25 Mencari Sang Raja

Matahari mulai terbenam, langit biru yang terbentang luas secara perlahan tergusur oleh kegelapan, membuat keadaan Hutan Randle yang gelap semakin bertambah gelap.

"Awalnya aku tidak bisa mempercayai semua ini. Aku terjatuh ke sebuah sungai di sebuah perkebunan dan aku sadar di tepi sungai di sebuah hutan." Odette menghembuskan napas lelah. "Ini seperti sebuah mimpi buruk."

"Oh," ucap Rion membuat Odette seketika menoleh menatapnya.

"Hanya oh?" Odette mengerutkan dahinya, menatap wajah datar di sebelahnya. Sebenarnya pria itu mengerti atau tidak sih apa yang Odette katakan. Kenapa reaksinya datar sekali?

"Aku bilang aku berasal dari abad dua puluh dua," Odette mengulang ucapannya beberapa menit lalu namun Rion kembali memberikan reaksi yang tidak Odette harapkan.

"Lalu?" wajah Rion masih terlihat datar.

"KAGET SEDIKIT DONG!" teriak Odette di dalam benaknya. Ia kemudian menghembuskan napas kasar untuk meredam kekesalannya serta menetralkan ekspresinya. Ia melanjutkan, "Aathreya adalah harapanku untuk pulang tetapi kalau seperti ini … aku merasa tidak akan pernah bisa pulang.”

Kedua mata Odette menatap ke bawah, melihat beberapa helai daun yang ada di hadapan kakinya lau dia mulai berpikir tentang Mia. Bagaimana keadaan gadis itu sekarang? Keadaan mental gadis itu masih sangat tidak stabil, bagaimana jika gadis itu berpikir bahwa Odette meninggalkannya?

Dengan susah payah Odette meyakinkan Mia bahwa dia tidak sendirian bahkan Odette berjanji akan mendampinginya sampai dia bisa mendapatkan hak asuh putranya dan menjalani kehidupan dengan baik.

Odette mengingat kembali saat Mia menatapnya dengan mata yang dipenuhi harapan. Harapan untuk hidup bahagia bersama putranya. Odette merasa cemas memikirkan Mia yang merasa kecewa, putus asa dan kembali ingin mengakhiri hidupnya.

Sementara itu, Rion diam-diam memperhatikan Odette yang terlihat sedih. Dia merasa kasihan kepada wanita itu. Namun tidak ada yang bisa dilakukan. Jika mereka memasuki hutan lebih dalam lagi mereka hanya akan mati konyol sebagai mangsa monster buas yang ada di hutan atau mati dengan sendirinya karena dehidrasi dan kelaparan.

"Kita harus keluar dari sini sebelum malam," kata Rion sambil berdiri dari duduknya. Ia lalu kembali mengayunkan pedangnya menebas dan menyingkirkan setiap ranting, semak dan segala hal yang menghalangi jalannya sementara Odette mengikuti dari belakang.

***

Perlahan-lahan Anwen mulai membuka matanya. Dia merasa sakit di beberapa bagian tubuhnya.

"Kak, Rion." Dia bergumam lirih saat dia teringat dengan sosok Rion yang menyelamatkannya di hutan.

"Syukurlah kau sudah sadar."

Sepasang mata ungu Anwen yang menatap langit-langit bergeser untuk melihat orang yang berbicara di sebelahnya.

"Trishy …," Dia berucap lemah lalu segera bangun. Trish segera menahannya.

"Apa yang Anda lakukan? Anda masih sakit," ucap Trish berusaha membuat Anwen berbaring lagi tetapi gadis itu menggeleng.

"Aku baik-baik saja. Di mana kakakku dan Nona Ody?" tanya Anwen menatap Trish.

"Mereka belum kembali."

"Apa?!" Mata Anwen melebar, seketika kecemasan menyelimuti dirinya dan dia segera menyingkap selimut di atasnya lalu ingin turun dari tempat tidur karena dia ingin menyusul Rion dan Odette namun Trish menahannya.

"Tuan Putri saat ini Anda terluka parah, jadi beristirahatlah."

"Tidak Trishy , aku baik-baIk saja. Ayo kita susul Kak Rion dan Odette." Anwen bersikeras.

Suara langkah kaki di atas lantai kayu membuat Anwen dan Trish menoleh secara bersamaan dan mereka melihat seorang wanita tua yang berjalan dari luar dan memasuki ruangan.

"Oh, kau sudah bangun? Syukurlah, penawarnya bekerja dengan sangat baik," kata sang tabib.

Trish terlihat berdiri dari duduknya dan membiarkan sang tabib duduk di sebelah Anwen dan meletakkan sebuah mangkuk berisi saleb yang dibuat dari tanaman obat yang dihaluskan

Anwen merasa bingung saat melihat wanita tua itu dan bertambah bingung saat dia menyadari bahwa dia berada di tempat yang asing. Dia mendongak menatap Trish yang berdiri di sebelahnya dengan mata yang seolah bertanya 'ini di mana'

"Kita ada di Desa Verde, desa terdekat dari Hutan Randle dan dia tabib yang sudah menyelamatkan dan mengobati luka Anda," jelas Trish yang mengerti maksud dari tatapan Anwen.

Anwen kembali melihat tabib yang duduk di dekatnya. Dia berterima kasih kepada sang tabib karena telah menolongnya dan dia berkata bahwa saat ini dia sudah baik-baik saja dan dia harus pergi.

Sang tabib berusaha mencegah Anwen yang ingin turun dari tempat tidur karena kondisi Anwen masih belum pulih tetapi Anwen bersikeras.

"Aku baik-baik saja. Tolong jangan menghalangiku," Anwen berucap lemah dan berdiri dengan sempoyongan. "Tri-Trish ayo kita pergi …." Sebelum dia berhasil mengucapkan semua kalimatnya dia jatuh menimpa dada Trish yang bidang. Matanya terasa berat untuk dibuka dan napasnya terasa berat, selain itu dia juga merasa pusing.

Di tengah-tengah keadaannya yang buruk, dia mengingat Odette. Odette pergi ke Hutan Randle berdasarkan sarannya. Bagaimana jika saat ini kakaknya belum menemukan Odette? Atau chimera itu … Ah, tidak! Anwen tidak ingin membayangkan hal itu. Saat ini kakaknya pasti sudah menemukan Odette dan saat ini mereka sedang bersama dalam keadaan baik-baik saja.

Trish membantu Anwen kembali berjalan dan berbaring di tempat tidur.

"Anda masih sangat lemah jangan memaksakan diri. Saya akan mencari mereka," ucapnya lalu beralih menatap sang tabib. "Sampai aku kembali, tolong jaga dia."

Setelah melnerima anggukan sang tabib, Trish hendak berbalik untuk meninggalkan ruangan namun dia berhenti saat Anwen tiba-tiba meraih dan menggenggam tangannya erat dan secara spontan ia menoleh melihat pemilik tangan yang menggenggam tangannya.

"Berjanjilah kepadaku kalau kau akan menemukan mereka dan kalian bertiga akan kembali dengan selamat," kata Anwen dengan lemah dan dengan mata terpejam.

Trish tersenyum tipis dan membalas genggaman tangan Anwen.

"Jangan khawatir, aku adalah anjing buas milik sang raja. Mencari orang hilang adalah salah satu keahlianku, aku akan segera kembali bersama mereka," ucapnya kemudian melepaskan genggaman tangannya dari Anwen dan meninggalkan ruangan.

"Hati-hati Trishy …," ucap Anwen dengan sangat lirih sesaat setelah Trish melewati pintu.

Saat keluar dari gubuk, Trish cukup terkejut dengan beberapa pria yang menyambutnya, mereka adalah warga Desa Verde.

Trish menekuk alis melihat banyak obor, minyak, tali, jaring, panah dan berbagai senjata yang dibawa oleh para warga tersebut.

"Ksatria Trish, apakah Anda ingin pergi mencari Yang Mulia Raja?" tanya seorang dari mereka. Pria itu memiliki tubuh yang kekar, sorot mata yang tegas dan bercambang tipis.

"Iya, ada apa?"

"Kami akan ikut membantu Anda," kata warga yang lain.

Trish kembali cukup terkejut saat mendengarkan pernyataan tersebut. "Apa kalian tidak takut?" tanya Trish ingin memastikan karena tempat yang akan mereka datangi untuk mencari sang raja adalah Hutan Randle dan semua warga itu memberikan respons yang mengatakan tidak!

avataravatar
Next chapter