webnovel

Night King : Kebangkitan Sang Kucing Hitam

Pertemuannya dengan bocah delapan tahun membuat Lin Tian sadar, bahwa kekuatan tidak sepenuhnya bisa melindungi banyak orang. Sebaliknya, dengan kekuatan dan kekuasaan membuat orang-orang semakin menderita, terutama mereka yang lemah. Ketika Lin Tian hendak mengajak bocah tersebut untuk pergi, saat itu juga gerombolan Pendekar mengepung dirinya. Bocah tersebut tewas saat salah satu Pendekar menjadikannya dirinya sebagai tawanan. Lin Tian yang sudah dipenuhi luka itu akhirnya mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuannya untuk membunuh semua pendekar tersebut. Lin Tian pun menghembuskan napas terakhirnya. Namun, ketika dia membuka matanya bukan Nirwana yang didapatnya, tetapi dunia yang jauh berbeda dengan masa lalunya. Takdir telah membawanya ke masa depan, lebih tepatnya di tahun 2022. Ribuan tahun hari kehidupan sebelumnya. Namun, pada kehidupan keduanya pun dunia tidak jauh berbeda dengan kehidupan pertamanya. Ketidakadilan masih meraja rela, bahkan lebih kejam dari yang pernah dilihatnya. Lin Tian tidak memiliki pengalaman apa-apa pada kehidupan keduanya. Akan tetapi, dia bertekad untuk mengembalikan kedamaian dunia. Mampukah Lin Tian mengembalikan senyuman orang-orang yang ada di sekitarnya? Akankah kehidupan barunya membuat Lin Tian menyesali kematiannya? Takdir apa yang akan Lin Tian jalani nanti? Siapkah Lin Tian mengetahui kalau orang-orang yang pernah ada di kehidupan pertamanya, hadir di dunia baru ini?

arayan_xander · Action
Not enough ratings
205 Chs

27. Kedatangan Kucing Hitam

Night king : Kebangkitan Sang Kucing Hitam

Chapter 27 : Kedatangan Kucing Hitam

Mengahadapi Lin Tian yang sekarang, nyatanya lebih sulit dari pada menghadapi Lin Tian yang dulu. Lin Tian yang dulu lebih suka mengomel, marah-marah dan dingin itu nyatanya saat ini sedang dirindukan.

Lin Hua salah satu orang yang sangat merindukan sifat Lin Tian yang pemarah dan suka mengatur itu. Gadis ayu bersurai panjang itu sebelumnya mengira, dengan ingatan Lin Tian yang menghilang akan merubah sifat pemarahnya itu.

Benar, sifat pemarahnya memang menghilangkan dan Lin Hua pun senang. Akan tetapi, setelah tujuh hari bersama Lin Tian dengan sifat barunya ini, gadis ayu bersurai panjang itu mulai merindukan Lin Tian yang dulu.

"Apa nama makanan ini? Rasanya sungguh lezat, membuat lidahku tidak mau berhenti bergoyang," tutur Lin Tian dengan mulutnya yang terisi penuh oleh makanan.

Lin Hua mengejapkan matanya. Entah kalimat apa yang harus dia rangkai untuk menjawab pertanyaan tersebut. Andai saja bukan karena kesembuhan Lin Tian, maka Lin Hua sudah melayangkan pukulan kerasa di wajah Lin Tian.

"Kenapa kamu berdiri saja, Lin Hua? Ayo, duduk, kita makan bersama. Kamu juga harus makan sesuatu," ajaknya, sembari menyodorkan satu sendok yang sudah berisikan nasi dengan sedikit lauk pauknya.

Lin Hua pun menggelengkan kepalanya, "Tidak ... Kamu saja yang makan. Aku masih merasa kenyang, lagi pula tadi aku sudah makan sesuatu tadi saat menunggu makananmu itu," timpalnya sedikit risih.

Melihat nasi yang disodorkan oleh Lin Tian membuat selera makan Lin Hua hilang. Dia tidak lagi ingin memakan sesuatu karena dia sudah merasa kenyang, walaupun perutnya terasa perih.

"Baiklah, aku akan menghabiskan semua makanan ini," balasnya seraya mengangkat bahu dan kembali melanjutkan aktivitas makannya.

Lin Hua mengelah napasnya dengan berat, sembari memijat kapalnya yang terasa sakit. Dia mengelus-elus keningnya, matanya menjelajah sekitar mencari keberadaan Lin Xiao yang tidak bisa dirinya temukan.

"Pergi kemana lagi si Lin Xiao itu? Kepalaku sudah pusing karena mengurus Lin Tian, sekarang dia pergi tanpa pesan lagi. Astaga ... Ada apa dengan hariku ini, mengapa aku harus dihadapkan dengan dua pria yang sangat merepotkan seperti mereka."

Lin Hua menyunggingkan bibirnya, tatapannya begitu sinis pada Lin Tian yang mengartikan dirinya tidak menyukainya. Namun, Lin Hua buru-buru menghilangkan perasaan tersebut. Dia pun akhirnya hanya bisa mengelah napas panjang, berharap waktu yang bahagia itu segera datang. Setidaknya dia ingin Lin Tian kembali pada dirinya yang dahulu.

Hari itu berlalu begitu sangat berat, sampai malam hari pun Lin Hua masih terus disibukkan dengan berbagai macam pertanyaan dari Lin Tian, yang semakin membuat kepalanya sakit. Lin Hua ingin sekali berteriak dan mengatakan bahwasanya dia lelah. Akan tetapi, dia menahan itu semua entah demi menjaga perasaan Lin Tian atau tidak ingin Lin Pan bersedih?

Malam itu, Lin Hua menghabiskan waktunya dengan berendam di bathtub, mencoba menenangkan dirinya dengan perasaan yang sangat kacau. Entah itu karena sifat Lin Tian atau pertahanan hatinya tengah goyah karena beberapa kali harus berada dalam situasi, yang mungkin menimbulkan perasaan lain dalam hatinya terhadap Lin Tian?

Entahlah, Lin Hua pun tidak tahu?

****

BRAK ....

Tiba-tiba pintu masuk sebuah ruangan terbuka secara paksa. Seseorang mendobraknya dengan cara ditendang sekeras mungkin hingga pintu tersebut jebol dan terlepas, terpental sampai beberapa meter.

"Siapa kau?" tanya kedua orang dengan waktu yang hampir bersamaan. Keduanya dikejutkan dengan pintu yang terbuka dan dari sana muncul sosok yang memakai topeng hitam, berbentuk seperti kucing. Namun, keduanya tidak bisa melihat dengan jelas sosok tersebut karena ruangan tersebut minim cahaya.

BLUK ...

Sosok tersebut berlari dengan begitu cepat, langkahnya sampai tidak terlihat dengan jelas oleh kedua orang yang ada di sana. Sosok tersebut langsung memberikan pukulan keras pada kedua orang tersebut.

Kedua orang itu mendapatkan pukulan di bagaian perut. Pukulan tersebut mampu membuat keduanya terpental sejauh beberapa meter, dan darah segar keluar dari mulut keduanya.

Sosok bertopeng kucing itu segera menghampiri keduanya. Dia menarik kera baju salah satu pria yang tersungkur di sana, tubuhnya yang tinggi dan berat itu bahkan dapat terangkat dengan satu tangan. Lalu, sosok bertopeng kucing tersebut melayangkan satu pukulan keras lagi di bagian wajah pria yang sekarang berada di tangannya tersebut.

Pria itu terpental beberapa meter, tubuhnya jatuh di tumpukan balok-balok kayu yang tersusun meninggi. Tidak lama setelahnya, pria itu tidak sadarkan diri, entah itu pingsan atau mati?

Sosok bertopeng itu menyeringai dari balik topeng yang menutupi wajahnya, hanya menyisakan hidung dengan mata saja. Sekarang di sana tersisa satu orang pria lagi, sosok itu memandang pria tersebut.

Melihat rekannya yang tersungkur, pria itu pun tidak mau diam saja dan membiarkan dirinya menjadi sasaran sosok bertopeng kucing tersebut.

Pria itu lebih dulu bangkit, dia tidak memiliki senjata apa pun. Namun, dia akan mencoba untuk memberikan serangan dengan melayangkan sebuah pukulan yang mengarah pada sosok bertopeng itu.

Belum sempat pukulan itu mengenai wajahnya, sosok bertopeng kucing tersebut sudah lebih dulu menangkap tangan pria bertubuh lebih kecil dari pria sebelumnya.

Pukulan dilayangkan oleh sosok bertopeng kucing di bagian perut pria tersebut. Darah segar memucah keluar dari mulutnya dan membasahi pakai sosok bertopeng kucing itu.

"Hei, kau!"

Suara panggilan terdengar tidak jauh dari lokasi tersebut. Masih di ruangan yang sama, seorang pria dewasa lainnya dengan kepala plontos tampak kesal melihat kedua anak buahnya dijadikan sasaran kemarahan oleh sosok bertopeng kucing tersebut.

Sosok bertopeng itu menoleh ke belakang, dia membanting tubuh pria itu ke lantai layaknya membuang sampah. Tidak ada kata kasihan baginya, sehingga dia memerlakukan seseorang, apa lagi orang itu adalah penjahat, maka dia tidak segan-segan untuk berlaku kejam.

Pria berkepala plontos itu memerhatikan sosok bertopeng kucing itu dari atas sampai bawah. Dia mengelus dagunya, lalu mengusap-usap kepalanya yang tidak memiliki rambut tersebut.

"Inilah, sang Kucing Hitam yang terkenal itu? Boleh juga kemampuanmu yang berhasil membuat kedua anak buahku terluka," kata pria berkepala plontos itu, seraya memicingkan matanya, menatap kedua pria yang babak belur tersebut.

"Anak buahmu tidak ada apa-apanya bagiku. Mereka sangat lemah, menerima satu pukulan saja mereka sudah pingsan. Sungguh, sangat disayangkan."

Sosok bertopeng kucing itu mencibir pria berkepala plontos tersebut karena memiliki anak buah yang kemampuannya bahkan di bawah rata-rata. Mungkin, anak kecil pun akan mampu mengalahkan keduanya dalam satu kali duel. Setidaknya, itulah ejekan yang sosok bertopeng kucing itu layangkan pada pria berkepala plontos tersebut.

"Kau!" Pria berkepala plontos itu mengangkat jarinya, matanya melotot dan timbul asap keluar dari dari kedua lubang hidungnya.

Sosok bertopeng kucing itu juga menyebut, bahwasanya pria berkepala plontos itu, hanya memiliki kemampuan tidak jauh lemahnya dari kedua pria yang sudah dirinya kalahkan tersebut.

Ucapan tersebut nyatanya mampu melukai harga diri pria berkepala plontos tersebut. Dia bahkan sampai mengepalkan kedua tangannya yang mungkin siap untuk menghajar sosok bertopeng kucing tersebut.