webnovel

Oh Baby (Romance)

#First_story_of_D'allesandro_klan "Kita harus bermimpi, namun tidak untuk hidup dalam mimpi" Sophia Alberta (18th) bekerja banting tulang untuk mencukupi kehidupannya semenjak ayah dan ibunya meninggal. Bukan hanya itu, Sophia juga kerap merasakan takut jika berdekatan dengan Gunner Anthony. Seorang mafia yang terobsesi dengannya. Hidup Sophia semakin susah saat seorang pemilik hotel tempat ia bekerja memperkosanya hingga hamil. Hingga suatu hari pria itu datang pada Sophia dan menawarkan pernikahan padanya. Bayi yang dikandung Sophia menjadi alasannya. Akankah pernikahan itu berjalan dengan bahagia seperti yang Sophia impikan ?? Menjadi istri dari seorang Edmund D'allesandro sang penguasa dunia bisnis ?? Sementara disisi lain ada pria yang sudah menjamin segalanya untuk Sophia, termasuk hatinya. Gunner Anthony, mafia pelindung Sophia.

Alianna_Zeena · Urban
Not enough ratings
59 Chs

Bab 23

Vote sebelum membaca😘😘

.

.

"Bagaimana hasilnya?"

Perempuan itu membalikkan badan saat mendengar suara Clara.

"Cukup baik," ucap Sophia kembali memasukan barang-barangnya ke dalam dus. "Bagaimana denganmu, Clara?"

"Tidak begitu baik, klien yang aku temui itu sangat cerewet. Dia membuatku melewatkan makan siang," ucap Clara duduk di kursi milik Sophia.

"Tapi, Sophie, kenapa kau mengemasi barang-barangmu?"

"Ini waktunya jam pulang."

"Aku tahu, tapi kau membereskan barang-barangmu seolah akan berhenti bekerja." Clara menyangga dagunya dengan tangan.

"Aku memang berhenti bekerja dari sini."

"Apa?!"

Teriakan Clara membuat Sophia terkejut, dia menatap Clara yang ada di belakangnya.

"Kenapa kau berteriak?"

"Apa kau sungguh-sungguh berhenti bekerja?"

Sophia mengangguk.

"Tapi kenapa?"

"Aku pindah bekerja di tempat yang lebih dekat dengan apartemen," ucap Sophia kembali meembereskan barang-barangnya.

"Kau baru bekerja selama tiga hari, Sophie."

Bibir Sophia berdecak. "Aku tahu, tidak perlu diingatkan."

Setelah semuanya selesai, Sophia memberi pelukan pada Clara.

"Lain kali kita harus menonton bersama, Sophie."

Sophia hanya mengangguk kemudian keluar dari gedung itu sambil membawa barang-barangnya. Tidak ada satu pun yang tahu kalau Sophia hamil, mereka hanya tahu kalau Sophia sudah menikah.

Saat Sophia sedang berjalan, tiba-tiba sebuah mobil Ferarri hitam berhenti di sampingnya. Kaca mobil itu turun dan memperlihatkan seorang pria berkacamata hitam.

"Masuklah," ucap Edmund membuka kunci pintu mobil.

Sophia menurut, dia masuk ke dalam mobil dan menyimpan kardus yang berisi barang-barangnya di bangku belakang.

"Kau terlambat," ucap Sophia memakai sabuk pengamannya.

"Kau yang pulang terlalu awal," sergah Edmund melajukan mobil.

Diam-diam, Edmund melirik Sophia yang sibuk dengan tasnya. Wajah istrinya itu terlihat panik.

"Apa yang kau cari?"

Sophia tidak menjawab, dia mengaluarkan isi tasnya. "Ini dia!" Dia mengangkat dua tiket bioskop.

"Tiket bioskop?"

Sophia mengangguk. "Ya, Clara yang membelinya. Ayo kita menonton, Ed," ucapnya menatap Edmud.

"Sekarang?" Edmund memastikan, sebenarnya dia masih punya pekerjaan.

"Ya, sekarang. Kau bisa menemaniku, 'kan?"

Melihat wajah istrinya yang terlihat berharap membuat Edmund tidak tega. Dia akhirnya mengangguk. Perempuan itu tersenyum, memasukan kembali barang-barangnya ke dalam tas.

Edmund menghubungi sekretarisnya untuk membatalkan rapat yang diadakan sore ini. Dia sengaja menggunakan bahasa Spanyol ketika menelepon, Edmund tidak ingin Sophia mendengar bahwa sebenarnya dia masih memiliki banyak pekerjaan.

Sesampainya di bioskop yang Sophia maksud, Edmund melangkah mengikuti ke mana pun istrinya melangkah. Ketika membeli popcorn, dia mengikuti dari belakang. Edmund merangkul bahu Sophia saat mereka berdesakan dengan orang lain.

Tiga puluh menit berlalu, yang Edmund lakukan hanya memakan popcorn sambil menatap malas film yang sedang diputar. Dia heran kenapa Sophia menyukai film sejenis ini.

"Kapan filmnya akan selesai?" Edmund berbisik di telinga Sophia.

"Jika sudah tamat," bisik Sophia tanpa menatap Edmund, membuat pria itu mencebik kesal.

Sejak awal Edmund tidak nyaman dengan keadaan seperti ini. Berdesakan dan duduk dengan orang yang tidak dikenal.

Dengan tangan yang menyangga dagu, mata Edmund menatap layar yang memutar film manusia laba-laba yang bergelantungan seperti monyet.

Setidaknya agar terlihat keren, manusia laba-laba itu harus memakai tuxedo untuk menyelamatkan kota, bukannya kostum karet yang ketat. Apalagi di bagian mata terdapat kaca mata hitam, membuatnya terlihat seperti orang buta terperangkap dalam kostum karet. Itu yang Edmund pikirkan.

Sudah cukup lama Edmund menahan rasa lapar, dia tidak bisa mengajak Sophia pulang saat melihat wajah perempuan itu berbinar ketika menonton film. Lama-lama rasa lapar Edmund berubah menjadi rasa kantuk. Dia menguap cukup lebar, membuat Sophia menatap suaminya.

"Tutup mulutmu jika menguap, Ed."

Tiba-tiba Sophia menutup mulutnya menahan muntah. Dia berdiri dan berjalan melewati orang-orang yang sedang menonton. Sophia berlari keluar studio dengan Edmund yang mengikutinya dari belakang.

Edmund berlari menyusul Sophia ke toilet perempuan. Dia menunggu istrinya di luar dengan tidak sabaran. Edmund ingin masuk ke dalam, tetapi tatapan yang dilemparkan padanya membuatnya mengurungkan niat.

Menit terus berlalu, Edmund semakin khawatir. Akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke dalam tanpa peduli reaksi orang lain. Namun, baru juga Edmund masuk, istrinya sudah keluar lebih dulu. Dia menutup mulutnya dengan wajah yang pucat.

"Apa kau baik-baik saja?" Edmund menangkup kedua pipi Sophia.

Perempuan itu mengangguk dan melepaskan tangan Edmund. "Ayo kita pergi." Dia menarik tangan Edmund dan berjalan menuju parkiran.

"Lihat kan, kau akan kelelahan jika bekerja." Edmund menggerutu kesal.

"Aku muntah bukan karena itu, Ed."

"Lalu apa?"

"Seseorang kentut," ucap Sophia membuat Edmund menghentikan langkahnya kemudian tertawa.

"Kau orangnya, kan?" Tangan Sophia menujuk wajah Edmund.

"Bukan, itu pasti seseorang di depan kita." Edmund menyingkirkan tangan Sophia dari depan wajahnya kemudian kembali melangkah.

"Baunya sangat busuk bahkan aku masih bisa menciumnya sampai sekarang." Perkataan Sophia membuat Edmund harus menahan tawa sekuat tenaga, dia tidak ingin istrinya kembali menuduhnya.

***

Mobil yang Edmund bawa berhenti di salah satu restoran. Kening Sophia berkerut, dia menoleh pada suaminya yang sudah mematikan mesin.

"Kenapa kita berhenti di sini?"

"Kita perlu makan malam, Sophie." Edmund membuka sabuk pengaman istrinya.

"Tapi ini masih sore, dan lagi aku belum lapar."

"Tapi aku yang lapar, Sayang," ucap Edmund penuh penekanan. Dia keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Sophia.

Tidak ada lagi perkataan yang keluar dari mulut Sophia. Dia terlalu malu setelah mendengar kata 'sayang' yang keluar dari mulut suaminya. Selain itu, pipinya juga memanas saat Edmund memeluk pinggangnya saat memasuki restoran.

ketika Edmund menawarkan makanan, Sophia menolak. Dia hanya diam menemani suaminya yang lapar.

Edmund makan dengan lahap. Dia terlihat sangat lapar dan menghabiskan makanan dalam hitungan menit. Sophia yang hanya memesan minuman hanya bisa menelan air liur saat melihat suaminya makan. Suaminya terlihat sangat menikmati makanannya.

Tiba-tiba saja rasa lapar melanda Sophia, matanya tidak beranjak dari piring yang berisi mozarella steak dengan wortel kukus di sekitarnya.

"Ed?"

"Ya?" Edmund berhenti mengunyah dan menatap istrinya.

"Aku ingin itu," ucap Sophia menunjuk piring Edmund.

"Ini." Edmund mengangkat piring yang berisi mozarella steak yang hampir habis.

Sophia mengangguk.

Saat Edmund hendak mengangkat tangan untuk memanggil pelayan, Sophia menahan tangan suaminya.

"Aku ingin steak yang sedang kau makan," ucapnya dengan pelan.

"Tapi ini hampir habis, Sophie."

"Tidak apa-apa, bolehkah aku mengambilnya?"

Edmund terdiam sesaat hingga akhirnya dia mengangguk dan menggeser piring itu ke depan istrinya.

"Terima kasih, Ed," ucap Sophia memakan steak itu dengan lahap. Hanya dalam hitungan detik, Sophia sudah memakannya sampai habis.

"Masih ingin lagi?"

Sophia menggeleng. "Tidak, aku sudah kenyang," ucapnya lalu minum.

"Kau selalu minum vitaminmu kan, Sophia?"

Perempuan itu mengangguk. "Aku meminumnya dengan rutin." Sophia menggeser kembali piring kosong ke hadapan Edmund. "Kita pulang sekarang?"

Edmund mengangguk, dia membayar terlebih dahulu sebelum melangkah untuk menyusul Sophia yang sudah menunggu dalam mobil. Namun, langkah Edmund terhenti sebelum memasuki parkiran, dia mendapat panggilan dari Sergío.

Edmund mengangkat teleponnya di sana. Dia berbicara dengan ayahnya cukup lama. Setelah lima belas menit berlalu, baru Edmund menutup teleponnya. Dia kembali melangkah lalu masuk ke dalam mobil. Pria itu tersenyum ketika melihat istrinya tertidur dengan kepala yang bersandar pada kaca mobil. Edmund membenarkan tidur Sophia, menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah istrinya dan memasangkan sabuk pengaman.

Bulu mata lentik itu terpejam, hidungnya mancung dengan bibir yang tebal. Warna kulit Sophia tidak putih, tetapi cokelat eksotis. Tiba-tiba saja Edmund merasakan sesuatu yang aneh. Rasa itu mendorongnya untuk mencium bibir Sophia. Ketika Edmund mendekatkan wajah, Sophia bergerak dan memalingkan wajah. Edmund terkekeh, dia mengusap wajahnya kasar mengingat apa yang dilakukannya barusan. Edmund menyalakan mesin mobil kemudian melajukannya pelan agar tidur istrinya tidak terganggu.

---

Ig : @alzena2108