webnovel

Buram

Beberapa minggu ini Dirga dan Emma tampak lebih sibuk dari biasanya. Mereka terus belajar agar dapat memenangkan olimpiade yang akan membawa mereka ke Amerika.

Dari olimpiade antar sekolah di seluruh kota, kemudian olimpiade antar kota, dilanjutkan olimpiade nasional. Akhirnya mereka menjadi perwakilan Indonesia seperti yang di harapkan. Terdapat spanduk dan poster-poster terpasang di sekolah hingga seluruh kota. Foto mereka berlima terpampang di setiap spanduk dan poster. Hingga akhirnya mereka terbang menuju Washington.

"Ada berita baru?" tanya Dirga pada Emma yang uduk disebelahnya. Emma mengangguk. Ia menunjukkan sebuah buku catatan kepada Dirga. Dirga pun mengambilnya dan membukanya. Di dalam buku catatan tersebut, tercatat hasil penyelidikan mereka berdua dan beberapa spekulasi-spekulasi.

"Kata Albert, markas mereka ada di Amerika... " bisik Emma.

"Benarkah? ini cukup berbahaya... " ucap Dirga enteng. Emma yang menatapnya hanya menghela nafas kasar.

"Enteng banget lo ngomongnya Dir... Kita bisa mati kalo ketahuan!" ucap Emma dengan suara kecil tapi dengan nada agak mengancam. Dirga hanya memberikan senyuman tak bersalah.

"Gue takut mati kok... tapi kalo mereka masih ada, gua jadi merasa terancam terus... " jelas Dirga. Emma mengangguk-angguk tanda mengerti.

"Kita ga tau mereka punya data anggota kita atau enggak... setidaknya kita tau ciri-ciri mereka... huff! " lagi-lagi Emma menghela nafas.

"Lo keliatan stres... " ucap Dirga asal.

"Emang stres Dir! Lo ga bisa liat nih mata gua udah kaya mata panda?! " seru Emma dengan suara kecil. Ia tampak kesal dengan sikap Dirga.

"Biasanya lo tenang menghadapi hal kaya gini Em... " ucap Dirga kemudian. Emma terdiam.

"Iya... ga biasanya gue kaya gini... gue kayaknya terlalu berlebihan... " ucap Emma kemudian. Dirga tersenyum tipis.

"Lo tidur aja... puas-puasin istirahat selama kita masih terbang... Gue mau baca ini dulu..." lanjut Dirga. Emma mengangguk pasrah. Ia pun memosisikan tubuhnya agar nyaman saat tidur. Sedangkan Dirga kembali membuka buku catatan Emma. Ia membaca dengan teliti dari awal hingga akhir. Tangannya yang sedari tadi sibuk membolak-balikkan lembaran demi lembaran buku itu terhenti begitu matanya menangkap sebuah nama. HADES. Nama itu terasa familiar. Ia sangat jelas mengingat nama itu ada di mimpinya yang artinya, dirinya yang dulu sudah pernah bertemu dengan orang itu. Hades, Dirga sangat yakin nama itu adalah nama salah satu anggota The Hunter. The Hunter, manusia yang tampak sempurna namun memiliki tanda yang jelas. Mereka sepertinya dilahirkan untuk menyerang The Witch yang tak lain adalah orang-orang yang terus menerus di reinkarnasi. Entah bagaimana mereka terus menerus bereinkarnasi. Tidak ada yang berusaha untuk mempertanyakan hal itu.

"Hades...? Who are you?" bisik Dirga pelan.

"Hmm? " tiba-tiba sebuah suara yang seakan mempertanyakan apa yang Dirga katakan terdengar. Dirga menoleh dan mendapati Emma yang tampaknya melindur. Dia... sepertinya benar-benar kecapekan..., batin Dirga. Dirga menutup buku tersebut dan memasukkannya ke dalam tas selempang miliknya. Setelah itu ia memilih untuk mendengarkan musik ballad dan tidur.

Begitu tiba di bandara, mereka dijemput oleh pihak penyelenggara olimpiade dan di antar ke hotel tempat para peserta menginap selama olimpiade. Pak Cahya yang mendampingi mereka membagi kamar. Karena jumlah mereka ganjil, maka Dirga mendapat kamar sendiri setelah mereka melakukan suit.

"Em! " panggil Dirga ketika Emma hendak memasuki kamarnya. Emma berhenti dan menoleh ke arahnya.

"Karena gue sendiri, kita bisa lanjut ngobrolin yang tadi di kamar gue... gimana? " tawar Dirga tanpa pikir panjang. Emma terdiam sejenak.

"Di kamar lo?" tanya Emma tak yakin. Dirga mengangguk. Melihat Emma yang tampak ragu itu, Dirga jadi merasa serba salah.

"Eh.. gua ga ada maksud apa-apa beneran! " ucap Dirga gelagapan. Melihat Dirga yang seperti itu membuat Emma tertawa. Menurutnya Dirga sangat menggemaskan bertingkah seperti itu.

"Iya-iya gue tau kok... oke deh, terserah lo aja... takutnya kalo di luar ada hal yang ga terduga juga, gue ga mau ambil resiko..." ucap Emma kemudian. Dirga tersenyum lembut.

"Oke..." Mereka pun masuk ke dalam kamar masing-masing.

Emma masuk ke dalam kamarnya dan segera menata barangnya. Rina yang menjadi teman sekamarnya tampaknya sudah selesai menata semuanya. Dia sudah duduk santai di atas kasur dengan hp di tangannya.

"Lo ada hubungan ya sama Dirga? " tanya Rina begitu Emma masuk. Mereka lumayan dekat karena selama olimpiade, mereka sering belajar bersama. Emma tertawa kecil.

"Enggak kok, kita cuma temenan aja..." jawab Emma.

"Hmm... tapi keliatannya kedekatan kalian itu... kerasa beda..." ucap Rina.

"Beda gimana maksud lo? " tanya Emma sambil menata barang-barangnya.

"Yah... bukan temenan biasa gitu... Like... there's something special..." ucap Rina.

"More than a friend... maybe... " lanjutnya. Emma terdiam sejenak.

"Yah... sebenernya kita dekat juga bukan karena hal biasa sih... kita cuma, teman yang dekat karena mengalami hal yang sama... you know that right? " jelas Emma kemudian. Kini Rina tampak mengerti dengan penjelasan dari Emma. Meski ia pastinya tidak tahu apa hal uang mereka alami, tapi banyak orang yang dekat dengan cara yang mirip.

"Aahhh i get it... But, gue rasa... Kalian ada rasa lebih dari temen.. ya kan? " Rina mulai menggoda Emma. Emma tampaknya terkejut dan juga agak tersipu dengan godaan Rina. Namun beruntungnya ia membelakangi Rina, jadi dia tak bisa melihatnya.

"Heyy! urusin aja masalah pacar lo itu... ga usah ngurusin perasaan orang! " ucap Emma.

"Aww! Big Shoot! Lo benar-benar dingin.... Tapi gue jadi tau perasaan lo hehe... Yahh... semoga lancar deh kalian berdua, gue ga ikut campur lagi! pacar gue aja susah di urus... " balas Rina dengan ekspresi terluka yang di buat-buat.

"Oh ya Rin, gue ada urusan sebentar ya... "

"Okay... good luck bestie... "

Emma membuka hpnya dan mengechat Dirga.

[ Gue udah di depan ] beberapa saat kemudian pintu terbuka. Tanpak Dirga yang telah mengganti pakaiannya dengan kaos hitam polos dan celana pendek warna abu.

"Masuk aja... " ucap Dirga. Emma pun masuk.

"gue ga pernah liat lo pake celana pendek Dir... " celetuk Emma setelah masuk.

"Iya emang ga pernah make gua kalo keluar... gue makenya di rumah aja. Nanti belang kaki gua, ogah... " ucap Dirga. Ia tampak mengambil tas selempang miliknya yang ada di atas nakas dan merogoh-rogoh isinya. Emma tau kalau Dirga adalah orang yang cukup memperhatikan penampilan, tapi ia tidak tau kalau Dirga seserius itu tentang penampilannya. Dirga mengembalikan buku catatan milik Emma padanya.

"Hades... " ucap Dirga tiba-tiba. Emma mengernyit tak mengerti.

"Apa maksud lo?" tanya Emma.

"Nama yang lo tulis di buku itu... Hades... lo yang nulis masa ga inget?" ledek Dirga. Emma masih tak paham.

"Gue ga pernah denger nama itu dan ga pernah nulis nama itu Dir.." ucap Emma yakin. Dirga mengambil buku itu dari tangan Emma dan membuka halaman bertuliskan nama itu. Dirga memgarahkan halaman itu di hadapan wajah Emma.

"Nih, masih ngelak?" ucap Dirga. Emma terkejut melihat tulisan yang asing baginya.

"Ini bukan tulisan gue Dir... " mendegar ucapa Emma, Dirga kembali melihat tulisan itu. Memang tulisan itu ternyata berbeda dengan tulisan Emma yang cenderung rapi. Sedangkan tulisan itu ditulis dengan asal. Emma orang yang cukup perfectionis, tak mungkin Emma menulis dengan asal.

"Terus... siapa yang nulis ini? " tanya Dirga pada Emma. Emma berpikir sejenak.

"Kayanya gue pernah ga sengaja ninggalin catatan ini waktu ke kafe OWR sama Rina... tapi waktu gue balik lagi, buku itu masih ditenpatnya... cuma.... aneh... kayaknya ada yang buka buku itu selain kita Dir! " Emma tampak panik. Siapa yang tidak panik jika dihadapkan dengan hal itu? Bisa saja orang yang membuka buku itu adalah orang yang akan membunuh mereka.

"Tenang dulu Em... gue ngerasa familiar sama nama itu... tapi gue ga yakin karena mimpi tentang dia cuma sedikit dan gua ga pernah liat wajahnya... yang jelas... Hades ini laki-laki...." Emma mengernyit mendengar penjelasan Dirga.

"Jadi... di hidup lo dulu, lo pernah ketemu hades... gitu? " Dirga mengangguk.

"Cuma, gue ga yakin dia itu siapa... The Hunter atau The Witch... tapi, entah kenapa gue ga merasa kalo dia keduanya... dia... bisa jadi seseorang yang lebih kuat dari kita..." jelas Dirga. Emma tampak bingung. Segalanya kembali menjadi buram. Mereka tidak tahu kenyataan yang sesungguhnya. Mereka masih jauh dari tujuan mereka. Mereka seperti... mengulang semuanya dari awal lagi.