webnovel

Naruto Story : Love, Decision, And Hatred

Dua tahun telah berlalu sejak perang dunia shinobi ke-4. Semua kembali normal Sasuke telah kembali dan menjalani petualangan bersama tim taka. Naruto mulai belajar untuk mengejar mimpinya sebagai Hokage dan Sakura mulai menyadari perasaannya terhadap Naruto telah berubah. Sementara itu sosok misterius muncul mengancam kedamaian dunia shinobi apa yang akan terjadi? Naruto masih milik paman Masashi Kishimoto

VaughnLeMonde · Anime & Comics
Not enough ratings
40 Chs

Chapter 28 : Hatred

Tes...

Tes..

Tes...

Air hujan menetes, perlahan semakin deras, langit menangis.

Menangis.....

Terus menangis....

Sebuah cahaya mentari telah redup, tak ada lagi senyuman ceria, semua tampak begitu suram.

Begitulah Naruto sekarang.

Harapan telah sirna, dikalahkan rasa ketakutan yang begitu kentara, merasa tak berdaya.

Mimpi....

Bersifat imajinatif tapi mampu mempengaruhi perasaaan seseorang.

Begitulah Naruto sekarang.

Terpengaruh oleh sebuah mimpi buruk, mimpi yang membuat seluruh keberanian dan tekad-nya hilang seketika.

Semua terekam jelas di sana, mimpi itu, Perkataan Gengo yang begitu menakutkan, dan sosok Shikamaru yang entah bagaimana nasibnya sekarang.

Naruto tak berdaya.

Kedua kaki-nya berat untuk melangkah, pandangan-nya tak jelas, tubuh-nya merinding, begitu pula air hujan yang semakin membasahi tubuh-nya.

Di sampingnya, berdiri sosok Sakura, tengah membopong tubuh-nya yang berat, menuju ke arah hutan perbatasan desa.

Sosok Sakura begitu tegar, begitu tenang, seperti tak memiliki beban apapun di pundak-nya.

Naruto benci itu.

Walaupun kesadaran-nya melemah, tapi dia sadar, dirinya tengah menjadi beban sekarang, beban bagi Sakura.

Terus berjalan, mengarungi hujan, Naruto sudah semakin lemah, semakin bersalah, dirinya benar-benar menjadi tak berguna sekarang.

Hujan membasahi wajah-nya, namun Sakura tetaplah fokus, berjalan sambil membopong Naruto di atas pundak-nya, berusaha mencari tempat aman di dalam Hutan.

Hujan berhenti.

Tepat setelah Sakura menghentikan langkahnya, melihat sekitar, lalu menatap Naruto dengan ekspresi khawatir.

Naruto tak kuat lagi, kesadaran-nya mulai menghilang, pandangan-nya mulai gelap, tubuh-nya tak lagi tersisa tenaga.

Bruk.

Naruto terjatuh, pingsan, tepat setelah diri-nya melepaskan diri dari Sakura.

Terjatuh, tapi tak lagi tersenyum, wajah-nya begitu muram, rasa takut, bersalah, dan benci begitu kentara di sana.

Sakura terengah-engah, lelah, menekukkan kedua lutut-nya, sekedar mengistirahatkan tubuh-nya.

Tubuh-nya teristirahatkan, tapi tidak dengan pikiran-nya, Sakura menatap sendu ke arah Naruto, Sakura tau, Naruto sedang menderita sekarang.

Banyak hal terjadi secara singkat, Sakura tak tahu harus berbuat apa, tak bisa memilih, ada Shikamaru yang entah bagaimana nasibnya, tapi di sisi lain ada Naruto yang menderita, dimakan oleh rasa takut akan mimpi buruknya.

Akhirnya hati lah yang memilih.

Bergerak membantu Naruto, karena Sakura tau, Naruto butuh seseorang di sisinya sekarang.

Dibelainya wajah yang terlihat muram itu, berharap memberi kehangatan, berharap meringankan beban pikiran Naruto walau hanya sedikit.

Sakura tersenyum hampa, menghela nafas-nya, mulai merasa lelah.

Membaringkan tubuh-nya di bawah pohon tepat di samping Naruto, melihat sebentar ke arah pemuda yang sudah lebih dulu tertidur, lalu mulai menutup kedua mata emerald-nya.

—————-

Dingin...

Lembab...

Itulah yang dirasakan Shikamaru sekarang.

Shikamaru tak tahu apa yang terjadi...

'Apa aku sudah mati?'

Hanya itu yang ada di pikiran-nya sekarang, bertanya-tanya, meminta jawaban yang pasti dsri apa yang dia rasakan saat ini.

"Dimana ini?"

Shikamaru membuka kedua mata-nya, menatap sekeliling, tak mendapati ada seseorang di dekatnya, dia sendiran.

Tak ada apa-apa di ruangan itu, kosong, hanya dinding lembab nan dingin yang ada di sana, dan juga sebuah pintu besi di hadapan-nya.

Tertutup rapat, seolah tak menginginkan Shikamaru pergi dari ruangan itu, tapi Shikamaru harus mencoba, dia tidak boleh terkurung di tempat ini.

Cring.

Tubuh Shikamaru kembali terdorong ke belakang, tertahan oleh sebuah rantai yang mengingat kedua tangan-nya dari belakang, Shikamaru menengok, baru saja menyadari hal itu.

"Hah~" Shikamaru mengehela nafas pelan, sadar dirinya memang tak ditakdirkan untuk bisa keluar dari ruangan ini.

Shikamaru tahu, sekeras apapun dia mencoba, tidak mungkin dia bisa melepaskan sebuah rantai besi yang tertancap di dinding belakangnya.

Shikamaru hanya bisa menerima nasibnya, terduduk kembali, menyenderkan tubuh-nya di sisi dinding, mulai menunduk frustasi.

Shikamaru hanya bisa menunggu, berharap seseorang akan datang menyelamatkannya, tapi tentu saja, kemungkinan itu sangat kecil.

Shikamaru sadar, rencananya berhasil di gagalkan Gengo, mungkin ini untuk pertama kalinya seorang jenius Nara Shikamaru berhasil dikalahkan dengan sangat telak.

Kedua rekan-nya tertangkap, Shikamaru tidak tahu bagaimana dengan nasib kedua teman-nya yang lain, hanya bisa berharap, semoga mereka berhasil melarikan diri.

Ro dan Soku tertangkap dengan mudah, Naruto dan Sakura entah ada dimana sekarang, semua begitu jelas terpampang, hari dimana semua rencana-nya gagal dalam waktu yang singkat.

Gengo benar-benar sangat cerdik, dia pandai memanfaatkan situasi, dan Shikamaru juga tak habis pikir apa yang baru saja terjadi pada Sai.

Pemuda itu berkhianat.

Shikamaru benar-benar tak menduganya, mungkin itulah mengapa dia kalah waktu itu, tak memikirkan bahwa Gengo telah berhasil membuatnya jatuh dalam perangkap-nya.

Memikirkan semua itu hanya membuat Shikamaru semakin pusing, sebuah keinginan bermain shogi tiba-tiba saja muncul, karena hanya itu yang bisa membuat Shikamaru memikirkan strategi-strategi brilian-nya.

———————

Ckrek.

Sebuah suara putaran kunci muncul dari balik pintu besi, membuat Shikamaru mengangkat kepala-nya, mengalihkan pandangan-nya ke arah pintu besi yang perlahan terbuka.

Tep.

Sebuah nampan diletakan, tepat di hadapan Shikamaru, nampan yang di atasnya terdapat sebuah mangkuk sup dan segelas air putih.

"Hebat sekali kau masih bertahan."

Suara itu berhasil mengalihkan atensi Shikamaru, mengerling ke arah Sai yang berdiri di hadapan-nya.

"Kalau shinobi biasa pasti sudah menyerah dari tadi." Sai kembali berbicara.

"Aku hanya sedang sibuk bermain shogi bersama mantan guru-ku, dan hal itu tak pernah membuatku bosan." Ucap Shikamaru, setelah sebelumnya terlintas sebuah pikiran diri-nya bersama Asuma-sensei sedang bermain shogi, berharap bahwa dirinya yang sedang di penjara ini hanyalah mimpi belaka.

"Aku suka sifat keras kepalamu itu."

"Kau bisa belajar banyak dari bermain shogi, loh."

"Mau seperti apapun keadaanmu, selalu ada cara untuk membalikkan keadaan." Shikamaru menambahkan.

"Apa kau berencana membalikkan keadaan di saat situasi seperti ini?" Sai mengangkat kedua tangannya dengan sombong.

"Aku tak sabar untuk melihatnya."

"Hei, bisakah setidaknya kau kembalikan korek-ku?" Tanya Shikamaru, mengalihkan pembicaraan.

"Aku tak bisa tenang tanpa itu." Shikamaru menambahkan.

Sai menghela nafas, menutup mata-nya sebentar, lalu kembali menatap Shikamaru.

"Akan kukembalikan jika kau mau menerima kepercayaan Tuan Gengo." Ucap Sai dengan nada tenang.

"Kenapa kau mengikuti orang seperti dia?" Tanya Shikamaru, dengan nada tenang.

"Aku hanya menemukan tempat dimana seharusnya aku berada." Sai menjawab dengan enteng.

"Bukan konoha?" Shikamaru kembali bertanya, dengan nada yang mulai meninggi.

"Bukankah kau anggota tim 7?" Tanya Shikamaru, berusaha menegaskan hal yang harusnya Sai sadari.

"Kalau begitu, kenapa Naruto dan Sakura malah melarikan diri?" Dengan entengnya Sai kembali bertanya.

"Padahal aku dan kau tak terlalu dekat, tapi mengapa kau yang malah menyelamatkanku?" Sai mulai melemparkan pertanyaan kembali.

"Kau seharusnya lihat, Naruto juga ikut datang menyelamatkanmu." Sela Shikamaru cepat.

"Meskipun begitu, jika aku adalah Sasuke atau Sakura, Naruto pasti tak akan melarikan diri." Sai dengan entengnya kembali berbicara.

"Pasti Gengo yang memberitahumu pemikiran seperti itu ya?" Tanya Shikamaru, dengan cepat membalas kembali pernyataan dari Sai.

"Tak salah lagi kalau Gengo mengendalikan orang-orang menggunakan perkataannya." Nada bicara Shikamaru mulai meninggi, berusaha memojokkan Sai dalam perdebatan yang terjadi.

"Kau juga cepatlah sadar!"

"Aku sudah sadar sejak lama." Sai menyela dengan cepat.

"Saat Tuan Gengo memberikan petuahnya."

Shikamaru tertegun mendengar perkataan Sai, kedua mata-nya mulai melebar, tak percaya Sai akan mengatakan hak seperti itu.

Sai yeng melihat ekspresi Shikamaru hanya bisa tersenyum, lalu mulai berbalik, berjalan ke arah pintu besi.

"Tunggu!" Teriak Shikmaru.

"Apa kau masihingin berbicara?" Sai menghentikan langkahnya, sedikit menengok ke arah Shikamaru yang berada di belakang-nya.

"Aku pasti akan menghentikan pengaruh jutsu Gengo pada dirimu... dan juga menyelamatkanmu." Shikamaru berbicara, sedikit menekankan kalimat akhir yang dia ucapkan.

Kedua mata Sai menyipit, namun masih tetap tak sepenuhnya melihat ke arah Shikamaru.

"Sebaiknya kau menyerah saja." Sahut Sai enteng.

"Jika tidak, kau akan mengalami sesuatu yang lebih buruk dari ini." Mata Sai menyipit ke arah Shikamaru, mulai menyeringai.

Shikamaru kembali tertegun, mengerjapkan mata-nya sesekali.

Sementara itu Sai kembali melanjutkan langkahnya, mulai menutup pintu besi, hingga terdengar bunyi gesekan di situ.

"Cih, kau adalah penduduk Konoha, jangan lupakan itu!" Shikamaru berteriak ke arah pintu besi yang sudah tertutup sempurna, meracau, berharap Sai mendengar perkataannya.

—————————

Tep..

"Akhirnya." Suara lirihan yang terdengar begitu berat mulai menggema.

Sosok tubuh pemuda terbangun dari tidur-nya, sempat melirik ke arah gadis di sampingnya yang tengah tertidur.

Tubuhnya kembali bergerak, berdiri lalu berjalan sambil melihat ke arah langit yang masih gelap gulita.

"Cih." Si pemuda berambut pirang mendecih, terlihat sangat kesal.

Ada yang berbeda, kedua mata-nya tak lagi menampilkan Safir yang menawan, tergantikan oleh dua mata merah darah dengan kedua pupil-nya yang menyipit, membentuk sebuah jarum vertikal.

Tiga garis guratan di kedua pipi-nya semakin terpampang jelas, dan juga taring gigi-nya mulai menajam.

Raut wajah-nya semakin menunjukkan rasa kesal, diikuti dengan kedua tangan yang mengepal dengan kuat, berjalan dengan lambat ke arah sebuah pohon di hadapan-nya.

Brak.

Batang pohon tak lagi berbentuk, setelah si pemuda menghempaskan tinju-nya dengan keras ke arah pohon malang itu, dan tatapan-nya terlihat begitu penuh akan kebencian.

"Cih, bisa-bisanya orang itu." Suara berat kembali menggema, lebih terdengar seperti suara batin.

"Sialan! Bisa-bisanya aku terjatuh pada teknik murahan seperti itu." Suara berat itu begitu menyeramkan jika di dengar, sungguh penuh kekesalan dan kebencian di sana.

Tak di sadari si pemuda, sosok gadis yang sebelumnya tertidur, mulai membuka mata-nya perlahan, terbangun akibat perbuatan si pemuda yang terus menerus menendang pohon yang malang itu.

"Hmm?" Sakura mengucek kedua mata-nya, masih belum sepenuh-nya sadar.

Sekarang si pemuda menyadarinya, sosok gadis di belakangnya telah terbangun, menoleh ke arah belakang untuk memastikan instingnya tidak salah.

"Maaf sudah membuatmu terbangun." Suara berat itu kembali terdengar, membuat Sakura seketika itu sadar sepenuh-nya, kedua iris emerald-nya melebar, menatap sosok pemuda berambut pirang yang berdiri tak jauh di depannya.

"Naruto?!" Tanya Sakura, memastikan pendengaran-nya tidak salah, suara yang terdengar benar-benar seperti bukan suara Naruto yang seperti biasanya.

"Bukan." Sahut suara berat itu dengan cepat.

Sakura menaikkan salah satu alis-nya, heran dengan jawaban yang dia dapat dari si pemuda, walaupun keadaan agak gelap, Sakura yakin sosok yang berdiri itu adalah Naruto, tidak mungkin penglihatan-nya salah.

"Aku bukan Naruto." Suara berat itu kembali berbicara, membalikkan tubuh-nya untuk menatap Sakura, menunjukkan kedua mata yang benar benar berbeda dari kepemilikan Naruto.

Sakura tertegun melihat apa yang ada di hadapan-nya sekarang, itu adalah sosok Naruto, namun sedikit berbeda, bahkan pancaran auranya benar-benar berbeda dari Naruto yang biasanya.

"Kurama?!" Pekik Sakura, memastikan.

"Jadi kau tahu namaku ya?" Si pemuda tersenyum kecil.

"Bagaimana bisa?" Sakura kembali bertanya, masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.

"Aku hanya bertukar tempat dengan anak ini." Jawab Kurama enteng.

"Tidak-tidak, bukan itu.... bagaimana bisa? Naruto bilang dirimu sempat menghilang."  Sakura menggeleng dengan cepat, lalu kembali berbicara, menegaskan apa yang dimaksud dari pertanyaan-nya sebelumnya.

"Aku bukannya menghilang." Kurama menjawab, mengalihkan atensi-nya ke arah langit malam, menghela nafas.

"Ini karena si Gengo brengsek itu, tentu kau mengerti maksudku bukan?" Tanya Kurama, kembali menatap ke arah Sakura.

Sakura sesekali mengerjapkan mata-nya, sebelum akhirnya menunduk dengan cepat.

"Apa ini berkaitan dengan persitiwa sebulan yang lalu?" Tanya Sakura, dengan nada yang hampir tak terdengar.

Kurama mengangguk sebagai jawaban, menghela nafas kembali sebelum akhirnya berbicara.

"Aku tak bisa berbuat apa-apa, Genjutsu Gengo benar-benar merepotkan, aku tidak mengerti, genjutsu-nya bisa mempengaruhi kami berdua secara bersamaan." Kurama menjelaskan, dengan nada yang masih terdengar berat.

"Aku baru bisa melepaskan pengaruhnya, genjutsu-nya benar-benar kuat, bahkan sampai memutus ikatanku dengan anak ini." Kurama meneruskan, mulai menatap tubuh Naruto yang sedang dipinjamnya saat ini.

"Syukurlah, setidaknya aku masih bisa lega mendengar dirimu masih berada di dalam tubuh Naruto." Sakura berbicara, mengelus dada-nya yang sempat terasa sesak.

"Aku juga lega, ada seseorang seperti dirimu di samping anak ini, karena dirimu lah anak ini bisa menekan pengaruh genjutsu itu."

"Dia menekannya?" Pekik Sakura, sangat kaget, dada-nya mulai terasa sesak kembali.

"Ya, dia melakukan itu secara tidak sadar, tapi itu ada resikonya." Kurama menjawab, dengan menekankan kalimat akhirnya.

"Resiko?" Tanya Sakura.

"Ya, dia menekannya secara tidak sadar, tapi itu juga berpengaruh pada memori-nya, dia akan lupa bahwa diri-nya masih dalam pengaruh genjutsu."

"Begitu ya." Lirih Sakura, semakin menundukkan kepala-nya, merasa bersalah karena tidak menyadari kondisi Naruto yang sebenarnya.

"Kau tak perlu menyalahkan dirimu, anak ini memang terbiasa menyimpan semuanya sendiri, ya walaupun karena kebodohan-nya juga dia tidak menyadari hal itu." Kurama berbicara, melihat Sakura yang sepertinya merasa bersalah.

"Tapi bukankah itu hal yang buruk? Menyimpan perasaan seperti itu..." Mata Sakura mulai berkaca-kaca, si gadis juga mulai menggertakan gigi-nya.

Kurama menghela nafas pelan.

"Kau benar, karena itulah sekarang mental-nya terganggu."

Deg.

Sakura termenung, dada-nya semakin sesak, keadaan Naruto lebih parah dari dugaannya.

"Gengo benar-benar tahu kelemahan anak ini, mimpi buruk yang dibuat olehnya benar-benar berhasil mempengaruhi mental anak ini."

"Kau tahu bukan, apa yang kumaksud dengan mimpi buruk itu?" Kurama bertanya.

Hening.

Tes...

Tes..

Sakura tak dapat membendungnya, semua air mata ynag sudah dia tahan dari tadi sekarang mulai menetes, membasahi rerumputan yang berada di bawahnya.

"Jangan bersedih, anak ini masih bisa sembuh, aku tau dia bukanlah anak yang lemah." Kurama berbicara, mencoba menenangkan Sakura.

"Tapi bagaimana caranya? Aku memang seorang ninja medis, tapi sebuah gangguan mental? Aku tidak tahu bagaimana menyembuhkan itu." Sakura masih terisak, mencoba untuk tetap tegar.

Kurama memejamkan mata-nya sejenak.

"Entahlah, tapi aku yakin kau akan menemukan caranya, karena aku tahu, kau adalah gadis yang selalu dibangga-banggakan oleh anak ini." Kurama tersenyum.

Sakura tertegun, mengangkat kepala, menatap Kurama penuh arti.

"Ya aku tidak bisa berlama-lama, aku harap kau bisa mengembalikan anak ini seperti sedia kala, aku.....mengandalkanmu." Kurama tersenyum, perlahan menyenderkan tubuh-nya di samping pohon, mulai kembali tertidur.

Perlahan raut wajah Naruto mulai berubah, tiga guratan di kedua pipi-nya mulai menipis, tapi ada yang tidak berubah di sana, raut wajah-nya masih menunjukkan ketakutan yang begitu kentara.

Sakura melangkah dengan pelan, mendekat kearah Naruto yang sudah kembali tidur, tubuh Sakura masih bergetar, kedua mata-nya sembab, pandangannya kosong.

"Naruto.." Sakura membelai wajah Naruto, dengan pelan, tangan-nya bergetar begitu hebat.

"....Sebenarnya berapa banyak yang kau sembunyikan dariku?" Tanya Sakura dengan pelan, kembali menangis, tak mengharapkan sebuah jawaban.

"Berapa banyak?" Sakura kembali bertanya dengan pelan, air mata semakin deras membasahi kedua pipi-nya.

"Baru saja kau terlihat tersenyum, semangat, tapi sekarang? Kau terlihat begitu kacau." Sakura bergumam, memegangi kedua bahu Naruto.

"Beritahu aku Naruto, beritahu aku bagaimana caranya membuat dirimu tersenyum kembali, tolong..." Sakura menundukkan kepala, isakan tangis-nya semakin menjadi, mencengkram dengan kuat kedua bahu Naruto.

"Tolong..." Sakura mengangkat kepala, raut muka-nya terlihat begitu putus asa, air mata terlihat terus mengalir dari kedua mata-nya.

Sekeras apapun Sakura berbicara, dia tahu, Naruto tidak akan mendengarnya.

Sakura tahu dia sudah terlambat sekarang.

Tak ada lagi yang bisa dia lakukan.

Selain berharap, agar saat Naruto terbangun, bukan lagi rasa takut yang terlihat, melainkan senyum matahari yang biasa menghiasi wajah pemuda itu.

"Apapun akan aku lakukan Naruto, demi dirimu." Sakura bergumam, menenggelamkan wajah-nya di dada Naruto, menangis sejadi-jadinya, terlihat begitu putus asa.

"Maaf..."

"Maaf..."

Sakura terus bergumam, air mata-nya mulai membasahi jaket hitam Naruto.

"Maafkan aku Naruto."

Gumaman itu berhenti tepat setelah Sakura mengatakan hal itu, tak lagi kuat untuk berbicara, hanya terus bisa menangis, merasa begitu bersalah dan putus asa.

——————

"Ada apa?" Sosok Gengo berbicara.

Menatap ke arah Sai yang tengah menunduk di hadapan-nya.

"Maaf sebelumnya jika aku lancang Tuan Gengo, tapi aku sedikit khawatir dengan kedua shinobi yang berhasil melarikan diri itu, apakah aku harus mencari mereka?" Sai berbicara, walaupun arah sorot mata-nya tak melihat secara langsung kepada Gengo yang tengah duduk di singgasana-nya.

"Hmm, tidak perlu, mereka bukan lagi ancaman." Gengo menjawabnya dengan tenang.

"Kau yakin Tuan Gengo? Maksudku Naruto tidak bisa diremehkan jika menyangkut soal kekuatan-nya." Sai kembali bertanya, mulai mengangkat kepala, menatap langsung ke arah Gengo.

"Aku sudah mengatasi hal itu." Gengo menekankan kata terakhirnya, mulai menyeringai.

"Bagaimana?" Tanya Sai yang sedikit kaget.

"Dia memang shinobi yang terlihat tidak memiliki kelemahan, tapi bukan berarti dia tidak memiliki kelemahan bukan?" Gengo balik bertanya, membuat Sai mulai berpikir sejenak.

"Aku sudah merusak mental-nya, mental-nya begitu lemah, dia sering memendam perasaaan-nya sendiri." Gengo kembali berbicara.

"Maksudmu?" Pekik Sai sedikit kaget.

"Ya, kemungkinan dia tidak akan bisa bertarung lagi,  tapi aku yakin, pada akhirnya dia akan datang kepadaku dengan sendiri-nya, dia pasti akan segera sadar." Gengo mulai tersenyum, senyum yang terlihat begitu aneh.

"Baiklah aku mengerti." Sai kembali menundukkan kepala, sebelum akhirnya mulai berdiri, bersiap undur diri.

"Tunggu sebentar." Perintah Gengo.

Sai yang sudah berjalan menghentikan langkahnya, berbalik menatap Gengo kembali.

"Bawa Shikamaru kehadapanku." Gengo kembali memerintah, membuat Sai membungkukkan badan-nya.

"Baik Tuan Gengo."

——————-

"Tuan Gengo, aku sudah membawanya."

Sai tiba di hadapan Gengo, membawa Shikamaru yang sedang terikat oleh ular buatan tinta hitam-nya.

"Maaf sudah memperlakukanmu dengan tidak sopan, seperti yang kau tahu, aku tidak boleh lengah." Sosok Gengo berbicara, masih setia duduk di atas singgasana-nya.

"Aku tak tertarik untuk bicara denganmu." Shikamaru berbicara.

"Sudah jelas kau mencoba mengendalikanku dengan kata-katamu." Shikamaru dengan enteng melanjutkan perkataan-nya, mencoba membuka kartu as milik Gengo.

"Kau mulai terlihat seperti ayahmu."

Deg.

Shikamaru sedikit kaget, mendengar fakta sepertinya Gengo mengenal ayah-nya.

"Maaf, tapi aku tahu latar belakangmu." Gengo berbicara dengan tenang.

"Keluargamu, teman-temanmu... dan juga fakta bahwa kau datang kesini untuk membunuhku." Gengo mulai menyeringai.

Shikamaru terdiam, tak lagi membalas perkataan Gengo, namun sorot mata-nya tetap menajam ke arah Gengo yang masih duduk di singgasana-nya.

"Apa kau ingin tahu bagaimana dengan keadaan ke empat rekanmu? Tanya Gengo, masih tetap menyeringai.

"Cih, jangan lakukan apapun yang akan membuatmu menyesal nanti!" Shikamaru mulai meninggikan nada bicara-nya, terlihat begitu kesal mendengar pertanyaan Gengo tadi.

"Tenanglah, aku sudah bilang padamu bukan? Aku tidak akan melakukan apapun pada mereka." Gengo masih berbicara dengan tenang, terlihat sangat puas memancing emosi Shikamaru.

"Diamlah, cepat beritahu aku dimana Naruto dan yang lain-nya!" Shikamaru kembali berbicara dnegan nada tinggi, kesabaran-nya sudah hilang.

"Oh maksudmu si pahlawan perang itu? Aku tidak tahu keberadaan dia dan teman wanita-nya itu sekarang." Jawab Gengo dengan tenang.

Mendengar hal itu Shikamaru sedikit lega, sepertinya Naruto dan Sakura berhasil melarikan diri, mungkin kedua teman-nya itu sedang memikirkan sebuah rencana, Shikamaru tidak lagi merasa khawatir.

"Jangan senang dulu, kau menyadarinya bukan? Ada sesuatu yang salah dengan temanmu itu." Gengo berbicara kembali, melihat Shikamaru yang sedang tersenyum.

Seketika itu raut wajah Shikamaru berubah, menatap dengan tajam ke arah Gengo.

"Jadi kau ya?! Apa yang kau lakukan pada Naruto?" Tanya Shikamaru, berteriak.

"Itu tidak penting, sekarang aku hanya ingin bertanya kepadamu." Gengo berbicara dengan tenang, raut wajah-nya mulai mendatar.

"Kenapa kalian terus menindas kami?"

Mata Shikamaru seketika itu melebar, namun kembali menatap tajam ke arah Gengo.

"Kapan kami melakukan itu?"

"Desa ini miskin, kami nyaris tidak punya sumber daya alam dan tanah untuk ditanami, itulah yang membuat kami harus berusah keras untuk bertahan hidup." Gengo tak menjawab pertanyaan Shikamaru, nada bicara-nya terdengar meninggi.

"Kau sendiri sedang mengumpulkan ninja pelarian."

"Apa tujuanmu?"

"Apa kau berencana untuk memulai perang?"

Shikamaru berbicara, melontarkan beberapa pertanyaan, tak termakan dengan perkataan Gengo yang sepertinya berharap Shikamaru akan iba dengan keadaan desanya.

"Aku tidak mengumpulkan mereka." Jawab Gengo enteng.

"Mereka datang padaku mencari perlindungan." Gengo mulai tersenyum.

"Perlindungan?" Tanya Shikamaru, kedua mata-nya kembali melebar.

"Apa kau sadar? Tanpa perang, para shinobi hanyalah anjing pemburu bagi para daimyo dan orang-orang kaya."

Shikamaru terdiam, tidak berniat menyela perkataan Gengo.

"Jawab aku, apakah kehidupan itu pantas untuk seorang Shinobi?" Gengo bertanya, nada bicaranya mulai kembali meninggi.

"Apa yang kau ingin katakan?" Shikamaru berbalik bertanya, sorot mata-nya kembali menajam.

"Tidak ada, hanya ingin mengatakan aliansi shinobimu itu hanyalah kedamaian palsu, dan hukum yang kalian buat benar-benar menjadi hal yang sia-sia."

"Desa ini adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang menentang perdamaian palsu seperti itu."

"Aturan itu diperlukan untuk menjaga perdamaian." Shikamaru menegaskan.

"Perdamaian yang kalian katakan itu hanyalah teori belaka, buktinya adalah bijuu yang masih kalian sembunyikan." Nada bicara Gengo kembali meninggi.

"Jangan seenaknya menyimpulkan!" Nada bicara Shikamaru ikut meninggi.

"Kalau begitu, mari buat kesepakatan." Gengo berbicara kagi dengan tenang.

"Bisakah kalian memberi desa ini seekor bijuu?" Tanya Gengo.

"Kalau tak salah, pahlawan perang itu  seorang Jinchuuriki kan? Kita bisa membuat pertukaran, dengan begitu kami takkan khawatir dan percaya pada kalian."

"Mana mungkin kami melakukannya?! Naruto itu bukan seorang Jinchuuriki yang bisa seenaknya di pindah kepemilikan, dia adalah seorang shinobi, seorang warga Desa Konoha!" Shikamaru menekankan kalimat terakhirnya, sangat emosi mendengar tawaran Gengo yang secara tidak langsung merendahkan Naruto.

"Tentu saja tidak, kalian memang benar-benar tidak percaya pada desa kecil seperti kami!" Gengo mulai ikut terlihat emosi.

"Tapi, kau tidak bisa menjadikan alasan itu untuk memulai perang, pasti ada solusi lain!" Tegas Shikamaru.

"Mencari solusi lain?" Gengo mulai berdiri dari singgasana-nya.

"Ikutlah denganku, akan kutunjukkan sesuatu padamu." Gengo berbicara kembali, lantas berjalan meninggalkan singgasana-nya, meninggalkan Shikamaru yang masih terikat oleh ular tinta milik Sai dalam keadaan bingung.

To Be Continued.