"Em... Begitu ya, apa yang aku beli... Hm…" Ima kembali berpikir hingga ia mendapatkan nya "Oh bagaimana kue saja, aku rasanya ingin kue yang manis," kata Ima.

Lalu mereka ke kedai kue dan Ima memilih yang akan di beli. "(Wah, imut banget,)" Ima melihat kue berbentuk kucing tidur yang lucu. Kucing itu berwarna hitam dan putih.

"Kau suka itu, kucing...? Bagaimana dengan yang ini, atau kue apel itu, kue itu terlalu kecil, harus pilih yang besar."

"Tidak, aku ingin ini," tatap Ima, tatapan nya benar-benar memohon dengan manis membuat Regis terdiam melihat itu.

"(Tak ada pilihan lain...)"