webnovel

Naruto Story : Love, Decision, And Hatred

Dua tahun telah berlalu sejak perang dunia shinobi ke-4. Semua kembali normal Sasuke telah kembali dan menjalani petualangan bersama tim taka. Naruto mulai belajar untuk mengejar mimpinya sebagai Hokage dan Sakura mulai menyadari perasaannya terhadap Naruto telah berubah. Sementara itu sosok misterius muncul mengancam kedamaian dunia shinobi apa yang akan terjadi? Naruto masih milik paman Masashi Kishimoto

VaughnLeMonde · Anime & Comics
Not enough ratings
40 Chs

Chapter 29 : Overcome Your Fear

Angin malam berhembus...

Walaupun terasa dingin, entah kenapa Sakura merasa nyaman, memandangi danau yang tengah merefleksikan bintang-bintang di langit malam dengan begitu indah.

Duduk di atas rerumputan, tentu Sakura tidak sendirian di sana, ada Naruto di samping-nya, berbeda dengan Sakura, Naruto terlihat tengah menyibukkan dirinya, terlihat dari raut muka-nya yang terus menampilkan ekspresi serius.

Kedua tangan Naruto terus mengalirkan Chakra tanpa henti, terus berusaha membuat sejumput pasir di tangan-nya agar menyatu, membentuk sesuatu.

"Ini susah sekali!" Gerutu Naruto.

Sakura yang mendengarnya hanya bisa tertawa kecil, mengalihkan atensi-nya ke arah Naruto yang terlihat begitu frustasi.

"Kan sudah kubilang teknik itu tidak mudah untuk di pelajari, kau harus bersabar Naruto." Sakura tersenyum, mulai melihat ke arah segumput pasir di tangan Naruto.

"Lagian teknik itu aku gunakan untuk memperbaiki sesuatu, bukannya membuat sesuatu." Lanjut Sakura dengan menekankan kalimat akhirnya.

"Aku ingin membuat teknik baru, meniru tidak akan membuatku puas!" Tegas Naruto, semangat.

Sakura kembali tertawa kecil, pemikiran Naruto selalu bisa membuatnya terkejut dan tertawa, aura-nya selalu terasa positif dan menyenangkan, membuat siapapun akan nyaman berada di samping-nya.

"Kalau begitu, Semangat!" Seru Sakura, mengangkat kepalan tangan ke udara, kembali tersenyum.

"Yosh, baiklah!" Seru Naruto, perkataan Sakura membuat hati-nya kembali bergejolak semangat.

Hening...

Naruto kembali fokus mengalirkan Chakranya, sementara Sakura mulai memalingkan badan, kali ini melihat langit malam yang dipenuhi bintang-bintang yang begitu terang.

Malam itu benar-benar terasa indah dan nyaman.

Bintang-bintang dan bulan saling bekerja sama untuk membuat malam tidak menjadi gelap gulita.

Ditambah dengan kehadiran Naruto yang begitu terasa menghangatkan dan nyaman.

"Ne, Naruto." Sakura memanggil, walaupun atensi-nya masih melihat ke arah langit malam.

"Hmm?" begitu pula Naruto, merespons, namun tetap fokus ke arah sejumput pasir yang berada di tangan-nya.

"Kenapa kau begitu semangat sekali mempelajari teknik itu? apa yang kau ingin buat dari pasir itu?" Sakura melontarkan pertanyaan, tetap tanpa melihat Naruto secara langsung.

"Kau tahu? terakhir aku lihat kau semangat seperti ini adalah saat kau mempelajari teknik baru bersama Kakashi-Sensei dan Yamato-Taichou beberapa tahun yang lalu." Sakura mulai bergumam.

Naruto tak menjawab, malah mengulum senyum lembut.

Sakura membalik badan, dengan semangat dan senyum mulai melihat ke arah Naruto.

"Kau pasti punya tujuan yang kuat bukan? jadi katakan, apa yang ingin kau buat?" Tanya Sakura lagi.

Kali ini Naruto mulai menoleh, mulai menyengir ceria.

"Rahasia!" Naruto tertawa kecil.

Seketika itu pula wajah Sakura berubah masam, Cemberut, mendelik tajam ke arah Naruto.

Naruto tak terlihat takut dengan ekspresi Sakura, wajah-nya masih begitu ceria, senyum di wajah-nya tak pernah hilang.

"Nanti juga kau akan tahu, kamu adalah orang yang akan kuberitahu pertama kali." Sahut Naruto, tanpa memandangi wajah Sakura.

Ekspresi Sakura yang masam perlahan melembut, menghela nafas lalu mulai kembali tersenyum.

"Baiklah, aku tunggu." Sakura kembali membalikkan badan, melihat ke arah danau jernih di hadapan-nya.

"Sudah jadi!" Sahut Naruto tiba-tiba.

Sakura yang mendengarnya terkejut bukan main, kembali membalikkan badan, untuk melihat apa yang dimaksud oleh Naruto.

"Secepat itukah?!" pekik Sakura kaget, mengalihkan atensi-nya ke arah tangan Naruto yang seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Hehehe." Naruto hanya bisa menyengir.

"Mana? Mana? aku ingin lihat!" Sakura mendekat ke arah Naruto, berusaha mengintip benda apa yang di sembunyikan oleh Naruto.

"Sabar Sakura-chan, sebentar ya!" Naruto membalikkan badan, membelakangi Sakura dengan cepat.

"Lihat!" Tangan Naruto terbuka, menjulurkan sebuah gelang yang terlihat Sangat berkilau, membuat kedua mata Sakura berbinar-binar melihatnya.

"Wow ini sangat indah!" Pekik Sakura, tanpa sadar tangan-nya bergerak menghampiri benda itu, ingin merasakan benda yang terlihat begitu berkilau nan indah itu.

"Kau mau memakainya?" Naruto bertanya.

"Bolehkah?" Tanya Sakura bersemangat, mengangkat kepala-nya untuk melihat ke arah Naruto.

Naruto mengangguk sebagai jawaban, membuat Sakura bersiap mengambil gelang yang berada di tangan Naruto itu.

"Tunggu sebentar." Naruto mencekat tangan Sakura yang hendak menghampiri gelang yang berada di tangan-nya itu.

"Biar aku yang pakaikan." Naruto mulai menyematkan gelang itu di pergelangan tangan Sakura, membuat Sakura mulai merona tipis.

"Wow ini sangat indah." Sakura mengangkat tangan-nya, menatap lekat lekat gelang yang baru saja tersemat di pergelangan tangan-nya.

"Benarkah?" Tanya Naruto, namun terlihat wajah-nya mulai menunjukkan ekspresi kelelahan.

Bruk.

Naruto jatuh tepat di pangkuan Sakura, merasa sangat lelah, membuat Sakura sedikit terkejut melihatnya.

Sakura memandangi wajah Naruto yang berada di pangkuannya, terlihat begitu kelelahan, bahkan seketika itu Naruto sudah memejamkan kedua mata-nya, tertidur di pangkuan Sakura.

Sakura mengulum senyum lembut, mulai membelai surai pirang Naruto, membiarkan Naruto tertidur di pangkuannya.

"Terima kasih ya Naruto." Gumam Sakura, berharap tidak membangunkan Naruto.

Sakura terus menadangi gelang yang berada di pergelangan tangan-nya, mulai merasa sedikit heran.

'Bagaimana Naruto melakukan ini?'

Sakura berniat menanyakan hal itu, namun perasaannya tidak tega untuk membangunkan Naruto yang sudah tertidur begitu lelap.

'Hmm, dia memang hebat.'

Sakura terus memandangi gelangnya, kedua mata-nya tidak bisa lepas dari benda itu, Kilauan yang indah itu seakan menyihirnya untuk terus memandangi gelang itu.

"Apa ini benar gelang ya?" Sakura mulai meraih gelang itu dengan salah satu tangan-nya, mulai merasa penasaran.

Trek..

Muncul sebuah retakan di gelang itu, bahkan tangan Sakura yang satu lagi belum sempat menyentuhnya, Sakura seketika itu kelabakan, takut gelang yang baru saja dibuat Naruto rusak.

"Bagaimana ini?" Pekik Sakura, namun lagi-lagi tak berniat untuk membangunkan Naruto.

"Eh, pasir?"

Pasir mulai berjatuhan dari gelang Sakura, membuat perlahan gelang itu tak lagi berbentuk, seketika itu pula terjatuh dari pergelangan Sakura, menjadi pasir kembali.

"Eh, bagaimana ini? Naruto?" Pekik Sakura kaget, seketika itu mengalihkan atensi-nya ke arah Naruto.

Deg.

Jantung Sakura seakan berhenti barang sedetik, kedua mata-nya melebar, Naruto tidak ada lagi di pangkuan-nya, sosok Naruto seketika itu telah menghilang, mengikuti gelang yang menghilang menjadi butiran pasir.

Sakura dengan cepat memutar balikkan kepalanya, melihat sekitar-nya, berharap menemukan Naruto.

"Naruto?!" Sakura menanggil.

"Naruto!"

"Kau ada dimana?"

Sakura terus memanggil Naruto, terus memanggil, namun bukan jawaban Naruto yang datang, melainkan hembusan angin kencang malam, membuat tubuh Sakura seketika itu merinding dibuatnya.

Malam tak lagi menghangatkan.

Terasa begitu sunyi dan dingin.

Membuat diri Sakura tak lagi merasa nyaman.

Sakura mulai beranjak, berdiri, lalu mulai melangkah mengitari danau, terus meneriakan nama Naruto, berharap Naruto akan mendengarnya.

Tak ada jawaban.

Sakura seakan sendirian di sana.

Bintang-bintang dan bulan tanpa sadar juga ikut menghilang.

Membuat seketika suasana malam begitu mencekam, terasa begitu dingin dan terlihat gelap gulita.

Sakura seakan berpindah tempat, tak ada lagi pepohonan maupun danau di sekitarnya, hanya ruang gelap gulita yang menemaninya.

Sakura terus berjalan tanpa arah, berharap menemukan setitik cahaya, namun cahaya tak ada lagi di sana, sosok Naruto telah hilang entah kemana.

"Bagaimana ini, aku harus apa?"

Sakura terjatuh, menutup kedua telinganya, terlihat begitu ketakutan.

"Sakura." sebuah suara menggema, seakan memanggil diri Sakura.

"Ino?" Tanya Sakura, mulai mengenali suara yang menggema di telinga-nya.

"Sakura!" suara yang menggema terlihat mulai meninggi, membuat Sakura sedikit merasakan sakit di kedua telinganya

"Aku disini Ino!" Sahut Sakura, berharap sosok Ino muncul di hadapannya.

"Sakura!" Suara Ino kembali meninggi, tak memunculkan batang hidung sekalipun, seakan tak menggubris perkataan Sakura tadi.

"Ino, kau ada dimana?" Sakura bertanya, mulai berlari kecil tanpa arah, berharap menemukan sosok Ino.

"Sakura!!" Suara Ino menggema kembali, Sakura tidak bisa menebak arah suaranya.

"Aku di sini!" Sakura terus berlari tanpa henti.

"Sakura bangun!" Suara Ino terdengar memerintah, namun tetap menggema di sana.

"Eh?"

Bruk.

Sakura yang terus berlari tiba-tiba saja terjatuh, seakan sebuah batu baru saja menghadang kedua kaki-nya.

Sakura terbentur dengan keras, membuat seketika kesadaran-nya mulai menghilang, pandangan-nya mulai gelap, terjatuh pingsan.

"Sakura Bangun!"

-------------

Gelap gulita.

Tak ada siapapun disana.

Kesendirian.

Ketakutan.

Kebencian.

Semua bersatu di sana.

Ruang gelap gulita yang tampak memeluk semua perasaan negatif.

Seakan mengunci seseorang

Naruto, terkunci dengan segala perasaan negatif, menghancurkan mental-nya, merasa sendiri, tak ada yang menemani.

Naruto sendiran, tak ada yang menemaninya disana, hanya ruang gelap yang terasa menjijikan, membuat dirinya merasa mual.

"Kau Naruto kan? apa kau takut? mimpimu menjadi kenyataan?" Sebuah suara menggema, berulang-ulang, membuat Naruto melipat kedua lututnya sambil menutup telinga.

Suara yang sama terus berulang, tanpa henti, mulai diiringi dengan gelak tawa yang begitu menakutkan, membuat Naruto semakin mual.

"Hentikan!" pekik Naruto, badan-nya mulai bergetar, mulut-nya tak mampu berbicara banyak, hanya bisa meminta agar semua mimpi buruk ini sirna dari hadapannya.

"

Apa kau takut?"

"Hentikan!"

"Apa kau takut?"

"Diam!"

Naruto terus menutup kedua telinganya, terus berteriak jika suara itu muncul kembali, terus berulang tanpa henti.

"Sudahlah Naruto, kau tidak ingin melihat teman-temanmu mati kan?" Suara lain mulai menggema, suara yang terdengar tenang tapi mampu membuat tubuh Naruto semakin bergetar.

Hening.

Naruti tidak lagi berteriak, bibir-nya kelu, tubuhnya semakin bergetar, dirinya hanya bisa terus menutup telinga sambil berharap mimpi buruk ini segera usai.

"Bukalah matamu, jangan terus melarikan diri dari kenyataan." Suara lain menggema kembali, terdengar lebih lembut dari suara sebelumnya.

Naruto tak menggubrisnya, tetap menutup mata, sebelum akhirnya mulai merasakan sesuatu mulai berubah.

Bau anyir mulai merebak.

Membuat mau tak mau Naruto mulai membuka mata, ketika itu pula kedua Safir-nya melebar, mendapati ruangan gelap gulita itu teleh di penuhi oleh cairan merah setinggi mata kaki.

Perut Naruto semakin terasa tidak enak, menggunakan tangan-nya mencoba menutup hidung dan mulut-nya, berusaha menahan isi perut yang mulai mendesak keluar.

Suasana mulai semakin mencekam, diikuti dengan munculnya bulan berwarna merah darah diatas langit-langit ruangan, Naruto semakin ketakutan.

Cairan merah itu mulai bergerak, seperti menuntun sesuatu, bergerak layaknya ombak di lautan lepas, membawa sebuah tubuh yang terkulai tak berdaya.

Tep.

Sesosok tubuh itu sampai, menyentuh kedua ujung kaki Naruto.

Deg.

Detak jantung Naruto seakan berhenti sesaat, kedua mata-nya kembali melebar, menatap dengan ketakutan yang begitu kentara, sosok Sakura yang terkulai tak berdaya di hadapan-nya, diselimuti cairan merah, darah.

"Sakura-Chan..."

Tangan Naruto bergerak perlahan, menghampiri Sosok Sakura yang sudah bersimbah darah.

Tep.

Tangan Naruto ditarik dengan kasar, sosok Sakura mulai menatap tajam ke arahnya, membuat tubuh Naruto semakin bergetar.

"Naruto kenapa kau pergi? Jika kau tidak pergi.... kau pasti bisa menyelamatkan kami semua..." Suara Sakura semakin pelan, cengkraman kuat pada tangan Naruto mulai terlepas, tangan-nya mulai terjatuh, kedua emerald-nya mulai menutup, ketika itu pula Sakura terbujur kaku di hadapan Naruto.

Naruto semakin ketakutan, tubuh-nya mulai bergetar semakin hebat, suara-suara yang membuatnya mual kembali lagi muncul, terus berulang-ulang, membuat Naruto kembali menutuo kedua telinganya.

"Hentikan!"

"Aku tidak ingin liat ini lagi!"

"Hentikan, aku mohon...." Naruto mulai menelas, tak lagi sanggup untuk berteriak.

"Apa kau takut?" Suara itu terus mengulang pertanyaannya tanpa henti, seakan semakin senang melihat Naruto yang mulai terlihat putus asa.

"Hentikan...."

"Apa kau takut?"

"Apa kau takut?"

"Apa kau takut?!"

Suara itu terus mengulang pertanyaan yang sama, semakin mempercapat temponya, membuat Kepala Naruto mulai sakit, mual semakin menjadi, suasana ini benar-benar menjijikan.

"Hentikan!" Naruto berteriak penuh emosi, tak lagi tahan dengan pertanyaan yang menbuat kepala-nya mulai berdenyut kesakitan.

"Lalu kenapa kau pergi?" Suara Sakura menggema di sana, nada bicaranya terasa datar dan dingin.

"Aku tidak pergi!" Sahut Naruto, masih menutup kedua telinga-nya.

"Kalau kau tidak pergi.."

"Sudah kubilang aku tidak pergi!"

"Kau bisa menyelamatkan kami semua..."

"Tidak!"

Naruto merasakan dadanya mulai sesak, nafasnya mulai terengah-engah, rasa lelah mulai menghinggapi dirinya, tak kuat lagi menempuh mimpi buruk yang begitu kelam ini.

"Lalu kenapa kau pergi?!" Suara Sakura tak lagi melembut, terdengar begitu tajam, membuat Naruto semakin ketakutan.

"Tidak, hentikan!"

"Kalau begitu, ayo kita pergi bersama-sama, kau telah gagal, Naruto." Suara Sakura menajam, terdengar begitu menyeramkan.

Sebuah ombak cairan merah mulai mendekat, menerjang tubuh Naruto yang telah begitu lelah, tak mampu bertahan, terbawa hanyut oleh ombak bau anyir itu.

Naruto mulai tak bisa bernafas, tenggelam oleh cairan merah yang membuat hidungnya tak lagi bisa mencium apapun selain bau darah, terus begitu hingga akhirnya tenggorakan Naruto terasa dicekik oleh sesuatu.

Mata-nya mulai memerah, kesadarannya perlahan mulai menghilang.

"Ahhhhhh!"

"Hah... Hah.."

Naruto tersentak, matanya terbuka lebar sekarang, kenbali lagi ke tempat awalnya, atau lebih tepatnya dunia nyata.

Kembali ke hutan antah berantah, dengan langit gelap yang begitu kentara.

Naruto mulai melebarkan mata-nya, mendapati sosok Sakura, Ino, Chouji, dan Temari berdiri di hadapannya, memandang Naruto dengan ekspresi terkejut.

"Sakura-Chan? Ino? Chouji? Temari?" Naruto akhirnya berbicara, masih dalam keadaan terkejut.

"Hei Naruto, kenapa kau berteriak seperti itu?" Ino membalas, mebgangkat salah satu alisnya setelah Naruto yang tiba-tiba saja terbangun sambil berteriak.

"Yo Naruto!" Chouji ikut membalas, lebih memilih tersenyum kepada Naruto.

"Hei apa-apaan kau itu, berteriak padahal matahari saja belum terbit!" Temari menyahut, dengan nada jengkel melihat kelakuan Naruto tadi.

Sementara Sakura memilih untuk diam, memandang Naruto, terlihat sangat khawatir di sana.

Naruto mengerjapkan matanya beberapa kali, semata-mata untuk mengumpulkan kesadaran-nya.

Sakura mendekat, mulai terduduk di hadapan Naruto, tangannya bergerak, berniat untuk membelai pipi Naruto.

"Kamu gak apa-apa?" Sakura bertanya, tangan-nya semakin dekat menghampiri Naruto.

Tak.

Tangan Sakura ditepis dengan kasar oleh Naruto, raut muka Naruto perlahan berubah, mulai menampakan rasa takut.

Naruto perlahan memnudurkan badannya, menjauhi Sakura, dan ketika itu berdiri dengan cepat setelah merasa sebuah pohon menghalangi langkah mundurnya.

Sementara itu Sakura terus saja berdiam, melihat ke arah tangan-nya yang baru saja ditepis dengan kasar, bahkan tangan-nya itu mulai bergetar.

Semua orang di sana seketika itu kaget dengan apa yang baru saja Naruto lakukan, bahkan Chouji yang sebelumnya tersenyum mulai memandang Naruto dengan pandangan tidak percaya.

Ino dan Temari mulai mendelik tajam ke arah Naruto, mereka tak menyadari hal yang disadari oleh Sakura, tubuh Naruto ikut bergetar, Naruto terlihat begitu ketakutan.

Ino dengan cepat memasang ekspresi kesal, tak terima Sakura diperlakukan kasar seperti itu, menatap tajam ke arah Naruto.

"Apa-apaan kau Naruto?! Tidak kah kau sadar, apa yang baru saja kau lakukan?" Ino bertanya dengan nada tinggi, meluapkan segala emosi kepada Naruto.

"A-aku tidak t-tahu." Suara Naruto bergetar, kepala-nya menunduk, tak mampu melihat secara kabgsung ke arah Ino.

Ino semakin kesal, jawaban Naruto membuat emosi-nya tak lagi tertahan.

"Apa-apaan itu? Alasan bodoh macam apa itu!" Suara Ino semakin meninggi, mulai melangkah dengan kasar, bersiap menghampiri Naruto yang tengah terpojok di depan sebuah pohon.

"Ino, berhentilah." Chouji berkata pelan, mencoba menghentikan niat Ino untuk melangkah.

"Cih, kau itu memang harus diberi pelajaran." Ino tak menggubris perkataan Chouji, terus melangkah dengan kasar, sebelum akhirnya terhenti, tangan Sakura baru saja menghadang langkah-nya.

"Hentikan Ino!" Sakura mendelik tajam ke arah Ino, meminta sahabat-nya itu untuk tidak melakukan hal yang gegabah.

"Apa maksudmu? Kau tidak sadar apa yang Naruto baru saja lakukan ? Hah?!" Sahut Ino tak terima, mulai menatap tajam ke arah Sakura.

Naruto tak tahan lagi, berdiri di sini hanya membuat kepala-nya semakin sakit, dirinya segera berbalik badan, berlari pergi menjauhi ke empat teman-nya.

"Hei jangan lari Naruto!" Ino berteriak ke arah Naruto yang semakin menjauh.

"Biarkan Ino, jangan ganggu Naruto, dia butuh waktu." Sakura berbicara pelan, menenangkan sahabatnya yang telah termakan emosi.

———————

"Apa?!"

Sakura mengangguk, nampak seperti baru saja menjelaskan sesuatu yang membuat ketiga sosok di hadapan-nya itu terkejut.

"Lalu apa yang harus kita lakukan, Shikamaru tertangkap, lalu Sai, kenapa dia membelot?" Chouji bersuara, mulai menenangkan dirinya.

"Aku tidak tahu, ini memang aneh, aku bahkan tidak percaya Sai melakukan hal itu." Sakura menggeleng, mengutarakan apa yang dipikirkan olehnya.

Sementara Ino terus saja berdiam, mulai menggigiti kuku-nya, sangat terkejut mendengar fakta bahwa Shikmaru telah tertangkap, dan juga Sai yang membelot kepihak musuh.

"Itu tidak mungkin kan, Sai bukan orang yang seperti itu kan?" Ino meracau, terlihat masih begitu kaget.

"Ino."

Semua memandang Ino dengan tatapan Khawatir, seakan mengerti apa yang Ino rasakan.

"Sudah, berdiam di sini tidak akan menjawab hal itu, lebih baik kita segera menyelamatkan Shikamaru dan Sai." Temari bersuara, mencoba membuat ketiga rekan-nya itu untuk kembali fokus.

Semua seketika itu menatap Temari, lalu mulai mengangguk.

"Kalau begitu ayo!" Temari mulai melangkah, diikuti dengan Chouji dan Ino yang mulai bersiap.

Deg.

Ketiga orang yang telah bersiap menghentikan langkah-nya, menoleh ke arah Sakura yang terus berdiam dengan menundukkan kepala-nya.

"Ada apa Sakura?" Tanya Ino.

"Naruto....., aku takut sesuatu terjadi padanya." Lirih Sakura.

Ketiga sosok itu seketika saling bertatapan, lalu mulai mengangguk.

Ino lalu perlahan mendekat ke arah Sakura, lalu mulai menepuk pundak gadis itu.

"Cari dia, kami akan menunggu di sini, kita pergi saat matahari terbit." Ino mulai tersenyum ke arah Sakura.

Sakura mendongkakkan kepala dengan cepat, menatap lekat-lekat sosok Ino yang berdiri di hadapan-nya sambil tersenyum.

"Dia membutuhkanmu Sakura, aku tahu itu, ayo cari dia." Ino kembali berbicara, masih menampilkan senyumnya.

Sakura yang mendengarnya perlahan ikut tersenyum, lalu mulai mengangguk mantap.

Sakura segera berbalik, lalu mulai berlari menulusuri jejak Naruto, perlahan pergi menjauhi ketiga teman-nya yang sedang tersenyum ke arahnya.

'Kau pasti bisa Sakura.'

Ino terus tersenyum, terus melihat ke arah Sakura yang semakin menjauh dari pandangan-nya.

——————

'Apa kau takut?'

'Kenapa kau pergi?'

'Mari kita pergi bersama-sama'

"Ahhhhh!"

Naruto mencengkram kepalanya dengan kuat, berharap bisa menghapus semua perkataan-perkataan yang terus terlintas di benak-nya, memikirkan hal itu benar-benar membuat Naruto mual.

"Hah... Hah...."

Nafas Naruto tersengal-sengal, dadanya terus terasa sakit, itu benar-benar membuatnya menderita.

Walaupun langit terlihat mulai menunjukkan kebiruannya, perasaan Naruto tetaplah sama, takut dan begitu membenci perasaan itu.

Danau yang terlihat begitu tenang bahkan tidak bisa membuat pikiran-nya tenang, otak-nya terus saja memutar kilasan balik mimpi buruknya, terus berulang-ulang sampai kepala Naruto serasa ingin pecah.

Niatnya menenangkan pikiran ternyata gagal, walaupun takdir telah menuntunnya untuk menemukan tempat untuk berdamai dengan pikirannya, namun tetap saja, pikirannya itu seakan menolak takdir baik Naruto.

Naruto terlihat begitu kacau, terduduk di atas rerumputan dengan surai pirang yang terlihat acak-acakan, kantung mata terlihat begitu jelas, menunjukkan Naruto tak begitu menikmati tidurnya tadi.

"Ah apa yang kuperbuat sih?!" Naruto meracau, tampak menyesali perbuatannya.

"Sakura kan tidak salah, kenapa aku harus seperti itu?" Naruto bertanya-tanya, merasa heran dengan apa yang baru saja dia lakukan pada Sakura.

"Cepatlah hilang pikiran bodoh!" Naruto mengetuk-ngetuk pelan kepala-nya, berharap otaknya itu sehat kembali, dipenuhi pikiran positif.

"Itu kan hanya mimpi, kenapa aku harus seperti ini?" Naruto kenbali bertanya-tanya, menatap rerumputan dibawahnya yang terlihat berwarna hijau gelap, akibat sang mentari yang belum saja muncul dari tadi.

'Karena kau takut.'

Deg.

Suara batin-nya kembali terdengar, seakan menjawab pertanyaan Naruto tadi.

"Hentikan." Sahut Naruto, sepertinya mulai terbiasa berdebat dengan batin-nya itu.

'Kenapa, kau mau mengelaknya?'

"Itu...." Naruto terlihat kembali muram, nampaknya mulai terkalahkan oleh batin-nya itu.

'Sudahlah, berhenti mendebatku, aku tau kau takut.'

Naruto tak bergeming, benar-benar terkejut dengan perkataan batin-nya yang seakan akan memiliki pikirannya sendiri.

'Lihat, sudahlah, tawaran Gengo tidaklah buruk, terima saja.' Batin itu kembali bersuara, kali ini mulai merayu, melihat Naruto yang mulai tergoyahkan.

Tatapan Naruto mulai menajam, benci, sosok batin-nya seperti mulai berpihak pada musuh.

"Diam." Sahut Naruto, menutup kedua telinga-nya.

Naruto terus bergelut dengan pikiran-nya, terus menutup telinga, hingga tidak menyadari suara langkah kaki yang mulai mendekat ke arahnya.

Suara langkah kaki semakin mendekat, Naruto tetap tak menoleh, hingga akhirnya sebuah tepukan di bahu-nya menyadarkan dirinya, mulai menoleh, mendapati Sakura yang sedang tersenyum di belakangnya.

"S-sakura-Chan?" Naruto terbata-bata, terkejut melihat Sakura yang tiba-tiba saja muncul di belakangnya.

"Hai Naruto." Sakura masih tersenyum, segera memindahkan dirinya, terduduk di samping kiri Naruto.

"Untuk apa kau kesini?" Naruto bertanya dengan nada datar, menundukkan kepala, tak siap untuk melihat Sakura sekarang, dia masih merasa bersalah.

"Aku hanya ingin lihat danau saja." Jawab Sakura enteng, membiarkan angin mulai menerpa rambut-nya yang terurai, masih tersenyum.

"Oh begitu." Naruto bersuara lagi dengan nada datar, namun detak jantung-nya tidak karuan, masih merasa tidak siap untuk bertemu Sakura sekarang.

Hening....

Sakura dan Naruto tak lagi berbicara, kedua-nya terus melihat ke arah danau yang ada di hadapannya, tak mampu untuk sekadar saling menatap, mengutarakan apa isi hati mereka yang sebenarnya.

"Naruto?" Sakura bersuara, sekedar memecah suasana hening yang terasa sangat tidak nyaman.

"Ya?" Naruto menyaut, walaupun sebenarnya dia tidak ingin menyaut, berniat ingin segera pergi, terlihat dari tubuh-nya yang mulai terangkat sedikit, namun kembali terduduk, tidak mau membuat Sakura mulai curiga pada dirinya.

"Apa yang kau mimpikan sebenarnya?" Sakura bertanya dengan datar, tak lagi menampilkan senyum hangat-nya.

Deg.

Naruto tak bergeming, perasaan takut kembali mencuat, semua bayang-bayang mimpi buruknya kembali terulang, terus menerus hingga kepala-nya mulai berdenyut lagi.

"Kau bicara apa? Aku tidak memimpikan apapun." Naruto bersuara dengan nada datar, kata-katanya begitu terlihat agak kejam, seperti tak ingin mengungkapkan sesuatu, menbuat Sakura merasa asing di sana.

"Aku mau pergi dulu." Naruto mulai beranjak, namun tertahan karena Sakura mulai mencengkram lengan jaket-nya dengan kuat.

"Sakura lepaskan, aku-" Naruto tak dapat meneruskan perkataan-nya, kedua mata-nya mulai melebar, mendapati tetesan air mata mulai terjatuh, Sakura menunduk, tak lagi bisa menahan air mata-nya.

"Jangan... jangan lagi memendamnya Naruto." Lirih Sakura, dengan isakan tangis yang begitu kentara.

Naruto tak bergeming, dadanya semakin terasa sakit, merasa semakin bersalah pada Sakura.

"Ada orang yang menyangangimu di sini, aku mohon pikirkan juga perasaan orang yang menyangangimu itu." Sakura mulai menyampaikan isi hatinya, tak lagi kuat untuk sekdar berdiam diri melihat Naruto begitu menderita.

"Jangan terus mengorbankan perasaanmu seperti itu, aku sangat sakit melihat hal itu."

"Tolong..."

"Tolong beritahu aku bagaimana caranya menghentikan semua penderitaanmu." Sakura mengangkat kepala, memohon kepada Naruto, ekspresinya terlihat sangat sedih, air mata telah sepenuhnya membasahi kedua pipi-nya.

Naruto tak lagi bisa bersikap tegar, pertahanan-nya telah runtuh, dengan cepat mendekap tubub Sakura dalam pelukannya, mulai menangis.

"Aku tidak tahu Sakura... aku tidak tahu, aku takut, aku benci, aku tidak kuat, aku tak ingin mimpiku jadi kenyataan." Naruto terluhat bergetar, nada bicaranya terdengar sangat sendu, sangat menderita, sesuatu yang membuat Sakura melebarkan kedua mata-nya.

"Aku benci rasa takut ini, aku takut jika rasa takut ini membuatku kehilangan dirimu."

"Sosok yang paling berharga di dalam hidupku." Naruto terus menangis, tak lagi kuasa memendam isi hatinya, membeberkan semua rasa yang campur aduk di hatinya.

"Aku.... aku melihatmu, terbujur kaku di hadapanku... sungguh aku tidak ingin melihat itu lagi... aku tak ingin kehilangan dirimu." Naruto mulai mengeratkan pelukannya pda Sakura, seakan akan tidak akan pernah melepas pelukan itu apapun yang terjadi.

Sakura terus mendengarnya dalam diam, membiarkan Naruto menangis di dalam pelukannya, membiarkan Naruto membagi beban pada dirinya, berharap itu membuat Naruto lebih baik.

"Terus lah begitu Naruto, biarkan semuanya terlepas, biarkan aku menjadi tempatmu bercerita, karena apapun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu." Sakura berkata lembut, mulai menepuk-nepuk pelan punggung Naruto.

"Aku tidak ingin melihatmu bersedih seperti itu, aku ingin kau kembali tersenyum, senyum yang selalu menyelamatkan diriku dari keterpurukan, senyum yang selalu membuat diriku hangat, senyum yang membuatku merasa diinginkan." Sakura mulai kembali meneteskan air mata, ikut mengutarkan isi hatinya kembali.

"Terima kasih, Sakura-Chan, terima kasih." Naruto mulai bersuara kembali, tangis-nya semakin menjadi.

"Aku tidak akan pergi Naruto, tidak akan, mimpi itu bukanlah kenyataan, aku masih di sini bersamamu." Sakura mulai tersenyum, air matanya mulai menetes semakin pelan.

"Iya, iya... aku tahu itu, aku memang lemah terpengaruh mimpi seperti itu." Naruto terus berbicara, semakin mengeratkan pelukan-nya.

"Tidak, tidak, kau kuat Naruto, aku tau itu, kau berhasil melalui mimpi buruk itu sekarang, aku tahu kau pasti bisa." Sakura berbicara lembut, ikut mengeratkan pelukan-nya.

"Aku takut, aku takut, bayangan mimpi itu mengingatkanku pada perang dua tahun lalu, aku.... tidak bisa menyelamatkan Neji...." Lirih Naruto, membuat Sakura sedikit terkejut, keadaan Naruto lebih parah dari dugaannya.

"Itu bukan salahmu Naruto, Neji lah yang memilih, kau tidak harus bersedih seperti ini, Neji akan sedih melihat dirimu yang seperti ini." Sakura bicara lembut kembali, berharap menenangkan Naruto.

Hening...

Naruto terdiam, menyadari dirinya yang terlihat begitu memalukan di mata Neji, benar-benar sosok pria yang tidak bisa lepas dari masa lalu kelamnya.

Sakura benar, dia tak lagi harus bersedih, tak lagi harus merasa takut, tak boleh terlalu lama tenggelam dalam penyesalan.

Karena sekarang, ada banyak orang di sisi-nya, siap mendukung kapanpun Naruto membutuhkannya, terutama Sakura.

Ya, Naruto harus bangkit, ada teman yang butuh pertolongannya, ada cita-cita yang harus dia capai, dia harus kuat, bukankah itu artinya menjadi Shinobi?

'Aku harus kuat!'

'Sudah sadar?'

'Eh?'

'Ini batinmu yang berbicara, ternyata kau memang membutuhkan seseorang ya.'

Naruto mulai tersenyum, mendengar batin-nya yang terlihat sekarang tak lagi berdebat dengannya.

'Ya kau benar.'

'Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu, Kurama juga menitip pesan, jangan terlalu lama bersedih.'

'Ya, pasti.'

Dengan begitu Naruto mulai tersenyum, auranya mulai berubah, cerah dan menghangatkan, diikuti dengan terbitnya sang mentari dari arah timur, mulai menerangi kedua sosok yang tengah berpelukan itu.

"Naruto?" Sakura mulai bertanya, tak lagi mendengar isak tangis milik Naruto.

"Ya?" Naruto menyaut.

"Kau sudah siap? Kita harus segera pergi." Sakura mulai tersenyum, seakan mulai merasakan aura hangat yang kembali muncul dari diri Naruto.

"Biarkan dulu seperti ini." Naruto berbisik, membenamkan wajah-nya di pundak Sakura, semakin mengeratkan pelukannya.

Sakura mulai tersenyum lagi, senyum lembut, merasa lega dan tenang, Naruto akhirnya kembali seperti biasanya, ceria seperti biasanya.

"Baiklah."

————————

"Sudah lebih baik, eh?"

Di sana Naruto hanya bisa menggaruk belakang kepala-nya, menyengir mendengar perkataan Ino barusan.

"Naruto, kau membuatku khawatir saja!" Chouji ikut bersuara, menghampiri Naruto lalu menepuk pundaknya.

"Haha, maaf-maaf trlah membuat kalian khawatir!" Naruto tertawa canggung, masih terus menggaruk-garuk belakang kepala-nya.

Sementara itu, di samping kiri Naruto terdapat Sakura yang terus tersenyum, memandangi wajah Naruto yang mulai memancarkan ekspresi ceria, tak lagi ada rasa takut maupun kebencian.

"Hei, kita harus bergerak!" sela Temari, mendapati Naruto dan Chouji yang mulai bersenda gurau.

Naruto dan Chouji terdiam, lalu mulai melihat ke arah desa yang berada tak jauh di depan mereka, mulai tersenyum.

"Ya, Ayo!" Seru Naruto, mulai bergerak ke arah desa, diikuti ke empat teman-nya dari belakang.

-----------

"Bagaimana?" Tanya Sakura.

"Ada sekitar 100 orang yang menunggu kita di balik gerbang ini." Naruto menjawab, mata kuning-nya menatap gerbang dengan tatapan tajam.

"Seratus orang? lalu bagaimana kita akan menyusup ke kastil ini?"Ino bertanya, sedikit kaget mendengar perkataan Naruto.

Sakura yang mendengar perkataan Ino seketika itu menyeringai kecil, mulai menarik tangan-nya ke belakang.

"Kita hadapi saja." Naruto ikut menyeringai, mendapati Sakura yang sudah bersiap lebih dulu melancarkan serangan pembuka.

"Shannaroo!"

Duar..

Gerbang utama kastil hancur seketika, menyisakan kepulan asap kecil, mulai memperlihatkan beberapa shinobi bawahan Gengo yang terkejut melihat gerbang kastil-nya hancur.

"Baiklah gerbang sudah hancur, Naruto ayo-" Perkataan Sakura tercekat di dalam tengggorakan, tak dapat meneruskan, melihat tubuh Naruto yang tiba-tiba saja bergetar, raut rasa takut kembali muncul di wajah Naruto.

"Naruto ada apa?" Sakura bertanya, mulai mendekat ke arah Naruto.

"Aku tidak yakin Sakura-Chan, apa aku bisa? aku masih merasa takut, aku takut jika rasa takut itu kembali muncul jika aku bertarung." Lirih Naruto, terdengar sendu, Naruto belum sepenuhnya menghilangkan rasa takut-nya.

Sakura tak menjawab, wajah-nya menunjukkan ekspresi datar, perlahan kedua tangan-nya mulai bergerak, menghampiri wajah Naruto.

Naruto ikut terdiam, mulai menundukkan wajah, terlihat putus asa, tidak berani untuk menatap langsung ke arah Sakura maupun musuh yang ada di hadapannya.

Naruto terus seperti itu, hingga dua buah telapak tangan menyentuh kedua pipi-nya, mulai memaksanya untuk menoleh ke arah samping kirinya, Naruto hanya pasrah mengikuti alunan pergerakan tangan itu.

Cup.

Mata Naruto melebar seketika, memandang lekat-lekat Sakura yang baru saja mengecup bibirnya sekilas, hanya bisa menerima kehangatan yang mulai menjalar ke seluruh tubuh-nya.

Semua orang melongo, melihat pemandangan yang tidak terduga, di hadapan mereka, Sakura baru saja berciuman dengan Naruto.

"Hei jidat! apa-apaan itu! kau tidak bisa membaca situasi ya!" Ino berteriak dengan kesal, mendapati sahabatnya itu seakan sedang mencuri kesempatan.

Sakura tak menggubrisnya, tatapan-nya hanya terfokus pada Naruto, memandangi dengan mantap Naruto yang terlihat masih tidak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi

"Kau bisa Naruto, aku tahu itu!"

Sakura bersuara dengan nada tegas, terus fokus memandang Naruto, memberikan sebuah semangat pada Naruto.

Naruto terus menatap lekat-lekat Sakura yang berada di hadapannya, mulai mencerna apa yang baru saja terjadi, seketika itu memejamkan mata lalu mulai tersenyum.

"Ya kau benar!"

Naruto membuka mata, mulai mengalihkan pandangan ke arah musuh yang masih belum mengerti dengan apa yang baru saja terjadi.

"Cih, jangan tersenyum seperti itu!" teriak salah satu musuh, mulai berlari menghampiri Naruto dan Sakura, diikuti beberapa shinobi di belakangnya.

Naruti menyeringai, membuat sebuah segel tangan.

"Tajuu Kagebunshin No Jutsu!"

Poof.. Poof...

Seketika itu banyak bunshin Naruto muncul di hadapan mereka, menerjang satu persatu shinobi yang bergerak ke arah Naruto, membuat mereka tak bisa mendekati Naruto yang asli.

Merasa pertarungan sudah terkendali, Naruto mulai menoleh ke arah belakang, mendapati ketiga rekan-nya masih tak bergeming.

"Kami akan menahan mereka, kalian pergilah ke kastil, selamatkan Shikamaru dan Sai."Naruto bersuara, membuat ketiga rekannya mulai menoleh ke arahnya.

"Ya pergilah!" Tegas Sakura.

Ino, Chouji, dan Temari segera tersenyum, dengan cepat meloncat, melewati kerumunan orang yang sedang bertarung.

"Hei, kalian pikir, kalian bisa lewat dengan mudah begitu saja hah!" Sahut salah satu musuh, diikuti salah satu rekannya mulai berlari ke arah Ino, dan Temari.

Duak.

Kedua sosok itu terhempas ke atas tanah, akibat dari pukulan Naruto dan Sakura yang tiba-tiba saja muncul di atas kedua sosok itu.

"Kami mengandalkan kalian!" Sahut Ino yang mulai berjalan menghampiri pintu kastil.

Sakura dan Naruto hanya mengangguk sebagai jawaban, mulai berlari ke arah kerumunan musuh.

"Baiklah, ayo Sakura-Chan!"

"Hmm!"

-------------

"Jangan bicara omong kosong!" Shikamaru berteriak, menatap tajam ke arah Gengo.

"Kenapa? itu memang benar, mereka sendiri yang berpihak padaku atas kemauan mereka sendiri." Gengo membalas dengan tenang.

"Cih!" Shikamaru melirik kedua sosok yang berada di belakangnya, Sosok Ro dan Soku yang memakai jubah ungu.

"Itu benar Shikamaru, kau juga sebentar lagi akan sadar." Soku berbicara, memandang datar ke arah Shikamaru.

"Diam!" Shikamaru meloncat menjauhi ke empat sosok yang ada di ruangan itu, setelah akhirnya Sai melepaskan ikatan ular tintanya.

"Aku akan membuat kalian bertiga sadar!" dengan cepat Shikamaru segera membentuk segel tangan, membuat bayangan-nya mulai bergerak ke arah ketiga sosok yang ada di hadapannya.

Gerakan bayangan-nya terlalu lambat, Ro, Sai, dan Soku dapat menghindarinya dengan mudah.

"Kau tidak akan menang melawan tiga orang, Shikamaru." Sai bersuara, mulai berlari menghampiri Shikamaru.

"Cih."

Duar.

Sai terhempas beberapa meter akibat sebuah ledakan yang menghancurkan dinding di samping kirinya, membuat sebuah lubang yang menganga, diikuti dengan munculnya dua sosok asing dari balik lubang itu.

"Ino, Chouji!" pekik Shikamaru kaget.

"Yo Shikamaru!" Chouji tersenyum.

Duak.

"Ittai... Temari?!" Shikamaru terkaget, mendapati sosok Temari sudah berada di sampingnya.

"Shikamaru! jadi ini ya yang kau sembunyikan dariku?!" Tanya Temari dengan menatap tajam kearah Shikamaru.

"Maaf.." Lirih Shikamaru, mulai mengalihkan pandangan-nya ke arah Sosok Sai yang sudah berdiri lagi.

"Kita seimbang sekarang, jadi tidak perlu lagi menahan diri!"

"Aku yang akan menghadapi Sai!" sahut ino, secara tiba-tiba berdiri membelakangi Shikamaru.

"Ino, dia kuat, kau tahukan?" Shikamaru bersuara, memastikan ucapan Ino tadi.

"Ya aku tahu!"

"Itu benar, kau tidak sebanding denganku, Ino." Sahut Sai enteng, meremehkan.

"Kalau begitu biar aku tangani pak tua itu!" Chouji bersuara.

"Oh?" Ro mulai menyeringai kecil.

"Shikamaru!" Temari berteriak.

"Aku tahu." Shikmaru seakan mengerti, mulai memandangi Gengo yang sedang bersiap melarikan diri.

"Cih!" Gengo bersiap melarikan diri, namun terhenti, menoleh ke arah belakang, mendapati Shikamaru telah berhasil mengikat bayangan-nya.

"Jangan harap kau bisa pergi." Shikamaru mulai menyeringai kecil.

------------

Trang.

Duak.

Wush....

Pertarungan tak terelakan lagi, semua sibuk bertarung sendiri, tak mampu membantu rekannya yang sedang terdesak.

Masing-masing terfokus pada lawan tarungnya, Chouji dapat mendominasi dengan jurus pembesaran tubuhnya, Temari dengan jurus angin-nya mampu mendesak Soku hingga membuat mereka terpisah dengan jarak yang cukup jauh.

Berbeda dengan kedua teman-nya, seperti yang Shikamaru bilang, Sai adalah lawan yang kuat, Ino tidak dapat mengimbanginya, dia terdesak, di kepung oleh empat makhluk buas di sekelilingnya, membuat Ino terjebak disana.

"Sai sadarlah!" Teriak Ino.

"Kenapa mengkhawatirkan aku, seharusnya kau khawatirkan dirimu sendiri." Sahut Sai dengan tenang, berjalan ke arah Ino yang sedang terjebak.

"Aku tidak akan menyerah pada teman berhargaku!" Tegas Ino.

"Oh? tenang saja sahabatmu itu sebentar lagi akan berpihak pada Tuan Gengo, kay tidak akan bisa melakukan apapun lagi." Sai menjelaskan dengan seringai kecil.

"Kau tidak mengerti ya?" Gumam Ino, mulai menundukkan kepala.

"Yang kumaksud dengan teman berharga adalah kau! Sai!" Teriak Ino, menatap tajam ke arah Sai.

Deg.

Sai tak bergeming, bibirnya kelu, sebuah perkataan mulai terbayang di ingatannya.

"Kau adalah penduduk Konoha!"

"Jangan lupakan itu!"

Sai dengan cepat menepis semua pikiran itu, namun tak menyadari air mata telah menetes.

"Teman itu tak berguna!" Sai berteriak tak setuju.

"Lalu kenapa kau menangis sekarang?" Ino berkata lembut, memandang wajah Sai yang sudah dibasahi air mata.

Sai tak menjawab, pandangan-nya kosong, tetap membiarkan air mata menetes dari kedua matanya.

"Shintensin No Jutsu!"

Deg.

Sai telah kalah, Ino berhasil menggunakan jutsu pengendali pikirannya.

"Biarkan aku mengambil alih pikiranmu sebentar."

-------------

"Ada apa Shikamaru? menyesali masa lalu kah?" Gengo mulai menyeringai, melanjutkan Perkataan yang membuat pikiran Shikamaru teralihkan.

"Diam!" Shikamaru memejamkan mata, menutup kedua telinganya.

"Aku tahu, di lubuk hatimu yang paling dalam kau setuju dengan rencanaku." Suara Gengo seakan menembus pikiran Shikamaru.

"Diam!"

"Ayo Shikamaru, jangan lagi menolak, berpihaklah padaku." Gengo mengulurkan tangan.

Deg.

Shikamaru mulai goyah, tak lagi meminta Gengo untuk diam, pandangannya kosong.

"Nah, Shikamaru begitu, ayo hentikan pertarungan sia-sia ini."

Shikamaru perlahan melangkah, sebelum akhirnya sebuah Chakra merah mulai menyelimuti tubuhnya.

"Ini..!" Gengo terlihat kesal.

'Jangan terpengaruh padanya, Shikamaru!'

Jelas, Shikamaru dapat mendengarnya dengan sangat jelas, suara Naruto menggema di dalam pikirannya.

'Naruto?'

Shikamaru melihatnya, di hadapannya, Naruto berdiri membelakanginya.

Naruto yang dipanggil berbalik, memasang senyum ceria, menunjukan tanda peace kepada Shikamaru.

'Ramen!'

Shikamaru tersenyum, dan seketika itu mulai sadar kembali.

"Cih!"

"Kau lihat bukan, kau salah telah meremehkan Naruto!" Tegas Shikamaru, segera setelah itu segera mengarahkan bayangannya keleher Gengo, mulai mencekiknya.

"Kau tidak bisa lagi bicara, menyeralah!" Shikamaru mengeratkan pegangan banyangannya pada leher Gengo.

"Euhh.." pandangan Gengo mulai menggelap, kesadarannya perlahan mulai menghilang, seketika itu terjatuh tak sadarkan diri.

------------

"Sai?" Ino memanggil.

"Sai?"

"Sai?"

Ino terus berlari, menelusuri ruangan putih yang terlihat begitu sepi, terus berlari untuk menemukan sosok Sai.

"Sai!"

Ino menemukannya, sosok Sai yang tengah terduduk, ditemani kedua binatang buas miliknya.

"Siapa kamu?" Sai bertanya, mulai melihat kearah Ino yang perlahan bergerak menghampirinya.

"Aku temanmu!" Ino menyaut, semakin mendekati sosok Sai.

"Tidak, hanya merekalah temanku!" Sai menyanggah, bergantian memandangi hewan yang berada di sampingnya.

"Itu hanyalah pikiran yang Gengo ingin kau percayai." Ino berkata lembut, terus mendekat kearah Sai.

"Jangan mendekat! pergilah!" Sai berteriak ,diikuti dengan binatang buas di sampingnya yang mulai siaga.

Ino tak menggubrisnya, terus melangkah mendekat, memandangi Sai lekat-lekat.

Sai mundur berberapa langkah, Sosok Ino semakin mendekat, binatang buas yang ada di sampingnya perlahan menghilang, seakan tak menuruti perintah Sai.

Grep.

Ino memeluknya, sosok Sai yang terlihat terluka, mencoba membuat Sai tersadar.

"Kembalilah, Sai.."

Air mata menetes, kedua mata Sai membulat, perasaan hangat mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Semuanya sudah menunggu.."

-------------

Tap..

Tap...

Tap....

"Dimana, Naruto?" Sakura bertanya, sambil terus belari, mengikuti Naruto dari belakang.

"Sebelah sini!" Naruto berbelok ke arah lorong lain, menatap ke arah pintu besar di ujung lorong.

Tap...

Tap..

Brak.

Pintu didorong kasar, membuat semua orang di dalam ruangan terkejut, menoleh untuk menemukan siapa orang yang mendobrak pintu.

"Hah... Hah..." Nafas Naruto tersengal-sengal, mulai membungkukkan badan, tak kuat menahan rasa lelah.

"Syukurlah!" Sakura bersuara, mendapati rekan-rekannya dalam keadaan baik-baik saja.

"Hei-hei, bisakah pelan sedikit, ada yang sedang tidur disini!" Bisik Ino pelan.

Sakura menaikkan salah satu alisnya, lalu melihat kearah Ino, mendapati Sai yang tertidur di pangkuan Ino.

Tep.

"Hah?" Naruto mendongkakan kepala, mendapati Shikamaru sudah berdiri di hadapannya.

"Kau berhasil Shikamaru?" tanya Naruto dengan terengah-engah.

Shikmaru mulai tersenyum kecil.

"Ya!"

---------------

"Temari!"

Mengabaikan tahanan yang sedang berjalan, Shikamaru mulai mendekat menghampiri Temari yang mulai membalikan badan.

"Huh?"

Shikamaru segera menghentikan langkah, mulai menggaruk belakang kepalanya.

"Bisakah kau pelan sedikit jika menampar seseorang?" Tanya Shikamaru.

"Jika kau terus tak sadar seperti itu, aku akan tetap menamparmu sebanyak yang aku mau." Saut Temari enteng.

"Oke... aku mengandalkanmu." Tubuh Shikamaru menengang, perkataannya terbata-bata.

"Terima kasih.... atas apa yang kau lakukan hari ini." Shikamaru berbicara lagi, masih terbata-bata.

Dari kejauhan, Sosok Ino tengah memperhatikan mereka berdua, mendecak kesal.

"Ihh, apa yang Shikamaru bicarakan sih?! Ayo cepat ajak dia kencan!" Pekik Ino, kesal melihat Shikamaru.

Sakura yang berada di sampingnya hanya bisa tertawa kecil, sedangkan Naruto dan Chouji hanya bisa menaikkan salah satu alisnya, heran dengan kelakuan Ino.

"Ino!" Sai memanggil.

Membuat seketika itu Ino mulai menoleh, diikuti dengan Sakura, Naruto dan Chouji yang ikut menoleh.

"Sai!"

"Terima kasih Cantik." Sai mulai bersuara kembali.

"Aku benar-benar merasakan kebaikan hatimu."

"Cantik?... uh" Ino seketika itu menegang, sembuar merah mulai muncul di kedua pipinya.

Dan lagi-lagi Sakura hanya bisa tertawa kecil.

"Aku ingin berterima kasih, jika kau mengizinkan." Sai berkata lagi.

"Oh kalau begitu... bagaimana kalau kencan?" Ino bertanya malu-malu.

"Euh sekarang dia yang bicara aneh!" Ucap Naruto dan Chouji bersamaan.

Dan akhirnya Sakura tak lagi dapat menahan tawanya, mulai menyenggol-nyenggol pinggang Ino menggunakan sikutnya.

————————

"Mungkin.... lain waktu...kita bisa pergi makan bersama?" Shikmaru bertanya dengan terbata-bata.

"Maksudmu kencan?" Temari bertanya enteng, memandnag datar Shikamaru.

"Huh?" Shikamaru salah tingkah.

"Apa kamu mengajakku kencan?" Tanya temari dengan tenang.

"Ya... mungkin." Shikamaru berkata dengan mengalihkan pandangan.

"Kencan ya?"

"Kenapa? Kau tidak mau?"  Shikamaru bertanya.

"Bukan itu." Temari menjawab, segera membalikkan badannya, bergerak menjauhi Shikamaru.

"Eh?"

"Bersiaplah, kencan denganku akan sedikit merepotkan." Temari menoleh sebentar, lalu mulai berjalan kembali, meninggalkan Shikamaru.

Shikamaru terus memandangi Temari yang semakin menjauh, sebelum akhirnya sebuah suara memanggil dirinya.

"Oii Shikamaru!" Naruto berteriak, berlari menghampiri Shikamaru.

"Ada apa Naruto?" Tanya Shikamaru, mulai beralih menatap Naruto yang sudah membawa sebuah tas di punggungnya.

"Kau sudah akan pergi?" Tanya Shikmaaru lagi.

"Ya begitulah!" Naruto menjawab sambil tersenyum.

"Begitu ya.." Shikamaru mulai iktu tersenyum.

"Ya lagipula aku masih punya waktu tujuh bulan lagi untuk melanjutkan perjalanan ini, masih banyak yang ingin aku lihat." Tegas Naruto masih tetap tersenyum.

Tep.

Shikmaru melayangkan kepalan di udara, tepat mengenai dada Naruto.

"Kalau begitu cepatlah kembali, jangan membuat semua orang menunggu." Tegas Shikamaru.

Naruto hanya mengangguk, lalu mulai berjalan ke arah gerbang desa  yang ada di belakangnya.

"Tunggu aku Naruto!" Sakura memanggil, mengabaikan Shikmaru yang telah ia lewati.

Tep.

Tep.

"Kencan dengan Temari huh?" Ino bertanya, menepuk pundak Shikamaru.

"Eh?" Shikamaru terlihat salah tingkah lagi.

"Kami melihat semuanya Shikamaru." Chouji mulai bersuara.

Shikamaru hanya bisa tersenyum, kembali lagi mengalihkan pandangannya pada Naruto dan Sakura yang tengah berdebat di gerbang desa.

Perdebatan itu hanya sebentar, setelahnya kedua sosok itu kembali berjalan, Sakura di sana, terus berjalan sambil melambaikan tangan di udara.

"Jaa na minna!" Sakura berteriak agak keras.

Ino hanya bisa tersenyum, lalu ikut melambaikan tangan dengan semangat, sama seperti Sakura.

"Nikmati kencan kalian, jidat!" Teriak Ino dengan keras.

"Ino-pig!"

To Be Continued.