webnovel

PACARKU ABDI NEGARA

Putri Adelia, adalah putri dari seorang tentara bintang satu. Kehidupan keluarga militer membuat seorang Adel tumbuh menjadi gadis yang cukup berpendirian kuat. Adel yang selalu melihat mamanya menangis saat papanya pergi bertugas ke luar kota atau ke luar negeri mengharamkan dirinya mendapat pasangan yang memiliki profesi sama dengan papanya. Terlebih kakaknya yang memiliki profesi sama dengan sang papa hilang dan tidak kembali setelah membantu perang. Kedatangan seorang Yusuf membuat hati Adel yang dingin mulai menghangat, apalagi Yusuf yang pantang menyerah meski mendapat penolakan berkali - kali dari Adel membuat hati Adel mulai tersentuh. Kenyataan yang tiba - tiba datang membuat Adel terpukul, pria yang mendekatinya itu juga seorang abdi negara yang sangat diharamkan masuk ke dalam hati Adel. Mampukah Yusuf menyakinkan Adel kalau mereka bisa menjalani kehidupan bersama meski dia adalah seorang abdi negara yang sangat dibenci oleh Adel? Dapatkah Adel merubah presepsinya tentang seorang Abdi negara? Kejutan besar apalagi yang Yusuf berikan kepada Adel selain dia yang bekerja di dunia militer?

kartikawulan · Fantasy
Not enough ratings
381 Chs

Bab 18

Risa dengan setia menemani Adel yang masih saja terlelap tapi saat maghrib menjelang Risa memutuskan untuk membangunkan Adel karena dia sudah tidur seharian. Risa pikir, istirahat Adel sudah cukup.

"Del... Adel... Bangun!" Risa menggoyang – goyang tubuh Adel dengan perlahan, dia takut Adel akan terkejut dan panik.

Adel membuka matanya dengan perlahan, dikuceknya berkali – kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. "Ada apa?"

"Sudah mau maghrib ini, kamu nggak mau bangun?"

"Maghrib?" Risa mengangguk. "Astaghfirullah! Kenapa kamu baru membangunkan aku sekarang?"

Adel langsung berdiri, rasa pening langsung menyerangnya karena dia dari posisi tidur langsung meloncat dan berdiri tegak. Setelah dirasa kepalanya tidak lagi pusing, Adel segera mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Adel sudah ketinggalan dua sholatnya seharian ini dan sekarang sudah mau maghrib membuat Adel merasa sangat bersalah.

Suara air yang diambil lalu ditumpahkan di pada tubuh Adel terdengar cukup keras dari luar kamar mandi. Risa sendiri hanya melongo melihat apa yang dilakukan oleh Adel. Sahabatnya itu seperti sedang dikejar hantu dan bergegas untuk masuk ke dalam kamar mandi.

"Sebenarnya Adel mau pergi kemana sih? Kok terlihat buru – buru sekali?" Tanya Risa pada dirinya sendiri sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Klik...

Pintu kamar mandi terbuka dan Adel sudah keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang sudah segar. Tanpa menyapa Risa, Adel langsung mengambil mukena yang selalu dia letakkan di dalam almari dan langsung menghadap Tuhan.

Risa baru mengerti kenapa Adel buru – buru tadi, ternyata dia sudah terlambat menghadap Allah. Melihat apa yang dilakukan Adel membuat hati Risa terketuk, selama ini dia sama sekali tidak pernah melakukan apa yang dilakukan oleh Adel.

Gerakan demi gerakan yang diberikan oleh Adel diperhatikan oleh Risa, ada rasa tertarik yang cukup besar yang mendorong Risa untuk tahu, Risa ingin belajar. Belajar melakukan sesuatu yang sama dengan yang Adel lakukan setiap hari.

"Del...," Panggil Risa setelah Adel selesai dengan sholatnya.

Adel menoleh dan melihat ke arah Risa. "Ada apa?"

"Aku ingin belajar melakukan seperti yang kamu lakukan, apa yang terjadi jika kita melakukannya sesuai dengan aturannya?" Tanya Risa penasaran. Selama ini Risa memang beragama islam tapi dia tidak pernah melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Adel setiap harinya.

"Alhamdulillah, kamu mau belajar?" Risa mengangguk antusias mendengar pertanyaan Adel.

"Aku mau melakukan seperti apa yang kamu lakukan, bagaimana perasaan kamu saat melakukan itu?" Tanya Risa penasaran.

"Kamu mau tahu apa perasaannya? Aku hanya merasa tenang setelah melakukannya, jangan pernah malu untuk belajar. Dewasa tidak berarti menjadi penghalang untuk kita terus belajar , karena aku juga masih belajar. Banggalah karena kamu masih mau belajar daripada tidak sama sekali."

Risa memang mengalami apa yang Adel katakan, ada rasa malu saat dia ingin belajar mengaji ataupun berdoa kepada Tuhan. Adel membuat Risa merasa kalau dia perlu melakukan apa yang dia inginkan.

"Tekad kamu harus besar, karena tidak akan ada keberhasilan tanpa adanya usaha. Orang – orang yang sekarang pintar juga belum tentu dulu dia langsung pandai. Mereka semua pasti pernah mengalami seperti yang kamu alami saat ini," Imbuh Adel meyakinkan.

"Lalu aku kapan mulai belajar melakukan itu?" Tanya Risa ragu.

"Semakin cepat, semakin baik. Kami belajar sedikit demi sedikit, dan juga bisa membeli buku tuntunan sholat nanti kita belajar mengaji bersama."

Risa terharu, Adel sama sekali tidak menghinanya atau mengatainya dengan kata – kata kasar, Adel malah membantunya untuk bisa maju dan sukses bersama. Sahabatnya ini memang tiada duanya bagi Risa.

"Malam ini aku tidur disini ya?" Pinta Risa dengan mata yang memohon ke arah Adel. Di dalam rumahnya terasa panas, Risa sebenarnya sudah tidak betah tinggal di dalam rumahnya karena pertengkaran kedua orang tuanya selalu masuk kedalam telinganya dan membuat seluruh tubuhnya memanas.

"Boleh, kamu ganti saja pakai pakaianku. Pakaianku muat kan ya di dalam tubuh kamu?" Tanya Adel bergurau. Adel tahu situasi yang terjadi saat ini tidak ingin diceritakan oleh Risa, dan Adel juga tahu batasan yang boleh dia lampaui dan tidak.

"Kamu memang sahabat aku Del! Tapi ngomong – ngomong,  kenapa kamu tadi tidur seharian penuh? Kamu tidak lapar apa?" Tanya Risa saat dia baru mengingat apa yang sangat ingin dia tanyakan kepada Adel sejak siang tadi.

"Aku tidak tahu, semalam aku kembali tidak bisa tidur tapi tadi pagi tiba – tiba mataku terasa sangat lengket dan berat. Jadi aku memutuskan untuk tidur dan bolos kuliah, gimana tadi? Ada kuis atau tugas nggak?" Tanya Adel mengalihkan. Adel tidak mau mengatakan apa yang sedang dirasakannya. Tentang pertunangannya biarlah menjadi masalahnya sendiri dan tidak untuk dikonsumsi orang lain termasuk Risa.

"Kuis? Tidak sih tapi ada tugas, dan mata kuliah selanjutnya aku tidak tahu. Kan aku datang kesini, jadi wajar kan ya kalau aku tidak tahu," Elak Risa santai.

Bugh!

"Auch, sakit tau! Adel mah gitu sama aku sekarang, aku kan jadi sakit."

Sumpah, Adel ingin muntah karena merasa jijik mendengar suara Risa yang sok manja. Tingkah Risa menjadi hiburan tersendiri bagi Adel, mungkin Risa bisa membantunya untuk melupakan sesuatu yang harus dilupakan oleh Adel.

"Kita makan yuk, Del! Nungguin kamu tidur perutku meronta – ronta karena cacing di dalam sini berteriak terus menerus minta diberi makan," keluh Risa sambil mengusap perutnya .

"Aku juga lapar, kita keluar atau pesan online saja?" Tawar Adel sebelum dia beranjak dari tempat duduknya.

"Kita keluar saja, sekalian jalan – jalan. Seharian berada di dalam kamar membuat mataku tidak bisa melihat apa – apa,  semuanya gelap."

"Mulai lagi deh, lebay sekali anda hari ini? Apa karena si Alan itu?"

Risa tersenyum malu – malu mendengar pertanyaan Adel, tadi memang dia sedang kencan virtual dengan Alan selama Adel tidur. Apapun yang dilakukan oleh Risa tidak ada satupun yang diketahuinya. Rayuan- rayuan Alan membuat Risa klepek – klepek tidak berdaya.

"Ingat, pacaran ya pacaran tapi kamu harus tahu batas. Apa yang boleh dan apa yang tidak," Nasehat Adel sebelum dia berdiri dari duduknya. Berganti pakaian sebelum mereka keluar dari kamar kosan Adel.

"Ayo, aku sudah siap!" Ajak Adel yang sudah rapi dengan pakaian dan juga kerudung yang selalu membungkus kepalanya.

Adel berjalan keluar dengan Risa yang sudah menempel saja di belakangnya. Seperti biasa, motor Risa sudah bertengger dan siap mengantarkan mereka berdua ke tempat makan yang akanbmenjadi tujuan mereka berdua.

"Siap? Jangan lupa pegangan Del!"