Rasa-rasanya Rama nggak pengen nungguin Rian sampai siuman. Dia harus pergi dari sini. Nelpon Leon. Minta jagain. Lalu pulang ke rumah kalau Rian udah sadar kalau dia 'salah paham'. Sayangnya dia nggak bisa setega itu ternyata. Rintihan Rian membuatnya pengen jejeritan kayak orang gila. Apalagi badan lelaki itu sangat panas! Gimana kalau demamnya makin tinggi kalau nggak diurus!
Ikhlas nggak ikhlas, Rama pun pergi ke dapur untuk merebus air hangat. Ada jahe, geprek! Ada jeruk nipis, peras! Gula satu sendok atau dua sendok?! Persetan lah... Yang penting nanti Rian bisa minum air hangat 'menyehatkan'.
"Ck. Kenapa jadi begini sih? Anjir lah..." gerutu Rama. Niatan ingin meletakkan minuman itu lalu pergi jadi batal karena Rama batuk sangat keras. Dia menggigil. Kemejanya jadi basah karena keringat dan lukanya memang perlu dibersihkan.
Oh em ji! Masak Rama harus buka-buka baju dia?! Dia kan suka Rama! Nanti kalo nepsong gimana dong?
PLAK!
Selibat pikiran itu terlintas, Rama pun langsung menampar pipinya sendiri.
Gini deh, Rama! (Semisal) sebejat-bejatnya Rian, kalau dia demam parah begini mana bisa napsuin dirinya, ya kan?!
Aneh-aneh saja!
Rama pun menghempaskan nafas kasar sebelum memantabkan hati untuk mencari baju ganti untuk Rian. Dia menutup mata waktu melepasi kancing kemeja Rian satu per satu. Merasa geli. Merasa jijik, tapi juga bingung kenapa jantungnya berdebar begitu keras.
Oh ayolah! Dimana-mana semakin cepat itu makin baik! Kalau lelet begini berdebar-nya makin lama kan?!
"Shit! Shit! Shit! Aku nggak bakal nginget-inget ini lagi di masa depan!" bisik Rama pada dirinya sendiri. Dia pun mempercepat lepas-lepasnya, terutama saat akan melepaskan celana jeans ketat Rian yang berdebu.
Gila! Rama tahu dia laki-laki!! Tapi kalau melihat pemandangan seksi seperti ini, apalagi dengan otot-otot Rian yang terbentuk baik—heh! Otaknya bisa lepas kalau lama-lama ke arah sana.
PLAK!
Rama pun menampar pipinya sekali lagi sebelum mengganti baju Rian dengan yang baru. Dia menghindari bagian-bagian sensitif lelaki itu sebaik mungkin. Tapi, tapi, argh!
Kenapa lelaki ini tiba-tiba mencengkeram lengannya begitu kuat?! Anjir lah bengek! Dia bahkan mencakar juga kayak lagi takut sesuatu.
"Bella! Bella!"
DEG
Rama yang tadinya akan melepaskan tangan Rian pun tertegun. Kuku-kuku lelaki itu menggores semakin panjang dan dalam. Tak terasa. Sebab untuk ukuran lelaki gay yang mengaku cinta padanya, kenapa sekarang menyebut nama gadis?
Semudah itukah dia dilupain?
Demi apa!
"Bella... Bella..." rintih Rian lagi. Rama pun menatap wajah berkeringatnya yang tampak tersiksa. Dia bingung. Dia seperti ingin menangis, tapi tidak bisa. "Bella maafin Kakak..." katanya lagi. Rian membuka muka ke samping dan nafasnya jadi tak teratur. "Kakak suka sama cowok itu... Nggak kamu. Bukan maksud Kakak nolak. Bella, kamu harus percaya... Ugh... HOEK!!"
Percayalah. Rama tidak pernah dimuntahi siapa pun dalam seumur-umur hidupnya jadi anak gedongan. Mencium aroma menjijikkan itu, dia pun mengernyit ingin muntah seketika.
Dia lari. Dia pergi.
Toilet berlubang hitam dalam kosan jadi sasaran empuk maki-maki.
"Keparat! Keparat! Brengsek sial bau tai!"
Rama memukul-mukul dinding setelah dia melepas kemeja-nya dan membantingnya ke lantai. Dia janji, meskipun itu salah satu kemeja terfavorit, dia nggak bakal mencuci atau memakainya lagi besok-besok!
Dalam 5 menit ke depan, Rama pun mandi sebersihnya. Dia cuma butuh wangi bersih! Lupakan rasa kasihannya kepada Rian beberapa saat lalu! Dia makin benci kepada Rian kalau sudah begini! Taik kucing lah dengan semua situasi gila tadi! Penting muntahnya cepat hilang! Musnahlah kau dari muka bumi!
Rama pun menyabun seluruh tubuhnya dengan kasar sebelum keluar dari kamar mandi dengan bersih.
Dia emosi dengan dumalan tak berhenti. Dia bahkan berharap Rian mati saja sampai melihat lelaki itu muntah lagi.
Kaliini tidak isi perut saja...
Namun isi hati. Darah. Dan dia mungkin jatuh dari ranjang kalau tidak segera Rama pegangi.
"KAKAK!" jerit Rama. Dia menyentak tubuh Rian agar kembali duduk tegak di atas sana. "Bangsat! Kakak ini kenapa sih?! Kalau sakit ke dokter lah! Malah ke sini! Ngerepotin aku aja! Cih!"
Rama pun mengambil ponselnya dari laci. Segera menelpon dokter yang sejak tadi dia sendiri bingung kenapa nggak segera melakukan itu sejak Rian datang.
Rian yang baru saja duduk, malah limbung. Kening mendidih nan berkeringat membentur dadanya yang basah. Dia merintih lebih keras. Rama sampai ingin muntah dan mau masuk ke kamar mandi lagi, tapi dia sadar kali ini harus tahan diri.
"Halo dok! Bla... Bla... Bla... dan..."
Intinya malam itu Rama menghabiskan banyak uang tabungannya hanya karena mendatangkan seorang dokter. Dia memijit kening. Masih berhanduk pun menyambut sang dokter senang hati karena dinilai bisa menyelesaikannya dari siksaan batin mengurusi orang sakit.
Dia tak peduli dipandangi. (Masih telanjang) dia menjelaskan situasi Rian semua apa adanya.
Begitu dokter pulang, Rama bisa lega karena Rian sudah bisa menutup mata dengan lebih tenang karena dipasangi impus dan baru saja disuntik entah apa saja. Yang pasti Rama bisa ikut tenang, meski dia tetap mendumal karena tidur di sofa malam ini.
"Cih... Bisa-bisanya aku disukai lelaki macam begini," gerutu Rama. Dia pun menyeret selimut Rian hingga sebatas dada sebelum berjalan membawa bantalnya sendiri ke sofa.
"Rama..."
DEG
Rama pun menoleh karena dia pikir baru saja berhalusinasi. Tapi, sumpah! Kedua mata lembab air mata dan keringat itu mulai terbuka perlahan. Dia menatap Rama dengan kedipan-kedipan lemah, lalu terpejam lagi dengan suara yang Rama sendiri sulit mempercayainya.
"Maaf..."
Dan sialnya, satu kata itu bisa membuat Rama berdegup lebih kencang daripada biasanya.
BRAKH!
Sial! Janc*k!
Rama pun langsung lari ke kamar mandi lagi ketika sisi binatangnya mendadak keluar.
Dia sange! Nafsu! Dengan alasan tidak jelas dan ingin mengurut burungnya di atas toilet gelap tanpa peduli lagi besok akan hari Selasa atau Rabu!
"Ahhh!! AHHHH!"
Padahal, kalau diingat-ingat dengan otak waras, Rian bukannya laki-laki... Tapi... Tapi... Dengan perawakan yang lebih jantan darinya itu, bisa membuat Rama segila ini?!
ANJIR LAH!
Siapa gadis tercantik di kampus tahun ini! Adik kelas! Kakak kelas! Anak BEM! Ratu di seluruh jurusan!
Yang mana saja lah!
Rama berusaha memikirkan senyum-senyum mereka tapi malah mendesahkan nama sebuah lelaki.
"Kak Rian... Kak Rian... Ahhh!"
Anehnya satu kata itu sangat ajaib, dia seperti baru saja mengucap mantra hingga melepaskan semua tegangan dalam dirinya saat menjeritkan nama itu di dalam kamar mandi yang menggaung.
"AHHHHHH!"
HEI, LEON BANGSAT!
PULANG KAU CEPAT BESOK PAGI!
DAN JELASKAN!
KENAPA RAMA BISA BEGINI KEPADA LELAKI YANG DIA BENCI?!