webnovel

TERJEBAK LAGI

Setelah beberapa saat menelan fase kebimbangan. Kamilia memutuskan untuk datang. Lenyap sudah rasa laparnya. Berganti dengan keinginan untuk menjadikan badan Calista sebagai samsak. Pelampiasan segala murkanya. Kamila berusaha tenang. Diam sejenak, memberikan energi positif kepada dirinya sendiri.

Bagas menyambutnya di tempat tersembunyi. Dia mencoba merayu untuk tidak melabrak mereka. Namun, sebagai gantinya dia menawarkan sesuatu.

"Bagaimana kalau kita melakukan hal yang sama, Mila?"

Ide gilanya membuat Kamilia melotot. Hampir telapak tangannya mampir ke wajah tampan itu. Namun, Kamilia masih bisa menahan diri.

"Jangan gila, Bagas!" desisnya geram. "Kau hanya perlu menunjukkan mereka. Selanjutnya menghilanglah dari hadapanku!"

"Sorry, bercanda," kata lelaki itu sambil menyeringai. Dia tahu lelaki macam apa Hendra. Celakalah dirinya bila Hendra tahu dirinya terlibat. Akan tetapi Bagas juga bukan seseorang yang gampang mengaku kalah. Dia sama liciknya dengan Hendra.

Bagas menunjukkan meja mereka di antara keremangan malam. Meja yang berderet-deret membuat Kamilia sedikit kesusahan mengenali mereka. Baju Hendra yang berwarna gelap semakin menyamarkan pandangannya. Namun, setelah melewati beberapa meja cantik dengan hiasan lampion-lampion. Kamilia mengempaskan bokongnya di salah satu kursi.

"Kebetulan sekali, aku sedang lapar," Kamilia berkata sambil mengambil sepotong makanan yang tersaji.

"Heyy … ehh!" pekik Calista sambil menutup mulutnya. Kekagetan serta rasa takut membayang di wajahnya. Wanita itu tahu persis siapa perempuan yang baru datang itu.

"Kenapa? Kaget?" tanya Kamilia."Inikah yang dilakukan oleh seorang teman?"

Kamilia bertanya sambil menatap tajam Calista. Calista gelisah, dia memandang Hendra. Meminta pembelaan.

"Aku bukan temanmu, Mila?" jawab Calista pelan.

"Jaga imej, Kamilia, kau bukanlah orang sembarangan," kata Hendra mengingatkan.

Beberapa pasang mata menatap mereka. Sepertinya ada yang mengenali Kamilia. Mereka dengan cepat menghampirinya. Meminta foto bersama. Begitu antusiasnya mereka bertemu dengan model pujaan.

Hendra dengan cepat memberi isyarat kepada Calista. Wanita itu mengerti, dengan cepat dia menyelinap dan menghilang di kegelapan malam.

"Kakak, satu lagi ya!" Berkali-kali mereka meminta foto bersama.

"Ooh … tampan sekali kekasihnya!" Salah satu penggemar Kamilia histeris dengan ketampanan Hendra.

Kamilia meladeni mereka dengan tersenyum. Namun, matanya kehilangan sosok Calista. Ujung matanya sibuk melihat sekeliling, nihil. Calista sudah raib. Ada beberapa fotografer yang mengabadikan Kamilia yang sedang makan malam ini. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

****

Kamilia menatap Hendra yang fokus menyetir. Sejak tadi laki-laki itu diam saja. Sedikit kemarahan terlihat dari rahangnya yang mengeras. Kamilia tidak gentar kini. Posisinya sebagai model ternama membangun rasa percaya dirinya.

"Aku juga punya rasa lelah, tapi aku bukan wanita lemah!" gumamnya. Cukup jelas hingga memungkinkan Hendra untuk mendengarkan. Namun, Hendra diam saja sampai mencapai hotel. Diam-diam bulu kuduk Kamilia berdiri, tegak waspada dengan segala kemungkinan.

Hotel tempat mereka menginap menghadap pantai. Kamilia duduk di muka jendela sambil menopang dagu. Sejak tadi Hendra diam saja.

"Siapa yang memberitahumu?" tanya Hendra.

"Tidak ada," jawab Kamilia ketus.

"Mustahil!"

"Kau lupa?Aku bisa berubah menjadi detektif paling handal untuk mengetahui penghianatanmu." Kamilia berkata tanpa menoleh ke arah Hendra. Pandangannya tetap mengarah ke pantai. Sinar rembulan seperti menyerak-nyerakan butiran emas di permukaannya. Laksana permadani yang siap menyambut kedatangan tuan putri.

Malam bergulir dengan cepat. Namun, mereka tetap dengan kekakuan yang mereka ciptakan. Hendra merasa sayang untuk menghancurkan hubungannya dengan Kamilia. Baginya kini, Kamilia merupakan piala untuknya. Batu loncatan untuk memanjat tingkat sosial. Otaknya berpikir, sudah saatnya mencuci uang haramnya.

Begitu pula Kamilia, rasa cinta sudah menguasai nalarnya. Saat malam mencapai puncaknya, kekakuan mereka mencair. Sebuah lakon cinta brutal, mereka mainkan di ranjang.

Kamilia tidak bisa lagi mengajukan syarat. Keinginannya untuk menjadi pemilik tunggal Hendra, rupanya masih harus menguji kesabarannya. Hendra tidak bisa memberinya kepastian. Namun, meski redup harapan itu masih menyala.

"Jangan sampai kau berbuat sesuatu di luar kendali, Mila! Jangan kau pertaruhkan nama baik kita!"

"Kita?" tanya Kamilia.

"Ya, jangan lupa! Aku kekasihmu sekaligus manajermu. Siapa yang mengajarimu melawan kepadaku sekarang, Mila?"

"Tuhan dan kemiskinan." Kamilia menjawab sambil memandang tajam Hendra.

Hendra terdiam, merasakan aura dingin dari tatapan Kamilia. Ternyata, dia tidak cukup mengenali Kamilia. Dua tahun lelaki itu hanya mengerti, Kamilia harus memuaskannya di ranjang. Kamilia yang sesungguhnya, dia tidak pernah tahu.

Kamilia tertidur setelah meluahkan segenap kekecewaannya. Dia yang biasanya pendiam, mendadak bicaranya melaju dengan kecepatan 24 Knot/jam. Hendra rupanya melupakan sesuatu. Wanita yang sedang terluka, sanggup melakukan apa saja.

***

Kamilia mendapatkan dirinya sendirian saat terbangun. Rupanya Hendra sudah pergi. Hanya catatan kecil dia dapatkan di nakas.

"Aku melihat sunrise di pantai."

Kamilia beranjak ke jendela, melongok ke luar. Tampak Hendra duduk selonjoran di kursi pantai. Seperti kontak batin, lelaki itu melihat ke arah Kamilia. Melambaikan tangan dan tersenyum.

"Si jalang itu rupanya sudah tak berani lagi muncul," pikir Kamilia lega. "Tampan sekali dia, pantesan Calista kesengsem." Sejenak Kamilia memperhatikan Hendra dari kejauhan. Parasnya yang mirip Hamish Daud --aktor, presenter sekaligus arsitek-- bermandi cahaya pagi. Kacamata hitam itu menambah gagah penampilannya. Siapa pun yang melihat, membutuhkan waktu beberapa detik untuk mengaguminya.

Kini, selalu berdesir darah Kamilia melihat Hendra. Seperti pasir di tepian pesisir. Bahkan untuk hal-hal kecil dari Hendra, kini membangkitkan kerinduan.

Sementara masih di tempat yang sama, tetapi berlainan kamar. Bagas sedang berbaring santai. Pemuda itu menggulirkan layar ponselnya. Beberapa pose Kamilia membuat jakunnya turun naik.

"Sialan, cantik banget dia!" umpatnya. "Asli pula, tidak seperti Calista."

Tiba-tiba Bagas teringat gadis itu --Calista. Beberapa kali dia mencoba menghubungi lewat ponselnya. Nihil, rupanya Calista mematikan HP-nya.

Pemuda itu beranjak ke jendela. Dia melihat seseorang seperti Hendra dari kamarnya. Terlalu jauh untuk memastikan. "Hendra sepertinya sedang berjemur, ke mana Kamilia?" Pandangannya menelusuri sekitar tempat Hendra. Berada di ketinggian membuatnya leluasa mengamati, tetapi tidak terlihat Kamilia.

Pemuda itu kembali ke kasurnya. Meraih ponselnya, beberapa foto hasil jepretan tadi malam dia pilih. Dia kirimkan disertai pesan : Sesampainya di Jakarta, kita harus bertemu. Foto ini bisa aku sebarkan ke media.

"Bangsat!" Kamilia mengumpat begitu melihat foto-fotonya, saat mendamprat Calista semalam. Walau tidak tampak sedang bertengkar, tetapi kentara sekali pandangan mata Kamilia penuh kebencian. Kamilia mengakui kejelian bidikan kamera Bagas tersebut. Sekali lagi, Kamilia menyadari betapa bodoh dirinya.

Beberapa kali Bagas mengirim pesan, karena Kamilia tidak segera membalasnya. Takut Hendra kembali ke kamar, Kamilia terpaksa menyanggupi permintaan Bagas. Kamilia semakin terperosok ke dalam jebakan. Keluguan Kamilia telah dimanfaatkan Bagas.

"Hahaha hahaha hahaha." Bagas tertawa saat membaca balasan Kamilia. "Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui." Sekali lagi dia tergelak.