webnovel

Night King : Kebangkitan Sang Kucing Hitam

Pertemuannya dengan bocah delapan tahun membuat Lin Tian sadar, bahwa kekuatan tidak sepenuhnya bisa melindungi banyak orang. Sebaliknya, dengan kekuatan dan kekuasaan membuat orang-orang semakin menderita, terutama mereka yang lemah. Ketika Lin Tian hendak mengajak bocah tersebut untuk pergi, saat itu juga gerombolan Pendekar mengepung dirinya. Bocah tersebut tewas saat salah satu Pendekar menjadikannya dirinya sebagai tawanan. Lin Tian yang sudah dipenuhi luka itu akhirnya mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuannya untuk membunuh semua pendekar tersebut. Lin Tian pun menghembuskan napas terakhirnya. Namun, ketika dia membuka matanya bukan Nirwana yang didapatnya, tetapi dunia yang jauh berbeda dengan masa lalunya. Takdir telah membawanya ke masa depan, lebih tepatnya di tahun 2022. Ribuan tahun hari kehidupan sebelumnya. Namun, pada kehidupan keduanya pun dunia tidak jauh berbeda dengan kehidupan pertamanya. Ketidakadilan masih meraja rela, bahkan lebih kejam dari yang pernah dilihatnya. Lin Tian tidak memiliki pengalaman apa-apa pada kehidupan keduanya. Akan tetapi, dia bertekad untuk mengembalikan kedamaian dunia. Mampukah Lin Tian mengembalikan senyuman orang-orang yang ada di sekitarnya? Akankah kehidupan barunya membuat Lin Tian menyesali kematiannya? Takdir apa yang akan Lin Tian jalani nanti? Siapkah Lin Tian mengetahui kalau orang-orang yang pernah ada di kehidupan pertamanya, hadir di dunia baru ini?

arayan_xander · Action
Not enough ratings
205 Chs

26. Mengumbar kenarsisan

Night king : Kebangkitan Sang Kucing Hitam

Chapter 26 : Mengumbar Kenarsisan

Lin Hua pun segera pergi ke tempat biasa seseorang memesan makannya. Lin Xiao masih berdiri di tempatnya, sembari memandang Lin Tian yang duduk santai seraya bersiul-siul.

"Kakak tidak sedang demam," karena penasaran, Lin Xiao pun mencoba meletakkan tangan kanannya di kening Lin Tian. Suhu tubuhnya tidak bergejolak, tandanya dia baik-baik saja. Namun, kenapa sikap kakak laki-lakinya itu sepertinya berubah sekali.

"Apa kau sudah selesai memeriksanya? Kau tentunya bukan tabib 'kan, jadi untuk apa kamu melakukan suatu hal yang tidak menjadi keahlian dirimu?"

Lin Xiao pun mundur beberapa langkah, bibirnya kelut dan sulit untuk mengeluarkan kata-kata. "Kakak tidak salah minum obat bukan?" tanyanya. Pikirannya seolah mengarah pada obat yang Lin Tian konsumsi, bisa saja itu menjadi penyebab perubahan sikap pada Lin Tian.

"Apa maksudmu dengan salah minum obat? Aku minum obat secara teratur sesuai yang Dokter katakan dan Lin Hua sendiri yang sudah memberikan obatnya. Andai ada kesalahan, maka Lin Hua yang patut untuk disalahkan dan bukan obatnya. Mengerti?"

Skakmat, jawaban Lin Tian membuat Lin Xiao bungkam. Bahkan Lin Xiao mengumpat dalam hatinya, dia hanya sedikit memberi pertanyaan, lalu kenapa jawabannya begitu panjang dan harus membawa-bawa nama Lin Hua di dalamnya juga.

Lin Xiao menggelengkan kepalanya, merasa pusing dan sakit di bagian ubun-ubunnya. Lin Tian menatapnya dengan penuh kemenangan, menaikkan sebelah alisnya seolah menanti jawaban yang akan terlontar dari mulut Lin Xiao.

"Kenapa kau diam saja, apa jangan-jangan kau terpukau dengan ketampanan wajahku ini? Aku ini memang tampan, jadi mohon untuk tidak iri terhadap ketampanan diriku ini," kata Lin Lian seraya mengumbar kenarsisan.

Mendengar kalimat tersebut, rasanya Lin Xiao ingin mengeluarkan kembali isi perutnya. Dai menggaruk-garuk kepalanya dan merasa heran kenapa setelah pulang dari rumah sakit, Lin Tian sekarang kerap kali mengumbar kenarsisan?

Lin Tian pun tersenyum seraya menunjukkan deretan giginya yang putih bersih itu. Lin Xiao dibuat pusing olehnya, dia tidak lagi sanggup menghadapi sifat Lin Tian yang sekarang, yang akhirnya membuat Lin Xiao memilih untuk pergi dari sana. Dia mengayunkan kakinya melangkah menuju Lin Hua yang tengah memesan makanan.

"Sebaiknya aku pergi saja, berlama-lama di sini bisa-bisa aku akan menjadi gila," gumam Lin Xiao, yang kini sudah tidak lagi berdiri di hadapan Lin Tian.

"Ada apa dengannya? Hihihi, sepertinya dia kesal. Biarkan sajalah, itu bukan urusanku." Lin Tian pun cekikikan, dia menutup mulutnya dengan satu sebelah tangan, lalu bersandar kembali seraya melihat-lihat kafe tersebut.

Sesungguhnya Lin Tian ingin sekali bertanya tentang tempat yang dia datangi sekarang. Ada banyak pertanyaan yang mengusik pikirannya. Namun, dia tidak bisa mengucapkannya karena saat ini perutnya tengah lapar.

Matahari telah berada tepat di ubun-ubun kepala, menandakan sudah waktunya jam makan siang. Itu sebabnya mengapa, Lin Tian merasa perutnya sudah waktunya mendapatkan asupan gizi. Namun, sampai detik ini belum ada satu pun makanan yang tersaji di depan matanya.

Sementara itu, Lin Hua yang berada di tempat pemesanan pun tengah menunggu makanannya matang. Ketika Lin Hua sedang mengetuk-ngetuk meja yang dia lakukan untuk menghilangkan kebosanannya, saat itulah Lin Xiao datang dengan wajah yang tidak baik-baik saja. Bibirnya mengerucut dan pipinya juga mengembung, serta guratan di keningnya menandakan ada sesuatu yang sudah membuatnya kesal.

Lin Hua pun mengelah napas, dia sudah bisa menebak kalau Lin Xiao mengoceh dengan kalimat yang panjang.

Benar saja yang Lin Hua pikirkan. Sesampainya Lin Xiao di sana, pemuda dua puluhan tahun itu terus mengatakan banyak hal dengan gayanya yang ceplas-ceplos.

Lin Tian beginilah, Lin Tian begitulah, pokoknya Lin Xiao mengatakan semua hal tentang Lin Tian, yang semakin menambah daftar panjang hal yang harus Lin Hua pelajari nanti.

Lin Pan memerintahkan secara khusu Lin Hua untuk menjaga Lin Tian dan juga memahaminya. Lin Pan ingin, Lin Hua mampu mengembalikan semua ingatan Lin Tian secepat mungkin.

Lin Hua pun menggelengkan kepalanya, sebelumnya dia merasa akan sanggup menghadapi Lin Tian yang sekarang. Akan tetapi, sepertinya tugasnya ini akan jauh lebih berat yang Lin Hua bayangkan. Dia merasa kalau keputusannya untuk menjaga Lin Tian adalah salah. Pemuda itu pasti akan membuat hidupnya semakin rumit saja.

Lin Hua pun menjatuhkan tubuhnya di meja, tangan dia lipat dan dijadikan sebagai bantalan. Sementara itu, Lin Xiao yang masih saja mengomel pun seketika mengerutkan keningnya, mendapati Lin Hua yang sepertinya sedang pusing, dia pun ikut merasakannya juga.

Namun, Lin Xiao masih ingin mengeluarkan unek-uneknya. Dia kembali mengomel tanpa jeda, sampai akhirnya makanan yang dipesan Lin Hua pun tiba.

Seorang pelayan menyajikan dua porsi makanan di meja tersebut. Seketika mata Lin Hua memancarkan cahaya yang kuat. Dia mengucapkan kata 'Terima kasih' pada pelayan tersebut dan wanita dewasa itu pun, membalasnya dengan melemparkan senyuman.

Pelayan itu pun kembali ke dapur, tempat di mana dia melakukan pekerjaannya dan meninggalkan makanan yang nantinya akan disajikan pada seseorang yang bernama Lin Tian.

Gadis ayu bersurai panjang itu segera mengambil makanan tersebut, dia pun beringsut dari tempat duduknya. "Aku pergi dulu, Ya. Kau bisa melanjutkan ocehanmu itu di sini, oke, adikku sayang."

Lin Hua pun buru-buru meninggalkan tempat tersebut seraya membawa dua porsi makanan di tangannya. Lin Xiao pun berbalik bada dan mengumpat kesal.

"Ah, Kakak!" Lin Ciao berteriak kesal. Namun, Lin Hua tidak memedulikannya bahkan sama sekali tidak menoleh kebelakang.

Lin Xiao menghentakkan kakinya ke lantai beberapa kali. Dia merasa kesal, sangat kesal, bahkan begitu kesal pada Lin Hua dan Lin Tian. Dua orang yang dianggapnya sebagai saudara, tetapi tidak memiliki keterikatan darah.

"Sabar Lin Xiao, sabar." Dia pun membuang napasnya dengan berat. "Sabar Lin Xiao, sabar. Kamu pasti bisa melewati ini semua. Dirimu harus lebih sabar dari ini. Ingat perkataan Dokter kalau situasi ini hanya bersifat sementara. Ingatan kak Lin Tian akan kembali kesemula pada akhirnya nanti. Saat ini kamu hanya perlu sabar untuk menghadapinya, jangan sampai kamu bersikap jahat di depannya atau Ayah akan memarahi dirimu."

Lin Xiao tengah berbicara sendiri dengan dirinya. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya akan situasi yang saat ini tengah dihadapinya.

Kehidupannya sekarang berubah drastis semenjak Lin Tian kehilangan semua ingatannya akan orang-orang yang menyayanginya serta lingkungan sekitarnya.

Setelah menjalani pemeriksaan beberapa hari yang lalu, Dokter mengatakan bahwa Lin Tian seperti menjalani kehidupan layaknya anak-anak yang belum mengenal apa pun. Akan tetapi, pikirannya itu tetap seperti orang dewasa normal, hanya saja pemahamannya tersebut yang seperti anak-anak.

Dokter sendiri tidak bisa memastikan kapan pastinya Lin Tian mendapatkan kembali ingatannya. Dokter hanya menyarankan, agar Lin Tian menjalani terapi seperti mengenal satu persatu hal-hal yang ada disekitarnya. Dalam artian, Lin Tian harus dikenalkan kembali dengan lingkungan sekitar, sama seperti saat anak-anak mempelajari situasi yang ada di sekitarnya.

Dokter juga mengatakan bahwa Lin Tian tentunya akan lebih banyak bertanya dengan hal-hal yang dilihatnya setelah ini. Jadi, tugas Lin bersaudara itu adalah memberikan jawaban dari setiap pertanyaan tersebut agar ingatan Lin Tian kembali pulih.