19 Bab 19

Adel mulai menikmati makanannya, memang dia tidak begitu nafsu dengan makanannya karena memang dia sedang tidak ingin merasakan apapun masuk ke dalam mulutnya. Adel hanya tidak ingin Risa tahu apa yang dia rasakan, Adel hanya ingin semuanya tetap menjadi rahasia untuk dirinya sendiri.

"Ris, kamu tahu tempat makan ini dari mana?" Tanya Adel sambil melihat suasana cafe yang cukup menyenangkan kalau digunakan sebagai tempat nongkrong atau kumpul dengan keluarga.

"Ah, kamu ini hidup di jaman apa? Kita sudah modern dan jaman sudah canggih, dan ada media sosial yang selalu membantu kita untuk mencari tempat – tempat yang baru," Jawab Risa sambil mengangkat ponselnya memberitahu Adel dari mana dia mendapatkan informasi tentang cafe ini.

"Bilang saja dari media sosial, kenapa harus belibet sih ngomongnya? Untung IQ ku ini tinggi, jadi tidak terkejut mendengar ucapan kamu itu."

Adel tidak kalah sombong, dia sudah belajar membuat Risa kalah telak dengan omongannya sendiri. Risa merengut, dia kalah telak jika Adel membahas tentang IQ dengannya. Kesukaannya di bidang game online membuat Risa malas untukbuka buku sekedar untuk belajar saat ada kuis atau semester. Risa lebih memilih mengganggu Adel saat ujian daripada dia harus belajar, belajar hanya akan membuat kepalanya pusing.

"Ris, kita jangan pulang dulu deh! Aku mau disini dulu, lihat! Di sana ada spot foto yang sepertinya bagus," Ucap Adel sambil menunjuk pada tempat yang dia maksud.

Risa mengikuti arah dimana Adel menunjuk, benar saja disana ada spot foto yang dibuat seindah mungkin. Melihat dari ramainya orang yang antri untuk foto di tempat itu bisa di tebak jika tempat itu dijadikan ikon oleh cafe ini sebagai daya tarik. Pandai sekali pemilik cafe ini mendesain dan mengatur tata ruang cafe agar terlihat cantik dan juga menarik.

"Kamu bisa menebak tidak, cafe ini memakai jasa interior grafis atau di desain sendiri?" Tanya Risa sambil memperhatikan di setiap sudut cafe.

"Aku pikir ini di desain sendiri oleh pemiliknya, ada beberapa bagian yang masih berantakan tapi tidak begitu mencolok dan membuat perhatian pengunjung terpecah. Aku sangat yakin jika cafe ini di desain sendiri oleh pemiliknya," Jawab Adel yakin.

Risa tidak bisa lagi berkata – kata, mata Adel memang seperti elang. Adel akan dengan mudah memperhatikan hal – hal kecil yang tidak bisa Risa pikirkan sebelumnya seperti dengan cafe ini. Risa melihat cafe ini sangat sempurna, tapi tidak dimata Adel. Ada saja yang Adel lihat bahkan tempat itu tersembunyi sekalipun.

"Mata kamu ini benar – benar buatan apa sih, teliti sekali?"

"Bukan karena buatan siapa, tapi karena kebiasaan. Kejelian ini aku dapatkan dari kak Dimas yang membantuku untuk selalu teliti." Suara Adel kembali terdengar sendu. Rasa kangennya pada sosok yang selalu menjaganya itu sangatlah dalam, sampai tanpa sadar air matanya menetes.

Risa ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Adel, dengan penuh perhatian Risa memeluk tubuh Adel dan memberikan Adel sedikit kekuatan untuk bisa menerima apa yang terjadi kepada kakaknya saat bertugas.

"Ikhlaskan, jika Kak Dimas selamat dia pasti pulang. Kamu berdoa saja, minta yang terbaik untuk kak Dimas. Jangan seperti ini, kamu bisa sakit jika terus terpuruk ke dalam lembah kesedihan." Ucap Risa memberi nasehat.

"Aku tidak tahu lagi Ris, aku sangat rindu dengan Kak Dimas. Banyak sekali hal – hal kecil yang diajarkan dia kepadaku. Kak Dimas adalah penolongku saat ayah marah karena aku selalu melakukan pelanggaran saat di rumah. Kak Dimas yang melakukan hukuman yang diberikan ayah untukku. Dimana aku bisa mendapatkan sosok pria seperti kak Dimas, sudah nggak ada Ris," Ucap Adel penuh dengan kesedihan.

Risa tidak bisa mengatakan apa – apa, dia juga bingung harus melakukan apa untuk membuat sahabatnya itu bisa menjadi tenang apalagi masalah pertunangannya yang juga belum beres membuat Risa merasa kasihan kepada Adel.

"Kita kesini bukan untuk tangis – tangisan, kita datang untuk bersenang – senang. Lihat, semua orang memperhatikan kita! Mungkin mereka pikir aku membuat kamu menangis," Ucap Risa sambil menunjuk beberapa orang melihat ke arahnya dan juga Adel bahkan ada yang berbisik – bisik manja tentang Risa dan juga Adel.

"Kenapa mereka semua berpikiran  sepicik itu?" Gerutu Adel sambil mengusap air matanya yang sudah membuat make-up tipis yang digunakannya luntur.

"Ih, wajah kamu! Beneran deh Del, wajah kamu sangat menakutkan. Mata bengkak dan juga merah, terlihat seperti orang yang baru saja kesurupan."

"Enak saja! Awas ya kamu!" Teriak Adel tidak terima.

Orang yang sejak tadi memperhatikan Adel dan Risa semakin berbisik- bisik, mungkin mereka berpikir kalau Adel dan Risa sedang bertengkar karena masalah pria, iuuuhhh... Sesuatu yang tidak akan pernah Adel lakukan jika memang pria yang sedang bersamanya mendua. Dengan ikhlas dan dengan senang hati Adel akan memberikan pria itu untuk wanita yang menjadi selingkuhannya itu. Adel tidak akan pernah mempermalukan dirinya hanya untuk seorang pria.

"Mungkin lebih baik kalau kita pulang deh, aku sudah tidak nyaman berada disini," Bisik Adel tepat di depan telinga Risa.

"Katanya tadi kamu mau berfoto dulu? Kenapa sekarang kamu berubah pikiran?" Tanya Risa heran.

Adel kembali memperhatikan orang – orang yang ada di sekitar mereka yang tengah memperhatikan mereka berdua. Adel merasa bersalah kepada Risa, seandainya dia tidak menangis mungkin saja orang – orang ini tidak akan berpikiran yang macam – macam kepadanya dan juga Risa.

"Aku tidak nyaman, lebih baik kita pulang saja."

Adel memanggil pelayan yang sedang melintas di dekatnya, Adel meminta bill dari makanan yang sudah mereka makan.

"Biar aku saja!" Cegah Risa saat Adel mau membayar tagihan makan mereka berdua.

"Kenapa? Bukannya kamu juga sedang kebingungan masalah uang? Sudah, pakai punyaku saja. Nanti kalau kamu sudah ada uang, baru kamu traktir aku."

Adel menyerahkan kartu kreditnya untuk dibawa oleh pelayan dan kembali lagi dengan bill yang sudah dibayarkan.

"Kamu selalu melakukan ini untukku, maafkan aku karena selalu membuat kamu repot."

"Sudah, tenang saja. Kamu memang masih membutuhkan uang itu, jangan sungkan jika kamu ingin meminta bantuanku," Ucap Adel bijaksana.

Kondisi keuangan keluarga Risa sudah diketahui Adel saat Risa berkali – kali mendapat panggilan dari pegawai administrasi yang membuat Adel memutuskan menemui pegawai administrasi dan mencari tahu apa yang terjadi.

Uang kuliah yang belum dibayar adalah alasan kenapa Risa berkali – kali mendapatkan panggilan. Bahkan Adel terkejut saat mengetahui jika sahabatnya ini harus bekerja dan pekerjaan yang dipilihnya benar – benar membuat Adel takjub. Risa memanfaatkan motornya untuk menjadi seorang tukang ojek online dan dengan keahliannya Risa menjual beberapa item yang digunakan pada game online yang dia mainkan.

"Terima kasih ya Del, kamu sudah membuatku selalu merasa tenang karena memiliki sahabat seperti kamu."

avataravatar
Next chapter