95 Bab 95

Emosi Yafizan begitu memuncak ketika ia melihat tangan Miller merengkuh tubuh Soully. Seketika ia melayangkan pukulannya pada wajah Miller. Soully memekik ketika Miller jatuh tersungkur dihadapannya.

Api yang berkobar dari tangan Yafizan semakin memanas ketika ia melihat Soully yang malahan membantu Miller dan menatap dirinya dengan kebencian.

"Tu-tuan, kau baik-baik saja?" cemas Soully.

Miller bangkit dibantu Soully lalu mengusap sudut bibirnya yang berdarah. "Tak apa-apa. Aku baik-baik saja." mengulas senyuman yang dipaksakan. "Kenapa kau memanggilku tuan lagi?" gumammya nyaris tak terdengar.

"Apa yang kau lakukan?" Soully menatap Yafizan dengan galak. "Kenapa kau selalu saja tak bisa menahan emosimu? Padahal kau hilang ingatan," gerutu Soully sambil memapah Miller untuk segera pergi. "Ayo, Kak." Miller tersenyum, Soully memanggilnya kakak lagi.

Yafizan merasa tak terima ketika Soully malah membela Miller dan malah menyalahkannya. Dengan emosi yang sudah mulai meluap ia menarik kasar lengan Soully.

"Jadi, benar kau bukan istriku?" desis Yafizan mencengkram lengan Soully dengan kuat.

Soully meringis kesakitan seakan cengkramannya merontokkan tulang lengannya. Miller serta kedatangan Rona yang baru saja hendak menyusul bosnya kala itu melihat cahaya jingga yang berkobar dari telapak tangan Yafizan.

"Bos, kau menyakitinya!" seru Rona. Namun tak menyurutkan cengkramannya dari lengan Soully.

"Lepas!" Soully meronta.

"Jawab pertanyaanku! Siapa sebenarnya dirimu? Kau bukan istriku?"

"Yakini apa yang kau percayai."

Manik mata mereka saling bertemu. Yafizan semakin geram akan jawaban Soully yang menurutnya tak memuaskan. Cengkramannya semakin menguat dan Soully semakin kesakitan.

Sebuah pukulan melayang ketika Soully hendak menangkup tangan Yafizan yang sedang mencengkramnya kuat. Seketika Yafizan tersungkur dan melepaskan cengkramannya.

Soully memekik lalu mengusap lengannya yang terasa kebas. Rasanya tak bertenaga.

"Stop! Hentikan! Apa yang kalian lakukan?" teriak Tamara. "Stop! Kalian bisa mengacaukan acaraku besok!" paniknya merasa acara besok akan gagal.

"Cukup! Hentikan perdebatan ini, Bos." Rona melerai perkelahian antara Yafizan dan Miller. Ia menahan tubuh Yafizan yang sudah mengeluarkan kekuatan maksimalnya.

Tamara sibuk sendiri karena dekorasi acara yang sudah tertata cantik, kini rusak akibat adu kekuatan yang dilakukan dua pria perebut hati Soully. Dalam hati ia terus menggerutu karena harus terlibat dengan manusia-manusia "special" dalam kehidupannya.

Rona tak bisa menahan Yafizan akibat rontaannya yang begitu kuat. Kembali ia menghajar Miller dengan membabi buta. Sebenarnya mengapa ia semarah ini? Alih-alih jika Soully bukan istrinya, lantas mengapa hatinya begitu sakit dan tidak terima. Bahkan ketika mulutnya yang jahat mengeluarkan kata-kata kasar pada Soully membuat hatinya seakan teriris.

Ia begitu tak suka ketika tangan Miller menyentuh Soully dan memberikan perhatiannya. Dan amarahnya memuncak ketika Soully pun membalas sikap Miller padanya dan mengabaikan dirinya.

Yafizan seharusnya lega jika Tamara memang istrinya. Tapi hati kecilnya begitu terluka ketika ia berharap jika Soully mengatakan jika dirinya yang benar-benar istrinya. Ada apa dengan dirinya? Mengapa perasaannya sesakit itu?

Kebersamaannya malam itu membuat hati nuraninya bahkan tubuhnya sendiri seakan tak bisa dibohongi. Kilas bayangan dari sepenggal ingatannya ternyata hanya pengecoh semata.

"Tuan muda, cukup! Berhentilah, kau bisa membunuh tuan Miller." Rona menarik tubuh Yafizan yang sedang menghajar Miller.

Yafizan menghempas tubuh Rona hingga terlempar ke atas meja yang seketika hancur berkeping-keping. Rona terbatuk dan memuntahkan sedikit darah dari mulutnya. Tamara memekik frustasi, hancur sudah acaranya.

Soully yang masih bergeming di tempatnya hanya bisa melihat bagaimana pertarungan kedua pria yang katanya keturunan dewa itu. Lengan tangannya masih terasa kebas sehingga menyulitkan dirinya bergerak untuk melerai mereka.

Iris mata Yafizan sudah memerah. Dirinya sudah gelap mata. Kekuatan yang sudah berkumpul haruslah ia hempaskan dengan menyelesaikan pertarungannya. Ia sudah tak bisa berfikir jernih. Targetnya hanya satu; memusnahkan Miller dengan segera.

Miller sudah berbaring tak berdaya, kekuatannya sungguh tak sebanding dengan kekuatan Yafizan yang sedang berada di puncaknya.

Tanpa berbasa-basi lagi, Yafizan segera mengeluarkan segenap kekuatannya untuk melenyapkan Miller. Tanpa terduga terjadi, seseorang menghadang, melindungi tubuh Miller dari serangan Yafizan. Bagai ledakan dalam ruangan kedap suara, kekuatan apinya benar-benar menyerang Soully.

Yafizan tercengang seketika akan perbuatannya yang tak mengira bakal salah sasaran.

Soully jatuh terlungkup menimpa tubuh Miller yang sudah tak berdaya di bawah lantai. Tanpa suara Miller bergeming pada tempatnya. Ia begitu terkesiap akan tindakan Soully yang begitu tiba-tiba melindunginya. Ia tersadar ketika sesuatu membasahi dadanya. Terasa lengket dan bau amis. Aroma itu, ia mencium aroma yang selama ini selalu dihindari dan dilupakannya.

Miller masih menopang tubuh Soully dalam dekapannya. Ia meraba dadanya yang basah lalu melihat dengan jelas cairan merah yang menodai telapak tangannya. Tak berani. Ia sungguh tak berani membalikkan tubuh Soully. Ia tak berani melihat apa yang ia takutkan saat ini.

"S-soully..." gemetaran Miller menggoyangkan bahu Soully dalam dekapannya. Namun, perempuan mungil itu tak bergerak. "S-soully..." lirihnya lagi.

"Bos, apa yang kaulakukan?!" rasa geram Rona terhadap Yafizan membuat kekuatan penuh untuk segera membangkitkan dirinya. Rona berlari untuk memastikan keadaan Soully.

"Soully!" Rona membalikkan tubuh Soully, lalu mengalihkan ke pangkuannya, memastikan keadaannya.

Tubuh Miller seketika melemas saat Soully sudah bersimbah penuh darah yang keluar dari hidung juga mulutnya yang ternyata sudah penuh menodai bajunya. Pun dengan Yafizan dengan tampilan monsternya yang masih belum menyurut dari darinya.

Seluruh tubuhnya gemetaran. Rasa yang begitu teramat sakit menghantam ulu hatinya ketika ia melihat Soully yang sudah penuh darah. Ia salah sasaran.

"Apa yang kau lakukan? Lihatlah, kau menyakitimu istrimu!" geram Miller.

Matanya menggelap, ia mengeluarkan seluruh kekuatannya tatkala teringat dulu pun Yafizan yang telah menyakiti Malika.

Yafizan begitu terkesiap akan ucapan Miller yang menyatakan jika Soully adalah istrinya. Benarkah? Berarti apa yang menurutnya salah selama ini harusnya ia yakini jika Soully memang istrinya. Ia seharusnya tak mempercayai Tamara.

"I-istri..." lirihnya seketika melemas.

Miller sudah tak memperhatikan rasa penyesalan dalam diri Yafizan yang masih kacau. Hati Miller sudah menggelap. Rasanya ia ingin sekali menghajar Yafizan hingga tamat.

Miller beranjak berdiri. Lalu tanpa perlawanan ia menghempaskan kekuatannya menyerang Yafizan hingga tersungkur namun masih bisa menahan agar tidak terlalu jauh. Kekuatan Yafizan masih begitu besar dibanding Miller yang sudah melemah terlebih dahulu walaupun ia sudah mengeluarkan kekuatan yang maksimal.

Yafizan hendak membalas Miller ketika Bimo yang baru tiba menghentikan duel antara mereka. Pun dengan Miller yang tubuhnya seketika terasa sejuk ketika tangan mungil Soully mencengkram kakinya karena Miller berdiri di dekat Soully yang sedang terbaring dalam pangkuan Rona.

Miller menoleh pada apa yang membuat kondisinya tenang. Tangan mungil itu terasa dingin. Dengan susah payah seakan Soully ingin bicara. Tapi ia hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Miller merendahkan tubuhnya lalu menarik Soully ke dalam pelukannya.

"Ja-ngan, ber-tengkar..." lirihnya dengan terbata-bata, lalu terbatuk-batuk dengan darah segar yang terus keluar dari mulutnya.

Miller semakin mendekap tubuh Soully, sudah tak dipedulikan lagi tubuhnya yang penuh dengan aroma darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan. "Jangan bicara! Jangan bicara!" Miller menggelengkan-gelengkan kepalanya, merasa frustasi. Kejadian seperti ini terjadi lagi dan ia benci akan hal itu.

Rona menghampiri Yafizan lalu menghajarnya, membuat Yafizan tersungkur karena serangan dadakan itu. Rona tak peduli jika Yafizan murka padanya. Rasanya ia sudah tak bisa membendung emosinya lagi.

"Kau sungguh keterlaluan, Tuan Yafizan yang terhormat. Manusia spesial apanya jika kau sendiri tak yakin akan perasaanmu sendiri. Selama ini aku hanya bisa menahannya karena sudah berjanji kepada Yang Mulia Raja agar tak memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Karena apa? Karena menguji cintamu!"

"Tapi ternyata salah, kau benar-benar tak bisa mengingat siapa istrimu sebenarnya dan malah percaya pada wanita j*l*ng yang tega pergi meninggalkanmu!"

Tamara yang masih terkesiap akan kekacauan yang dilakukan para dewa yang tersesat di bumi itu tiba-tiba tersentak ketika Rona menyatakan pernyataannya. Sedang Yafizan, ia sudah meremas rambut kepalanya yang terasa sakit. Ucapan demi ucapan yang Rona utarakan kepadanya membuat kilas-kilas bayangan tiba-tiba menyergap dalam ingatannya dan membuat kepalanya semakin sakit.

Rona merasa iba akan kesakitan yang dirasakan oleh tuan mudanya. Rona tahu, hal ini akan terjadi dan bisa membuat Yafizan kesakitan yang luar biasa. Namun, walau bagaimanapun Yafizan harus segera ingat.

Soully melihat suaminya yang kesakitan dan meronta-ronta di lantai sambil meremas rambut kepalanya. Ia melepas diri dari dekapan Miller dan mencoba memaksa untuk mendekati suaminya yang kesakitan. Dengan sekuat tenaga ia mengusap darah yang melumuri mulutnya lalu berjalan terseok-seok menghampiri Yafizan bersamaan Miller menuntun dari belakanganya.

Soully terduduk tepat di hadapan suaminya. Dengan gemetaran menahan sakit ia mengulurkan tangan untuk menyentuh suaminya. Rasa sakit di kepala Yafizan terhenti ketika jemari lentik nan dingin itu menyentuh kepalanya. Iris mata merahnya kini normal kembali. Begitu pun dengan cahaya api yang membara di telapak tangannya terasa sejuk dan berangsur normal ketika ia dengan cepat meraih telapak tangan Soully lalu menarik dalam dekapannya.

"Sayang..." Ya, kini Yafizan ingat semuanya. Bahkan ketika ia bertemu dengan Soully kecil dan hari-hari yang ia lewati bersama Soullynya. Istrinya, belahan jiwanya.

***

Jika merasa feel cerita ini semakin tak menarik, maafkan 🙏🏻

Boleh di skip jika tak suka.

Apalah cerita ini yang viewers'y juga sedikit.

Dengan adanya yang udah mau baca cerita ini aja aku udah senang.

Makasi banyak² bagi readers yg masih mau dukung & baca cerita ini dengan komentar yg penuh semangat ❤

avataravatar
Next chapter