webnovel

Hard at The Beginning

Sejak pulang dari kafe OWR, Dirga tampak lesu dan tak bersemangat. Biasanya, Dirga sangat suka menjahili teman-temannya. Tapi, hari ini ia sangat berbeda. Teman-temannya dibuat bingung olehnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi padanya, semua temannya mengkhawatirkannya.

"Hey bro! Lu kenapa dah? Lesu amat... " ujar Satria sambil merangkul bahu Dirga.

"Enggak kenapa-napa kok gua... cuma urusan kecil..." jawab Dirga dengan senyum tipis. Satria menghela nafas pendek.

"Okeehh... Jangan lupa kalo lu ada masalah masih ada gua oke? " ucap Satria sambil menepuk-nepuk pundak Dirga. Dirga mengangguk-angguk membalas ucapan temannya itu.

"Ya udah... gue cabut ke kantin dulu... lo mau nitip ga? "

"Roti aja dah, terserah lu berapa..." ucap Dirga sekenanya. Satria bergegas ke kantin.

Begitu Satria menghilang dari pandangan, Emma mendekat ke meja Dirga.

"Dir... ini dari Kak Tana kemarin. Gua lupa ngasih ke lo.. " Emma menyodorkan sebuah kotak persegi berukuran 8x8. Dirga pun menerimanya.

"Lo ga kepikiran tentang yang kemarin Em? "tanya Dirga penasaran. Emma terdiam sejenak.

"Ga mungkin gue ga kepikiran Dir... tapi kedepannya, kita bakal menghadapi itu semua... mau kita terima atau enggak tentang ini, ga akan ada yang beda... " ucap Emma. Wajahnya datar seperti biasa. Seakan-akan ia tak punya emosi dalam hatinya. Tapi, manusia tetaplah manusia. Dibalik wajahnya yang dingin, pasti banyak hal yang tersembunyi disana.

Dirga tersenyum pada Emma.

"Thanks Em... " ucapnya. Emma balas tersenyum tipis.

"Sama-sama... " kemudian ia kembali ke tempat duduknya.

Sepulang sekolah Dirga segera pulang ke rumahnya. Ia tak sabar membuka kotak persegi berbahan perunggu itu. Dibukanya kotak itu, dan ia mendapati sebuah cincin perak dengan ukiran sederhana namun elegan. Ia segera memakainya. Begitu ia memakainya, sebuah layar hologram muncul. Di layar tersebut tertulis bagaimana cara menggunakan cincin tersebut. Cincin itu adalah alat teleportasi menuju ruang rahasia kafe OWR. Mulai saat ini ia tak lagi harus pergi ke kafe OWR untuk pergi kesana. Dimanapun ia berada, saat ia mendapat panggilan ia bisa segera berpindah. Alat itu juga merupakan alat komunikasi khusus sesama mereka. Masih banyak lagi kegunaan dari Cincin tersebut. Lebih tepatnya, Cincin ini seperti sistem dalam game.

19:25

"Yah, Bun... Dirga udahan ya... " ucapnya setelah menghabiskan makan malamnya. Ayah dan Bunda mengiyakan dan membiarkannya kembali ke kamar. Setibanya dikamar, Dirga segera mengaktifkan sistem teleportasi dari cincin tersebut. Dalam sekejap, tubuhnya telah berpindah ke tempat yang ia tuju. Ruang rahasia kafe OWR. Atau, Markas OWR.

"Hi newbie... " sapa Albert, ketua dari Tim Mata-mata. Tim yang bertugas memata-matai dan memantau musuh.

"Hai Albert... How's your day? " tanya Dirga basa-basi. Albert mengerlingkan sebelah matanya dan tersenyum lebar.

"All Goods... HAHA... " Dirga tersenyum tipis. Matanya menangkap sosok Emma yang sudah bergabung dengan Tim Strategi. Tim yang berisikan orang-orang pintar. Mereka bertanggung jawab untuk membuat strategi melawan musuh yang memburu mereka. Mereka juga yang akan mengawasi langsung berlangsungnya rencana mereka. Dirga segera bergabung dengan timnya. Tim Garda Depan. Tim yang akan melakukan penyerangan dan melaksanakan semua rencana.

"Hi Dirga... "Sapa beberapa anggota timnya. Dirga membalas mereka dengan senyuman.

Hari ini adalah hari pertama pelatihannya. Semua anggota OWR memiliki kewajiban untuk berlatih militer dan mereka dilatih di markas mereka tersebut. Ada juga saat untuk melatih kekuatan magis yang terbangun begitu mereka diberikan mimpi masa lalu mereka. Mereka menyebut mimpi tersebut dengan sebutan, The Call. Mimpi yang memanggil diri mereka yang sebenarnya. Begitulah kira-kira maksud dari makna sebutan itu. Seperti Dirga yang memanggil kekuatan Space dan Shadownya.

Hari ini, ia berlatih bela diri dan menembak. Meski mereka memiliki kekuatan, tapi terkadang ada saat dimana mereka harus menggunakan senjata. Yaitu ketika energi mana dalam tubuh mereka telah berada dalam limit yang membuat mereka tidak bisa menggunakan kekuatan mereka lagi.

Dirga tampak kesulitan ketika berlatih bela diri. Ia pernah mengikuti kursus taekwondo, namun ternyata ia tak cukup kuat untuk melawan instruktur OWR. Begitu pula saat latihan menembak. Ia berkali-kali meleset dari papan sasaran. Bahkan menyentuh pinggirannya saja pun tidak.

Begitu sekesai berlatih, Dirga segera beristirahat sembari meminum minuman yang disediakan.

"How about your first day?" tanya Peter yang tiba-tiba duduk di sampingnya. Dirga tersenyum kecut.

"So exhausting..." ucapnya jujur. Peter tertawa kecil.

"Oh Maannn! kamu terlalu jujur! " ucap Peter dengan bahasa indonesia yang berlogat barat. Dirga hanya mengedikkan bahunya tak peduli.

"Just put on the line... " balasnya lagi. Kemudian mereka tertawa bersamaan. Dirga merasa itu bukanlah hal yang buruk. Meskipun tugas mereka berat, tapi ia merasa beruntung bahwa semua orang bersikap sangat baik. Sepertinya ia bisa mengatasi semua ini. Dirga tersenyum lagi. Kini beban dalam hatinya terasa terangkat. Ia merasa cukup lega begitu hatinya mulai menerima keadaan saat ini.