webnovel

Naruto Story : Love, Decision, And Hatred

Dua tahun telah berlalu sejak perang dunia shinobi ke-4. Semua kembali normal Sasuke telah kembali dan menjalani petualangan bersama tim taka. Naruto mulai belajar untuk mengejar mimpinya sebagai Hokage dan Sakura mulai menyadari perasaannya terhadap Naruto telah berubah. Sementara itu sosok misterius muncul mengancam kedamaian dunia shinobi apa yang akan terjadi? Naruto masih milik paman Masashi Kishimoto

VaughnLeMonde · Anime & Comics
Not enough ratings
40 Chs

Chapter 30 : Happy Birthday Naruto!

Daun-Daun berguguran.

Berterbangan terbawa angin yang menyejukkan, terus seperti itu, hingga perlahan terjatuh di atas tanah.

Menghiasi jalan setapak, kembali berterbangan, akibat angin yang dihasilkan oleh langkah kaki.

Musim Gugur?

Sudah lama ya....

Kedua sosok berbeda gender tampak menikamati suasana musim gugur, terus berjalan, menyusuri jalan setapak yang dipenuhi oleh daun-daun berwarna orange.

Sakura, membiarkan rambutnya yang tergerai ditiup oleh angin, tersenyum, menggoyang-goyangkan kepala.

Menikmati suasana yang begitu nyaman, memejamkan mata, memilih untuk terus berjalan.

Naruto, menatap lembut ke arah pepohonan, ikut tersenyum, menikmati suasana.

Menatap ke arah langit, bergumam sesuatu yang tidak didengar Sakura yang berada di samping kanan-nya, bernostalgia.

Sejak kapan musim Gugur seindah ini? Naruto tidak tahu....

Yang teringat saat musim Gugur hanyalah tentang kesepian, kesendirian, dan kematian.

Tapi sekarang, sepertinya pikiran itu mulai berubah, entah sejak kapan, Naruto mulai bersyukur dengan hal itu.

'Sejak kapan ya?'

Naruto menoleh, menatap Sakura yang berjalan di sampingnya, tersenyum sambil memejamkan mata, terus-menerus berjalan sambil menggoyangkan kepala.

'Sepertinya Sakura-Chan juga menikmatinya."

Naruto menghela nafas, mulai menatap ke arah langit yang kebiruan, mencoba kembali menikmati suasana.

Terlintas sebuah ingatan, ingatan masa lalu, apa kesan pertamamu dengan musim gugur?

'Kesepian.'

Walau terdengar kelu, Naruto tetap tersenyum, mulai menelusuri lebih jauh ingatan-nya, tentang kesan pertama pada musim Gugur.

-----------

"Lihat anak itu." Seseorang berbisik.

"Monster." Bisik seseorang kembali, menatap sinis ke arah seorang anak kecil yang sedang berjalan melewatinya.

"Kapan sih dia diusir?!" Seseorang berbisik lagi.

"Apa yang dipikirkan Sandaime, sudah empat tahun anak itu berada di sini, harusnya segera diusir saja!" Berbisik dan terus berbisik, namun tetap menatap sinis seorang anak yang berjalan dengan cerianya.

"Hush, sudah-sudah, bagaimana kalau anak itu dengar?!" Seeseorang berbisik dengan agak keras, membuat anak yang sedang berjalan itu mulai menoleh.

"Tuhkan dia lihat kesini, ayo-ayo kita pergi saja!" Ketiga Sosok yang sedari tadi berbisik perlahan mulai menjauh, menjauhi si anak yang sedang menatap tak mengerti.

Si anak mengangkat bahunya, berbalik kembali, mulai berjalan menulusuri jalann desa.

Tetap tersenyum, walaupun sebenarnya dia menedengar semua bisikkan itu, dia tidak terlalu mengerti, dan juga sudah membiaskan diri mendengar kata-kata setajam silet itu.

Dia tidak mengerti, entahlah dia sudah terbiasa setahun ini mendengar hal-hal seperti itu, tatapan sinis, kata-kata tajam, sudah menjadi kebiasaan setiap harinya mendengar hal itu.

Hatinya yang polos tak mengerti ocehan itu, mau bagaimana pun dia masih lah seorang anak kecil berumur empat tahun, tidak mengerti apa itu kebencian, maupun kasih sayang.

Hanya mengerti satu hal, bagaimana rasanya sendirian di dunia ini, tidak pernah mengingat siapa orang tuanya, tidak pernah tahu dia dilahirkan di mana, hanya tahu bahwa dia sendirian di dunia yang besar ini.

Wajahnya mulai murung, diikuti langit yang mulai berubah menjadi orange kegelapan, hari sudah mulai sore.

"Papa.. papa.. angkat aku dong!"

Terdengar suara anak kecil dari kejauhan, membuat anak kecil berambut pirang itu mulai menoleh, melihat ke arah sepasang keluarga yang saling tertawa.

"Huh?"

"Yosh, ayo naik kepunggungku." seorang laki-laki dewasa membungkuk, mempersilahkan seorang anak kecil di sampingnya untuk naik kepunggungnya.

"Haha, papa lihat aku terbang!" Anak kecil itu teriak kegirangan, di atas punggung ayahnya merentangkan tangan dan senyum bahagia.

"Haha, siap-siap kita akan terbang lebih cep-" perkataan lelaki dewasa itu tercekat, memandang kaget ke arah anak kecil pirang yang sedari tadi melihat ke arah keluarganya.

"Eh ada apa papa?"

"Ayo cepat!" lelaki itu segera menarik lengan wanita dewasa di sebelahnya, berlari kecil dengan cepat, segera menjauh dari anak kecil berambut pirang itu.

"Hah?" anak kecil itu hanya bisa menatap tak mengerti lagi, orang-orang kembali menjauhi dirinya.

'Apa itu papa?'

Pertanyaan itu terus membekas di pikirannya, tak mengerti dengan apa yang baru saja dilihatnya tadi, namun entah kenapa melihat anak kecil itu tersenyum kegirangn membuat hatinya terasa sakit.

"Apa aku punya papa?" anak kecil pirang itu bergumam, mendongkak ke arah langit sore yang terlihat semakin gelap.

Memegangi dadanya yang terasa sesak.

Dengan wajah yang kembali muram, dia terus berjalan, melewati beberapa keluarga yang sedang saling tersenyum, dirinya masih tak mengerti.

-------------

"Hei itu si anak monster, ayo kita pergi!" bisik seorang wanita, dengan cepat menarim temannya menjauh dari seorang anak kecil berambut pirang.

Si anak kecil tadi mulai menoleh, mendelik tajam ke arah beberapa sosok wanita yang bergerak menjauh darinya.

"Cih, apa sih salahku pada mereka?!" dengan kesal anak kecil berumur enam tahun itu menendang sebuah kerikil, tepat terjatuh di sebuah sungai di sampingnya.

"Hmm?" anak kecil itu menoleh ke arah sungai, mendapati seorang anak kecil berambut hitam sedang duduk di bantaran sungai.

Merasa ada yang memperhatikan membuat si anak kecil berambut hitam mulai menoleh, mendapati seorang anak kecil berambut pirang sedang melihat ke arahnya.

Saling memandang beberapa saat, sebelum akhirnya si anak berambut hitam mulai membuang muka, mendelik tajam ke arah si anak kecil yang memperhatikannya.

"Huh?" Si anak kecil terganggu dengan tatapan tajam itu, mulai mengerucutkan bibirnya, ikut memalingkan muka.

Hari itu, saat dimana untuk pertama kalinya, dia melihat sosok anak itu, sosok yang ternyata sendiran, sama seperti dirinya.

-------------

"Hei lihat itu si jidat lebar!"

"Ayo kita samperin!"

Sekelompok anak kecil mulai berjalan, mendekati seorang anak perempuan berambut merah muda yang sedang terduduk di sebuah ayunan, sendirian.

Mendengar suara derap langkah, membuat akhirnya si anak perempuan menoleh, tubuhnya menegang ketika melihat segerombolan anak kecil mendekat ke arahnya.

"Hei jidat lebar!" sapa salah seorang anak kecil dengan nada sinis.

"M-mau apa kalian?" perkataannya terbata-bata, badannya mulai bergetar, mencengkram kuat tali ayunan, tak berani memandang langsung sosok lawan bicaranya.

"Hei lihat ke arah kami dong!" dengan kasar anak itu menarik lengan anak perempuan itu, membuatnya terjatuh, mulai meringis kesakitan.

"A-aduh sakitt.." si anak meringis, air mata mulai keluar dari kedua mata emerald-nya, merasakan sakit di pergelangan tangan ketika salah satu anak kecil mencengkram tangannya kuat-kuat.

"Dasar cengeng, cepat pergi, kami ingin main disini!" teriak salah satu anak kecil.

"T-tapi." perkataannya terbata-bata lagi, masih terus menunduk, tak mampu melihat langsung ke arah sosok yang berteriak tadi.

"Mau melawan ya? bagaimana ini?" sosok anak kecil yang sedang mencengkram tangan itu bertanya kepada temannya.

"J-jangan." Gadis itu terus menangis, berusaha mencegah apapun yang akan dilakukan anak kecik itu pada dirinya.

"Eh bicara lagi, dasar rasakan ini!" sebuah tangan mulai melayang di udara, dengan cepat mulai bergerak ke arah pipi anak yang sedang menangis itu.

Tep.

Tangan-nya berhenti di udara, sebuah tangan asing mencegah tangan itu sampai di pipi anak yang sedang menangis.

"Apa yang kalian lakukan hah?!" Seorang anak kecil berambut oirang berdiri di sana, mencegah tamparan yang akan dilayangkan.

"Siapa kau? mau membela si jidat lebar hah?" teriak anak kecil itu tak mau kalah.

Si anak berambut pirang hanya diam, mulai menatam tajam satu persatu anak yang ada di hadapannya, mulai mencengkram dengan kuat tangan yang sedang di pegang olehnya.

"Sakit.." si anak yang tangan-nya dicengkram mulai meringis.

"Hei dia si anak monster itu!" pekik salah seorang anak kecil, mulai menunjuk ragu ke arah sosok berambut pirang.

"Hiih, larii!" dengan serentak segerombolan anak kecil itu berlari ketakutan, diikuti dengan sosok anak kecil yang berhasil melepaskan cengkraman kuat anak kecil berambut pirang itu.

Si anak berambut pirang itu hanya bisa menghela nafas, dengan segara menoleh ke arah sosok anak perempuan yang sedang terduduk menangis di sampingnya.

"Kamu gak apa-apa?" tanya anak itu, khawatir.

"A-arigatou." Si anak perempuan hanya membalas dengan pelan, masih menunduk, tak bisa melihat sosok anak yang baru saja menolong dirinya.

Si anak kecil berambut pirang hendak berbicara lagi sebelum akhirnya tubuhnya mulai menegang, merasakan hawa tidak enak.

Mulai menoleh, mendapati dari kejauhan sosok anak perempuan berambut pirang sedang menatap tajam ke arahnya.

Seketika itu anak kecil itu mulai ketakutan, dengan cepat mulai berlari, meninggalkan sosok anak yang baru saja dia tolong.

Terus berlari, sampai akhirnya mulai merasa aman.

Sesekali mulai menoleh, ke arah dua sosok anak kecil yang sedang terduduk di bawah ayunan.

Seketika itu sebuah senyuman ditangkap oleh kedua mata safir-nya, sebuah senyum yang terukir di wajah anak kecil berambut merah muda.

Si anak kecil mulai ikut tersenyum, seketika hatinya mulai menghangat, ada sesuatu yang spesial dari senyum anak perempuan itu.

Hari itu, dimana hari ulang tahun-nya yang ketujuh, dia merasa akhirnya bisa tersenyum di hari ulang tahunnya.

Merasa senyum gadis itu sebagai kado terindah yang baru saja dia terima.

Ketika itu pula, dia mulai memiliki kekuatan untuk menghadapi dunia ini, hanya satu kuncinya, teruslah tersenyum.

----------------

"Otanjoubi omedetou Naruto!"

Lampu kamar seketika itu menyala, menampakan sosok Sakura, Kakashi, dan Sasuke yang seketika itu berada di hadapannya, membawa sebuah kue ulang tahun dengan lilin yang menyala.

"Eh?" Naruto tak bergeming, menatap kosong ke arah ketiga sosok yang sedang tersenyum, kecuali Sasuke.

"Hora-Hora, ayo tiup lilinnya Naruto!" Pekik Sakura, melangkah mendekati Naruto, mengarahkan kue yang dibawa oleh kedua tangan-nya.

Naruto tetap tak bergeming, tanpa sadar air mata mulai menetes dari kedua mata Safir-nya.

"Kau menangis dobe?" Sasuke bersuara, mulai menampakan senyum mengejek.

Sementara Sakura hanya bisa menatap bingung ke arah Naruto, menaikkan salah satu alis-nya.

"Tidak." Sanggah Naruto pelan, mulai mengusap air mata yang telah membasahi kedua pipi-nya, seketika itu menampilkan senyum kebahagian.

"Ayo cepat tiup lilinnya, buatlah permintaan!" Seru Kakashi, secara tiba-tiba berdiri di samping Naruto, merangkul bahunya.

Wushh.

Naruto meniup lilin dengan semangat, seketika itu semua lilin di atas kue telah padam, Naruto membuat permohonannya.

'Aku harap kita semua akan selalu bersama.'

Naruto mulai tersenyum, diikuti dengan Sakura dan Kakashi yang juga ikut tersenyum, sementara Sasuke hanya bisa tersenyum kecil, menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Ne ne Naruto, apa permohonanmu?" Tanya Sakura semangat, masih mengukir senyum di wajahnya.

Naruto hanya bisa mengedipkan mata, lalu mulai menampilkan cengiran seperti biasanya.

"Rahasia!"

Sakura seketika itu cemberut, diikuti dengan Kakashi yang tertawa pelan di balik masker-nya.

"Jangan bermimpi, aku tahu kau memohon agar suatu saat aku akan mengalah padamu." Sasuke berbicara lagi, menampilkan senyum mengejek.

"Apa katamu?!" Sahut Naruto tak terima, mendelik tajam ke arah Sasuke yang masih terlihat berdiri dengan sombongnya.

"Hei-hei kalian berdua! bisakah untuk tidak bertengkar satu hari saja!" Sela Sakura cepat, mulai menempilkan ekspresi kesal, mencoba menengahi suasana yang berubah tegang.

"Dia yang mulai!" Naruto membalik badan, membuang muka sambil mendengus kesal.

"Hei-hei kalian berdua sudahlah, ayo kita mulai saja pestanya." Suara Iruka muncul di sana.

Membuat ketiga sosok remaja mulai menoleh, mendapati Iruka yang berdiri di hadapan pintu membawa tentengan plastik di kedua tangan-nya.

"Iruka-sensei!" Pekik Naruto.

"Otanjoubi Omedetou Naruto!" Iruka berbicara lagi, mulai tersenyum ke arah Naruto.

Hari itu hanya gelak tawa yang terdengar, kamar apartemen yang sehari-harinya terlihat sepi akhirnya mulai menghangat, hari dimana Naruto merasa sangat bahagia.

Di ulang tahunnya yang ke-13 Naruto tak pernah mengiranya, hari dimana ulang tahunnya akhirnya terasa istimewa, merayakan bersama teman-teman, merasakan sebuah kehangatan.

Untuk kedua kalinya Naruto mendapatkan sebuah kado istimewa di hari ulang tahunnya, kado yang hanya bisa dirasakan, kado yang bisa membuatnya tersenyum bahagia.

-------------

Matahari perlahan mulai terbit, menerangi kedua sosok yang saling berhadapan, membiarkan suasana perang sedikit mengendur, tenang dan hangat.

Di hadapannya, berdiri di sana sosok laki-laki yang ditunggu, sosok berambut pirang panjang yang sedang tersenyum lembut ke arahnya, sosok yang Naruto pertama kali tanyakan keberadaannya di hari ulang tahunnya yang ke-4.

Sosok ayah yang ditunggu.

Namikaze Minato.

"Otanjoubi Omedetou."

"Kau telah tumbuh menjadi pemuda yang hebat, Naruto." Minato tersenyum, menyelesaikan kata-katanya.

Naruto menatap lekat-lekat sosok ayahnya, lalu mulai memejamkan mata, mulai tersenyum.

"Ya, Sankyuu." Naruto berucap pelan, terus tersenyum.

"Waktunya berpisah." Minato berkata pelan.

Raut muka Naruto berubah, mulai sendu, mengangguk pelan.

Senyum Minato mulai menghilang, tubuhnya mulai bercahaya, segera menundukkan kepala.

"Aku berjanji akan mengatakan semuanya pada Kushina." Suara Minato bergetar, nampak menahan tangis yang mendesak keluar.

Naruto mulai mengangkat kepala, kedua mata Safir-nya mulai melebar, menatap lekat-lekat ke arah sosok ayah-nya, menyadari sesuatu.

"Katakan pada ibu, dia tidak perlu lagi khawatir, aku makan teratur kok!" Naruto berbicara dengan semangat, mulai menampakan cengiran ceria, mengangkat salah satu telunjuk di udara.

"Aku tidak pernah memilih makanan, makananku selalu berbeda, euh... aku suka Tonkoutsu ramen, miso ramen, Shoyu.... bukan ramen saja kok!" Naruto terus tersenyum ceria.

"Aku juga mandi setiap hari, ya walaupun aku sedikit buruk di sekolah, aku tetap semangat kok!"

Naruto terus berbicara, sementara Minato hanya bisa diam terus mendengarkan, menatap lekat-lekat ke arah Naruto.

"Hari ini umurku baru 17 tahun" Naruto tampak memikirkan sesuatu, menyilangkan kedua lengan di balik kepala.

"Jadi aku tidak tahu apapun tentang sake atau pun wanita..."

"Aku tahu ibu bilang harus menemukan seorang gadis yang mirip dengannya..... tapi.... itu..." Perkatan Naruto tercekat, senyum mulai memudar, tampak memikirkan sesuatu.

'Aku menemukannya ayah!'

'Aku menemukannya... tapi, aku tidak tahu apa gadis itu juga mencintai diriku....'

Naruto ingin sekali mengatakan itu, namun seakan bibirnya kelu untuk bicara, dia tak ingin perpisahan dengan ayahnya memiliki kenangan akan ketidak pastian.

"Pokoknya! tidak semua yang ibu bilang aku bisa lakukan.." Suara Naruto mulai bergetar, tak dapat lagi menahan air mata yang mendesak keluar, mulai membasahj kedua pipinya.

"Tapi aku akan berusaha semampuku!" Naruto memejamkan kedua matanya, membiarkan isak tangis lepas di sana.

"Aku juga punya impian! aku akan menjadi Hokage yang lebih hebat dari ayah!"

"Aku berjanji!"

Menangis, terus menangis, itulah yang sekarang Naruto lakukan, tanpa sadar roh ayahnya mulai meninggalkan raga sementara itu, mulai melayang di udara, perlahan semakin menjauhi dirinya.

"Jadi jika ayah bertemu dengan ibu, bilang padanya, agar tidak lagi mengkhawatirkan diriku!" Naruto berteriak, masih terus menangis.

"Katakan aku akan bejuang!"

"Baiklah, aku akan mengatakan semuanya." Minato berujar pelan.

Suaranya mulai terdengar menjauh, mulai melayang pergi, meninggalkan sosok Naruto yang terus mengalirkan air mata.

------------

"Hah..."

Menghela nafas, mulai terduduk di atas batu, pandangannya melihat sekitar, melihat ke arah para shinobi yang baru saja tersadar dari mimpi genjutsunya.

"Akhirnya selesai juga.." Naruto berujar pelan, mulai melihat kearah langit biru cerah, perang telah berakhir.

Angin mulai berhembus, suasana begitu tenang, hingga akhirnya para shinobi memecah suasana itu, berteriak suka cita, atas kemenangan yang telah diraih.

"Kita berhasil!"

"Wuooo!"

"Kita menang!"

"Akhirnyaa!"

Suasana begitu meriah, seakan semua beban terangkat, semua saling tertawa, saling merangkul, merayakan kemenangan yang telah diraih.

Naruto hanya bisa melihat dsri kejauhan, mulai tersenyum, ikut merasakan suasana suka cita yang hadir.

"Kau telah bekerja keras Naruto." Kakashi seketika itu berdiri di sampingnya, menepuk pundak Naruto.

"Ya." Naruto berujar singkat, menoleh ke arah senseinya, mulai tersenyum kecil.

"Apa kau masih ingin disini?" Tanya Kakashi.

"Ya, aku lebih baik di sini dulu." Naruto tersenyum singkat.

"Kalau begitu aku pergi dulu, berita kemenangan ini harus di sampaikan bukan?" Kakashi mulai tersenyum dari balik maskernya, mulai melangkah, menjauhi Naruto.

Tep.

Kakashi menghentikan langkah-nya, mebalikkan badan, kembali tersenyum dari kejauhan.

"Otanjoubi Omedetou Naruto!" Kakashi berujar singkat, masih tersenyum, bahagia.

Naruto tertawa kecil, sebelum akhirnya kembali tersenyum.

"Ya, Sankyuu." Naruto berujar singkat.

Selepasnya Kakashi sudah tidak ada di sana, beranjak pergi, menghampiri para shinobi yang masih terlihat kebingungan.

Naruto kembali menikmati suasana, terus tersenyum, membiarkan angin menghempaskan beberapa helai rambutnya, mencoba membiarkan tubuhnya beristirahat sejenak.

Tep.

Tep.

Tep.

Suara derap kaki mulai terdengar, terlihat semakin keras, namun Naruto tak menyadarinya, masih terus menikmati suasana yang begitu tenang di pagi hari itu.

Suara derap kaki semakin mendekat,Naruto sama sekali tak menoleh, terus melihat kearah shinobi yang sedang bersuka cita, hingga akhirnya sebuah hentakan cukup keras menyadarkan dirinya.

"Otanjoubi Omedetou Naruto!" Pekik Sakura kegirangan, merangkul bahu Naruto dari belakang.

"E-eh Sakura-Chan?!" Naruto terlihat kaget, menyadari sosok Sakura tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya, sedang tersenyum ceria ke arahnya.

"Gomenna, aku telat mengatakannya!" Sakura berujar singkat, masih terus tersenyum ceria ke arah Naruto.

Naruto tak bergeming, mulai menatap lekat-lekat Sakura yang masih tersenyum, terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Tidak, Arigatou nee Sakura-Chan." Naruto berkata lembut, mulai menampakkan senyum ceria ke arah Sakura.

"Selamat." Sasuke berujar singkat, secara tiba-tiba sudah berdiri di samping kiri Naruto.

Naruto yang mendengarnya, seketika itu menoleh, mulai tersenyum kecil ke arah Sasuke.

"Ya, Sankyuu." Naruto ikut berujar singkat.

Naruto merasakan sebuah kehangatan di sana, terus tersenyum menikmati suasana yang menenangkan hatinya itu.

Sasuke yang berdiri di sampingnya juga ikut menikmati suasana, sementara Sakura terus saja merangkul bahu Naruto, terus berujar ceria tentang apa yang diharapkannya untuk Naruto pada ulang tahunnya yang ke -17.

Terus seperti itu, hingga akhirnya muncul beberapa sosok di hadapan mereka bertiga, menganggetkan Naruto dan Sakura yang tengah terlarut dalam sebuah pembicaraan.

"Otanjoubi Omedetou Naruto!" Segerombol sosok itu berteriak serempak, mengucpkan sebuah ucapan yang menghangatkan hati Naruto.

Naruto terdiam di sana, menatap lekat-lekat segerombol orang yang tiba-tiba saja berada di hadapan-nya, di sana semuanya berdiri, teman-teman Naruto.

Naruto dengan cepat menoleh kearah kedua sahabatnya, mendapati Sakura yang terus saja tersenyum ceria dan Sasuke yang mulai tersenyum kecil.

"Wah Naruto-kun, walaupun kau bertambah tua, jangan sampai semangat masa muda-mu menghilang!" Lee berujar semangat, membuat Naruto hanya bisa tertawa canggung.

"Hei Naruto, kau benar-benar semakin tua ya!" Kiba yang kali ini berbicara, sedikit mengejek Naruto di dalam perkataannya.

Naruto hanya bisa mendencih pelan, sebelum akhirnya tersenyum kembali.

"S-selamat ya Naruto-kun!" Hinata berujar malu-malu.

"Hei Naruto, sesaat kita pulang ke Konoha nanti kau harus mentraktir kami semua di yakinku-Q." Chouji bersuara, mulai tersenyum ceria.

Terjadi gelak tawa di sana, mencairkan suasana, Naruto benar-benar merasa sangat gembira

Semua orang terus tertawa, perkataan Chouji benara-benar tak terduga, sepertinya makanan memang selalu jadi pikiran pemuda 'bertulang besar' itu.

Tawa itu bertahan lama, hingga akhirnya Naruto memecahkan suasana itu dengan mulai berbicara kembali.

"Semuanya..."

Seketika itu semua orang menoleh ke arah Naruto, bersiap mendengarkan apa yang akan dibicarakan oleh Naruto.

"Terima Kasih.." setetes air mata terjatuh dari mata safir-nya, mulai tersenyum bahagia.

Seketika semua orang mulai tersenyum bahagia.

"Kami yang seharusnya berterima kasih." ucap mereka semua serentak.

Sakura yang sedari tadi merangkul Naruto, mulai mengeratkan rangkulan itu, tertawa kecil akibat perkataan mereka yang terlihat konyol karena diucapakan serempak.

Semua akhirnya kembali tertawa, mentertawakan kekonyolan mereka masing-masing, kecuali Sasuke masih tersenyum singkat.

Naruto yang terbawa susana, mulai memegang tangan Sakura yang merangkul bahunya, mulai ikut tertawa.

Perkataan orang ada benarnya, ulang tahun yang ke-17 memang akan menjadi sesuatu yang paling berkesan, dan Naruto akhirnya tahu maksud dari perkataan itu.

Di ulang tahun-nya yang ke-17 semua terasa begitu menyenangkan, hari ulang tahun-nya benar-benar menjadi istimewa pada hari itu.

Naruto tidak akan melupakan hari ini, tidak akan pernah.

--------------

Tep.

Tep.

Naruto terus tersenyum, akhirnya mengingat apa yang istimewa dari musim gugur, musim dimana hari ulang tahun-nya akan tiba.

Sibuk dengan mengingat masa lalu, hingga tak menyadari Sosok Sakura yang mulai bertanya kepada dirinya.

"Naruto, apa kau tahu sekarang tanggal berapa?"

Naruto mulai menoleh, mendapati Sakura yang terlihat sedang menghitung sesuatu menggunakan jarinya.

"Hmm tanggal berapa ya?" Naruto mulai berpikir, mencoba menemukan jawaban dari pertanyaan Sakura.

Terus berpikir, menatap ke arah langit yang kebiruan, hingga tidak menyadari sosok Sakura yang secara tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya.

"Otanjoubi Omedetou Naruto!" Sakura berujar semangat, menampakkan senyum ceria ke arah Naruto.

Naruto menghentikan langkahnya, kedua mata Safir-nya mulai membulat, menatap lekat-lekat Sakura yang masih mengukir senyum.

Naruto menunduk pelan, sebelum akhirnya mulai tersenyum.

"Ya, sa-" perkataan Naruto tercekat, melihat Sakura secara tiba-tiba menyodorkan sebuah bingkisan di depan dada-nya.

"Ini kado untukmu!" Sakura masih tersenyum, semburat merah nampak menghiasi kedua pipi-nya.

"Terima kasih." Naruto berujar pelan, mulai mengambil bingkisan itu dsri tangan Sakura, mulai membuka hadiah yang baru saja diberikan Sakura.

Kedua mata safir-nya kembali membulat, benda di dalam bingkisan itu membuat Naruto terkejut, sebuah syal, Sakura barunsaja memberikannya sebuah syal.

Tapi untuk apa?

Inikan musim gugur, hukan musim dingin, rasanya tidak tepat memberikan sebuah syal di musim gugur.

Naruto mulai menatap bingung kearah Sakura ybag terlihat memalingkan muka, malu-malu.

Sing.

Naruto seketika itu menyadari sesuatu, mulai menyeringai kecil, akhirnya menyadari kenapa Sakura mulai bersikap aneh.

"Apa kau cemburu dengan orang yang memberiku syal hijau itu?" Tanya Naruto.

Sakura seketika itu salah tingkah, membalikkan badan dengan cepat, mukanya mulai merah padam.

"Ibuku yang memberikan itu." Naruto berujar singkat.

Tubuh Sakura seketika itu menegang, mulai membalikkan badan kembali, menatap Naruto dengan pandangan tidak percaya.

"Bagaimana b-bisa?" Tanya Sakura tergugup.

"Ibuku menyiapkan syal itu untuk hari ulang tahunku yang pertama, namun aku tidak pernah menyadarinya, untungnya Konohamaru memberitahuku, ya setidaknya aku bisa menerima hadiah itu." Naruto berujar lembut, pandangannya terlihat melembut, masih terus tersenyum.

Mata emerald Sakura mulai membulat, rasa malu mulai menghinggapi dirinya, segera menundukkan kepala.

"M-maaf aku tidak tahu." Sakura bergumam, terlihat merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, salahku juga tidak memberitahumu." sela Naruto, terlihat masih terus tersenyum, memandangi syal orange yang sedang digenggamnya.

"Kalau b-begitu biar aku ganti hadiahnya." Sakura terbata-bata, menggerakan tangannya untuk meraih syal yang baru saja selesai dia rajut beberapa waktu lalu.

"Tidak." Sahut Naruto singkat, mulai mengenakan syal itu tepat di lehernya.

Mata Sakura mulai berbinar-binar, masih tidak percaya Naruto baru saja mengenakan syal hasil rajutannya.

"Aku tahu kau merajut syal ini setiap malam, dan mana mungkin aku menolak hadiah pemberian Sakura-Chan!" Naruto berujar semangat , mulai kembali tersenyum ceria.

Sakura tak bergeming di sana, masih menatap Naruto lekat-lekat, sebelum akhirnya mengukir senyum lembut.

"Baiklah, sekarang biar aku membalas kebaikanmu nona cantik!" Naruto terus tersenyum ceria, mengenggam tangan Sakura dengan cepat lalu mulai menarik tangan itu.

Sakura mulai bersemu merah, mulai melangkahkan kaki-nya, mengikuti derap langkah kaki Naruto di depannya.

"Ayo!" Naruto menoleh singkat, masih tersenyum ceria.

Sakura yang melihatnya seketika itu tertegun, mata-nya mulai berkaca-kaca, sektika itu mengukir senyum lembut kembali.

"Hmm!"

To Be Continued.