webnovel

My Twins Lovers

Ice Preechaya Waismay, si gadis pengarang cerita profesional, seorang secret admirer yang ga pernah dianggap oleh Sea Grissham Aidyn, pria berkharisma yang berprestasi di sekolahnya. Sampai suatu saat Ice menerima beasiswa ke Korea dan ia bertemu dengan Aldrich Liflous Moonglade, pria dengan wajah yang sama persis dengan Sea. Dan saat saat di Korea inilah sosok secret admirer yang dulu menghilang. Ice menjalankan hari harinya bersama Aldrich. Tapi, cerita belum berakhir sampai disini. Karena, Sea dan Aldrich, satupun tak ada yang tahu jika mereka memiliki saudara kembar, eh.. kembar? Yakin kembar? Muka sama bukan berarti kembar, kan? Penasaran? Baca dulu dong, kalian yang suka romance dengan baper bapernya wajib baca. Eh, tapi kalo kalian gamau baca, its okay

Leenymk · Teen
Not enough ratings
30 Chs

13. Tidur Sekamar?

"Hm? Yakin perasaan lo uda berubah?"

"Iya"

"Tapi tadi gue liat tatapan lo ke dia masih nyimpen rasa" kata Ice. Aldrich sudah tak bisa berbohong, Ice telah mengetahui semuanya.

"Kita juga sama sama ga bisa move on dong?" Kata Ice sedikit terkekeh.

"Udah bisa ganti topik?" Tanya Aldrich.

"Hehe, sorry sorry"

"Cepetin makan biar bisa masuk kelas" lanjut Aldrich.

"Iyaiya" Ice pun berusaha makan lebih cepat.

"Oh iya, lagi dua minggu udah mau libur tengah semester, satu bulan. Jadi mau ikut ketemu ibu gue?" Tanya Aldrich.

Seketika terulas senyuman diwajah Ice "Lo mau ngajak guee?? Mau mauuu, yeayy!" Kata Ice betapa bahagianya.

"Siapin baju lo, gue mau nginep beberapa hari disana"

"Siap" Ice tersenyum lebar sedangkan hanya dibalas oleh tatapan datar Aldrich.

"Udah cepetin makan, lama kali daritadi"

"Ck, men lo ngajak ngomong"

Selesai makan,

"Kuy kelas" kata Aldrich yang langsung bangun dari kursinya dan hanya dibuntuti oleh Ice.

***

Kringggggg

Bel pulang berdering.

"Inget jalan ke asrama?" Tanya Aldrich.

"E-emm, belom" Ice tersenyum.

Aldrich memandang Ice dengan tatapan datarnya.

"Gue mau beli makanan untuk malem, jadi gue ga langsung balik ke asrama, lo cari aja temen yang lain yang juga tinggal di asrama" selesai bicara, Aldrich langsung membalik badannya akan lanjut berjalan, tapi gerakannya ditahan oleh Ice. Ice memegang tangan Aldrich sambil berbicara "Tunggu Ald"

Aldrich membalikkan badannya menghadap Ice. Ice masih belum melepaskan tangan Aldrich.

Aldrich kemudian berdeham sambil menaikkan tangannya yang sedang di pegang Ice.

"O-oh" Ice langsung melepas tangan Aldrich sambil tersenyum canggung.

"Gu-gue ikut lo aja, gapapa kok lo beli makanan, gue mau beli makanan untuk malem juga" Ice tersenyum.

"Yaudah, kuy" lanjut Adrich yang langsung keluar dari gerbang sekolah.

"Lo mau pesen apa?" Tanya Aldrich

"Samain aja kaya lo"

"Milmyeon dul" kata Aldrich kepada pedagang.

Tak butuh waktu lama, pesanan itu sudah selesai, Ice dan Aldrich pun berjalan pulang ke asrama.

"Ni punya lo" Aldrich memberikan saru bungkus makanan kepada Ice.

"Kamsamida" Ice tersenyum lebar.

Aldrich sedikit terkekeh melihat Ice kemudian ia sedikit mengangguk.

Aldrich pun memasuki kamarnya, sedangkan Ice berjalan ke kamarnya kemudian mencari kunci didepan kamarnya.

Ice terus mencari kuncinya.

"Kok ga ada sihh??" Kata Ice yang masih membongkar isi tasnya.

Ice kemudian teringat akan sesuatu.

Flashback on

"Kuy, ngapain diem?" Tanya Aldrich yang sudah berdiri dari tempat duduknya, saat itu kelas sudah kosong.

"Gue lagi nungguin tas, mau masukin ni kunci" kata Ice sambil nunjukin kunci kamarnya ke Aldrich.

"Kenapa ga ke kantong celana aja?"

"Celana gue ga ada kantong"

"Uda, nanti aja balik dari kantin, nanti makanannya habis, di kolong aja dulu taruh. Tas lo juga nanti bakal di taruh diatas meja lo."

"Gamau, nanti ilang gue ga bisa masuk kamar"

"Lo ga usah takut, sekolah ini aman, gue bisa jamin" kata Aldrich serius. Akhirnya Ice mengalah, ia meletakkan kunci kamarnya di kolong mejanya.

Flashback off

"Sialllll" Ice memejamkan matanya sambil mengacak rambutnya kasar.

"Kok bisa lupa sihhhhh" Ice mengetuk kepalanya pelan.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu kamar Aldrich.

Aldrich membuka pintunya dan melihat Ice dengan rambut yang acak acakan dan barang bawaannya, tas dan makanan yang baru dibeli tadi.

"Ice ngapain lagi?" Tanya Aldrich heran.

"Ald, gue pengen nangis."

"Ha?"

Ice menghela nafasnya.

"Lo inget pas lo mau ngajak gue ke kantin tadi?"

"Hm"

"Lo nyuruh gue naruh kunci di kolong, ya kan?"

"Dan waktu gue dapet tas, gue juga ga kepikiran buat masukin kunci ke tas"

Aldrich terdiam, mungkin dia syok.

"Gue kesini mau minta tolong lo, anterin ke sekolah" kata Ice dengan puppy eyesnya.

"Impossible, very impossible, gerbang sekolah udah dikunci dari jam enam, karang uda malem. Lo ga bisa masuk"

Ice tambah syok.

Kini Ice sudah terdiam dengan wajah yang tak dapat diartikan.

"Kenapa lo ga minta kunci cadangan ke satpam yang jaga disini?" Tanya Aldrich.

"Hari ini satpam nya libur, tadi gue uda ke pos satpam, pintunya kekunci, gue ketemu orang, dia bilang satpamnya libur."

Aldrich kemudian terkekeh melihat tampang Ice yang stress ditambah syok.

"Apasih Ald, jahat banget lo ketawain gue"

Aldrich kemudian menarik tangan Ice masuk ke kamarnya dan langsung menutup pintunya.

"Ngapain lo Ald" tanya Ice.

"Lo tidur sini aja sama gue"

"Hah? No thanks" Ice membalik badannya akan keluar dari kamar Aldrich tapi gerakannya ditahan oleh Aldrich.

"Lo mau ngapain gue Ald, dengan lo nyuruh gue tidur sama lo?" Tanya Ice yang menatap mata Aldrich.

Wajah Aldrich mulai mendekati wajah Ice. Jadi Ice uda nempel ke tembok, tangan kiri Aldrich megangin bahu kanan Ice, dan tangan kanan Aldrich megang tembok.

Aldrich sengaja mendekatkan wajahnya ke wajah Ice. Kepala Ice juga berusaha mendorong tembok ke belakang. Ia sudah takut, hati berdetak tak beraturan. Ice telah memejamkan matanya pasrah.

Aldrich kemudian menggerakkan tangan kanannya mengambil jaket yang ia gantung pada paku yang menempel pada tembok tepat diatas tempat Ice sedang berdiri. Ia kemudian melangkah mundur sambil mengambil jaketnya dan memasukkan jaket itu ke mesin cuci mininya.

Ice membuka matanya dengan jantungnya masih berdetak tak beraturan.

"Lo tenang aja, gue ga bakal nyentuh lo. Lo mungkin ga pernah liat body lo ya, triplek kek gitu, bukan serela gue." Jelas Aldrich sambil menekan tombol di mesin cucinya.

Ice yang masih syok pun mulai mencerna perkataan Aldrich.

Ia sangat kesal dengan tingkah Aldrich, tapi ia juga tak bisa berbicara apapun.

"K-kalo gitu gue tidur di lantai aja, lo dikasur" kata Ice.

"Gapapa, lo dikasur, gue yang dilantai" lanjut Aldrich.

"Tapi--" perkataan Ice terpotong oleh Aldrich.

"Bagi gue, lady first. Gue ga keberatan apapun." Aldrich menatap Ice dari kejauhan yang hanya dibalas oleh anggukan ragu ragu Ice. Ice masih terpatung depan pintu, ia masih teringat akan kejadian tadi. Yang jelas ia sudah salah tingkah.

"Lo belum makan kan?" Tanya Aldrich.

"Hm" jawab Ice.

"Tu meja makan, santai aja, anggep ni kamar lo" kata Aldrich sambil menunjuk meja makan dengan dagunya.

"L-lo ga makan?" Tanya Ice

"Habis nyuci gue baru makan"

"Gue nungguin lo aja"

"Yauda"

Tak lama, Aldrich berjalan ke meja makan dan duduk di kursi tepat didepan Ice.

Mereka berdua pun perlahan membuka bungkus makanan dan menuangkannya ke mangkuk.

Ice menyuap sendok pertama ke dalam mulutnya.

"Enak?" Tanya Aldrich. Ice terus mengunyah.

Ice melebarkan matanya dan tersenyum kemudian mengangguk.

"Enak, apa ni?" Tanya Ice.

"Itu namanya Milmyeon. Mie dari gandum. Makanan khas kota Busan" Jelas Aldrich.

Ice mengangguk angguk.

"Sama.... ini makanan favorit gue" kata Aldrich.

"Otw jadi makanan favorit gue juga" Ice tersenyum yang juga dibalas oleh senyuman Aldrich.