webnovel

Bermalam Di Gua

Malam hari telah tiba. Keadaan hutan terlarang yang gelap semakin gelap dan atmosfer yang sejak awal terasa menakutkan kini menjadi semakin menakutkan. Di dalam sebuah gua kecil Odette dan Rion sedang duduk menghadap ke arah sebuah api unggun.

Anwen benar-benar telah menyiapkan semua keperluan dengan sangat baik saat di Kota Vibes. Gadis muda itu menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang petualang sejati. Odette sangat bersyukur dia tidak membuang tas itu saat dikejar oleh chimera.

Jika dia membuangnya, entah apa yang akan terjadi kepadanya saat ini. Dia pasti sudah kelaparan, kehausan, kedinginan dan mati.

Lalu selain tas, ada satu hal lagi yang dia syukuri. Dia melihat Rion yang duduk di seberang api unggun sambil memakan roti dengan tenang. Cahaya keemasan dari api unggun membuat wajah tampan pria itu semakin bersinar.

'Dia makan dengan sangat elegan,' Odette bergumam di dalam hatinya saat memperhatikan Rion menggigit roti dalam ukuran kecil lalu mengunyahnya dengan perlahan dan sangat tenang.

Rion yang menyadari dirinya sedang diperhatikan lalu bertanya, "Ada apa?"

Matanya memandang lurus ke arah Odette.

"Huh?" Odette sedikit terkejut, dia tidak sadar kapan dia mulai melamun saat memperhatikan Rion. Apakah dia baru saja terpesona dengan pria itu?

"Ti-tidak ada apa-apa." Odette tersenyum simpul. Untuk tiga detik mereka kembali duduk dalam keheningan sampai akhirnya Rion membuka suara.

"Soal yang kau katakan tadi apa itu benar? Apa Anwen benar-benar mengatakan itu?" tanyanya. Kata-kata Odette beberapa waktu lalu tentang Anwen benar-benar membuatnya kepikiran.

Sementara itu Odette bisa melihat sisi seorang kakak yang menyayangi adiknya di dalam diri Rion saat ini. Walau pria itu sedikit menjengkelkan tetapi sepertinya dia tidak seburuk yang ia pikirkan.

Mungkin kejadian di lereng itu memang tidak disengaja karena jika dia benar-benar seorang pria brengsek maka riwayat Odette sebagai perawan sudah tamat sejak tadi. Jadi mungkin mulai sekarang dia harus berhenti menyebutnya pria brengsek.

"Um." Odette mengangguk. "Dia terlihat sangat merindukanmu dan aku lihat kau juga begitu. Aku rasa kalian perlu bicara."

Rion memejamkan mata sesaat lalu berdiri.

"Kau mau ke mana?" tanya Odette saat Rion berbalik dan terlihat ingin pergi.

"Aku akan berjaga di luar, kau tidur saja." ucap Rion

Odette berdiri. "Baiklah, aku akan tidur lebih dulu dan nanti saat kau lelah aku akan menggantikanmu."

"Tidak perlu," kata Rion berbalik dan melangkah keluar.

Untuk beberapa detik Odette bergeming menatap punggung pria itu sehingga sosoknya keluar dari gua dan duduk di atas rumput yang berada di luar sana.

Malam semakin larut., Odette sama sekali tidak bisa tidur. Suara-suara dari makhluk-makhluk penghuni hutan terlarang sangat meresahkan. Lolongan, raungan, bahkan suara yang terdengar seperti wanita tertawa dan menangis silih berganti terdengar dari berbagai penjuru. Sesekali tanah di bawah bergetar yang mungkin disebabkan oleh pertarungan monster-monster besar seperti ular raksasa yang mereka lihat tadi.

Siapa pun tidak akan bisa tidur dalam keadaan seperti ini.

Odette akhirnya memutuskan untuk bangun dan menghampiri Rion yang duduk di luar gua. Kedua matanya terbuka dan mengawasi keadaan di sekitar dengan cermat.

"Rion." Odette duduk bersebelahan dengan Rion.

"Kenapa kau tidak tidur?"

"Huffh, siapa yang bisa tidur dalam keadaan seperti ini. Bagaimana denganmu? Apa kau tidak mengantuk? Sejak tadi kau duduk di sini. Kau bisa masuk ke gua dan berbaring, sementara itu aku akan berjaga."

"Aku tidak bisa mempercayakan nyawaku kepadamu," ucap Rion datar yang membuat Odette tersinggung.

“'Apa maksudmu? Apa kau ingin mengatakan kalau aku tidak bisa diandalkan?" Odette berucap sebal.

Rion menjawabnya dengan satu anggukan. "Um."

"Kau … humph!" Odette menatap Rion dengan pandangan yang menukik sebelum akhirnya dia memalingkan wajah dari Rion dengan sebal.

Namun tidak lama kemudian ekspresinya berubah drastis saat dia secara kebetulan melihat semak-semak yang berada di depan sana bergerak-gerak.

Odette baru ingin memberi tahu Rion tentang hal itu, tetapi pria itu sudah berdiri terlebih dahulu dan sedang berjalan menuju semak tersebut.

"Rion hati-hati," ucap Odette lirih ketika Rion mulai memeriksa semak tersebut dan mereka sedikit terkejut saat mendapati seekor burung kecil berwarna merah sedang terkapar dengan sayap yang sesekali terkepak.

"Kasihan sekali." Odette menatap iba saat Rion mengangkat burung itu dan mereka melihat keadaan burung itu dari dekat. Kondisinya sangat lemah, dia bahkan tidak bisa mengangkat kepalanya.

"Apa dia terluka?" Odette mengangkat sayapnya dan berusaha mencari tahu apakah burung itu terluka atau tidak namun dia tidak menemukan luka apa pun.

Odette masih berusaha mencari tahu alasan kenapa burung merah yang berada di tangan Rion saat ini sangat lemah. Dia terheran-heran saat tidak menemukan luka apa pun sampai akhirnya dia melihat busa di paruh burung tersebut.

"Dia keracunan," kata Rion dan Odette mengangguk setuju.

"Kita harus menolongnya, Anwen juga membawa penawar racun di tas, semoga itu bisa menolongnya," kata Odette lalu berjalan menuju gua dan Rion mengikutinya.

Di dalam gua, mereka bekerja sama untuk membuat burung merah tersebut meminum penawar yang ada di botol. Karena burung tersebut tidak mau membuka paruhnya, Rion dengan terpaksa membuka paruh burung itu dengan paksa.

"Cepat masukkan," kata Rion.

Sang burung berusaha memberontak dan melepaskan diri tetapi dia tidak berdaya.

"Hey, tenanglah. Kami tidak bermaksud jahat, kami hanya ingin menolongmu," ucap Odette sambil tersenyum hangat.

Mata merah burung tersebut menatap lekat wajah Odette yang tersenyum kepadanya lalu dia mulai berhenti memberontak dan bersikap tenang.

"Aku harap ini bisa bekerja dengan baik dan dia bisa tertolong," kata Odette sesaat setelah memberikan penawar tersebut.

Rion melepaskan tangannya dari paruh burung tersebut dan mencoba membuat burung itu berdiri. Namun burung itu masih sangat lemah sehingga dia berdiri dengan sempoyongan hingga akhirnya dia kembali jatuh.

Odette merasa khawatir. Dia mengangkat burung tersebut di tangannya dan merasakan tubuh kecil itu gemetar.

"Bertahanlah, jangan menyerah. Kau burung yang kuat," katanya tersenyum. Mata burung itu kembali memandang lekat. Refleksi dari wajah Odette yang tersenyum terlihat jelas dari mata merah itu.

"Ayo aku akan menghangatkanmu," kata Odette lalu meletakkan si burung di dekat api unggun yang menyala redup.

Ia lalu mulai mengelus-elus si burung sambil bersenandung kecil, seolah sedang berusaha membuat burung itu tenang dan meyakinkankan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Dulu, saat Odette sakit, ibunya selalu mengelus kepala Odette sambil bersenandung kecil dan itu membuat Odette merasa sangat tenang.

Sementara itu tanpa disadari Odette, Rion diam-diam memperhatikan. Kedua matanya memandang bergantian tangan Odette yang sedang mengelus kepala sang burung dan wajah Odette yang sedang bersenandung lalu tiba-tiba ….

"Mama." kata itu terucap begitu saja dari bibirnya.

"Huh?" Odette tertegun dan sedikit terkejut saat mendengar kata yang baru saja diucapkan oleh Rion. Dia menoleh ke arah pria itu dan menatap bingung dengan alis tertekuk.

Next chapter