webnovel

Rindu

Orlan berdiri di samping Jorge, mereka sedang berada di bandara. Menunggu Dafa yang dia perintahkan untuk membawa mobilnya dan seorang sopir yang akan menjemput Jorge.

Urusan mereka telah selesai di Tongass Pack. Jorge berniat untuk ke kantor Redwood Corp terlebih dahulu. Perusahaan yang semua karyawannya merupakan seorang werewolf yang berasal dari Redwood Pack dan juga ada dari pack lainnya.

"Kau tidak mampir ke kantor?" Jorge bertanya kembali. Dia tahu ke mana anaknya akan pergi. Susah kalau sedang jatuh cinta, hati dan mata hanya akan tertuju pada satu titik. Yah, dia juga seperti itu waktu muda dulu.

Orlan hanya menggeleng. Papanya itu seperti tidak ada pertanyaan lain. Harusnya tanpa dia beritahu pun, papanya sudah tahu dia akan ke mana. Memangnya dia tidak boleh bertemu dengan mate-nya, belahan jiwanya?

Hanya saat menjemput dan mengantar Noura ke kafe saja, Orlan bebas berduaan dengan Noura. Tanpa diganggu dan tanpa takut dilihat oleh para vampir atau bahkan werewolf.

Namun, tidak menutup kemungkinan, bila ada yang melihat. Pasti suatu hari nanti, mungkin kesialan akan menimpa keduanya. Entah karena kecerobohan atau ketidaksengajaan, keduanya akan bertemu dengan vampir atau werewolf lainnya.

Orlan dan Noura sudah siap, jika hari itu tiba, tapi keduanya selalu berdoa dan berharap, jangan terjadi sekarang. Tunggu saat keduanya sudah sangat siap dalam segi apa pun, terutama siap jika harus berpisah dalam kurun waktu yang lama atau perpisahan yang sesungguhnya? Ah, tidak boleh terjadi. Orlan akan selalu memastikan, dia dan Noura akan tetap bersama. Walau badai menghadang dan angin puting beliung menerjang.

"Jangan lupakan kehadiranku. Aku siap mempertaruhkan nyawaku untuk membunuh siapa pun yang tidak setuju mate kita merupakan vampir." Jay berucap santai.

Orlan tersenyum tipis. Serigalanya itu seram sekali. Sudah tak terhitung, berapa kali Jay mengucapkan kalimat penuh nada ancaman seperti itu. Orlan saja yang mendengarnya ngeri.

"Maaf, telah membuat Tuan menunggu lama," ucap seorang laki-laki yang mengenakan kemeja abu-abu itu pada Jorge sembari menundukkan kepala.

"Tidak masalah, Dani." Jorge menuju mobilnya. Dani merupakan Beta—saat era kepemimpinannya—dan pada masa sekarang menjabat sebagai sekretarisnya. Dani ialah ayahnya Dafa.

Dafa menyerahkan kunci mobil kepada sang pemiliknya. "Alpha, semoga sukses." Dafa mengerlingkan matanya, menggoda sang Alpha.

Orlan mendengus sebal. Beta-nya itu suka sekali menggoda dan menyindirnya.

Dafa dan dua pengawal yang ikut ke Tongass Pack berjalan ke mobil yang dikendarai Dani. Dafa memang datang hanya untuk membawa mobil sang Alpha. Pulangnya bersama dengan Jorge dan ayahnya.

Orlan langsung masuk ke mobil silver miliknya. Wajah cantik Noura saat tersenyum terbayang di pikirannya.

"Aku merindukan mate-ku." Jay berucap girang, saat Orlan menjalankan mobil menuju kafe.

"Aku juga. Sangat rindu. Dia juga mate-ku!"

"Ya, ya. Mate kita." Jay mendengus sebal.

**

Orlan turun dari mobil, terlihat kafe lumayan ramai pengunjung. Dia menghirup rakus aroma bunga lavender dan melati yang menyeruak di sekitar kafe. Aroma mate-nya sangat tercium, melambai-lambai di indra penciumannya. Jay di dalam sana meloncat kegirangan.

Orlan berjalan, lalu dia menyadari satu hal. Dia menunduk, menatap aspal yang dipijaknya. Aspal tersebut terlihat basah. Sepertinya baru saja turun hujan.

Orlan kembali melangkah lebar menuju kafe. Saat masuk, dia hanya menemui Arva yang sedang duduk bengong di kursi kasir. Juga ada Devin yang sepertinya tidak menyadari kehadirannya, Gamma itu sedang mengobrol asyik dengan sekumpulan wanita manusia. Orlan menyeret kakinya mendekati adiknya itu. Arva yang baru menyadari sosok kakaknya pun mendongak.

"Kakak?" Arva terkejut. Dia mendapatkan pesan dari Leon, kalau pertemuan di Tongass Pack telah selesai. Tapi Arva tidak tahu, bila kakaknya akan datang ke kafe. Arva sudah tahu apa yang menyebabkan kakaknya itu ke sini. Mana mungkin untuk menemui dirinya, pastilah menemui putri Noura. Siapa lagi coba, wanita yang telah membuat kakaknya bahagia dan dapat tersenyum begitu lebarnya.

Orlan hendak bertanya di mana keberadaan Noura, tetapi Arva telah memberi tahunya terlebih dahulu.

"Ada di atas, sedang istirahat." Arva menjelaskan. Dia memang adik yang sangat pengertian, bukan?

Orlan mengangguk dan izin naik ke atas untuk menemui Noura. Senyum terukir di wajahnya. Jay terus saja berteriak memanggil nama mate-nya. Membuat Orlan semakin ingin mengeluarkan Jay dari dalam dirinya. Serigalanya itu sangat berisik, apalagi mengenai mate mereka.

Orlan memperlambat jalannya, saat melihat Noura berdiri menghadap jendela. Seperti sedang menulis sesuatu di permukaan kaca. Noura sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Memangnya tidak tercium aroma werewolf pada dirinya? Dan apa Noura tidak mendengar suara langkah kaki miliknya? Aneh.

Orlan berdiri tepat di samping Noura. Dia dapat melihat dengan jelas Noura sedang menundukkan kepala dan memejamkan mata seraya tangannya bergerak menulis sesuatu di kaca. Sedang apa pujaan hatinya itu?

Orlan berdiam begitu lama. Hanya memperhatikan gerak-gerik Noura. Sesekali dia melihat, sebenarnya apa yang sedang ditulis oleh mate-nya itu, tetapi Orlan tidak dapat membacanya karena Noura menulis dengan cepat dan parahnya lagi Noura menulis di permukaan jendela. Awalnya Orlan akan membiarkan Noura, tidak berniat menghentikan aktivitas mate-nya itu, tapi Orlan tidak sabar. Perasaan rindu ini sudah menggebu-gebu.

Orlan menggenggam tangan kanan Noura yang sedang menulis di permukaan kaca. Membuat Noura terkejut dan mendongakkan kepalanya, menoleh perlahan mencari siapa pelaku yang telah menggenggam tangannya. Iris cokelat Noura melebar, melihat Orlan tengah menatapnya dengan tatapan bingung.

"Orlan?"

"Mmm."

"Sejak kapan kamu di sini?"

"Sekitar dua puluh menit.”

Noura membelalak terkejut. "Ke-kenapa kamu tidak memanggilku?"

Orlan menarik tangan Noura yang sedang dia genggam dari kaca. "Aku takut mengganggu. Kamu sedang apa?"

Noura terlihat gelagapan. "Hanya sedang melatih kekuatan."

Orlan menghela napas, menyesal. "Maaf, aku mengganggu."

Noura menatap mata biru laut itu. Dia mengulas senyuman. "Tidak. Maaf, aku tidak menyadari kehadiranmu. Aku sangat konsentrasi tadi, jadi tidak dapat mendengar apa pun." Noura terkekeh kecil.

Orlan mendekatkan dirinya pada Noura dan memeluk erat tubuh gadis-nya itu. Noura sempat terkejut, tetapi dia tidak menolak. Perlahan Noura membalas pelukan Orlan, membawa tangannya menuju punggung lebar milik laki-laki itu. Membuat Orlan tersenyum.

"Aku merindukanmu." Orlan berkata tepat di telinga kanan Noura, membuat wanita itu geli saat napas Orlan berembus menerpa telinganya. Orlan menghirup rakus aroma bunga lavender dan melati yang dia rindukan. Jay memejamkan mata, menikmati aroma mate mereka.

Cukup lama mereka bertahan dalam posisi berpelukan satu sama lain. Orlan perlahan merenggangkan pelukannya, dia menatap lekat mata cokelat Noura yang sangat indah itu. Orlan terkadang penasaran, bagaimana wajah Noura ketika matanya berwarna merah.

Warna mata vampir akan memerah ketika mereka sedang meminum darah manusia atau sedang bernafsu untuk meminum darah manusia, dan kala mereka menggunakan kekuatannya.

Noura mengerutkan keningnya. Tatapan Orlan sangat intens sekali, dia tidak tahan jika ditatap seperti itu. Pasti sekarang wajahnya sudah terlihat sangat memerah. Seperti kepiting rebus.

Orlan mendekatkan dirinya pada wajah Noura, membuat Noura bingung apa yang akan dilakukan oleh laki-laki itu dan seketika mata Noura membulat penuh, saat merasakan benda kenyal dan tebal menghampiri bibirnya. Astaga, apakah Orlan sedang menciumnya?

Noura sempat ingin mendorong tubuh Orlan, tetapi bukannya terdorong, dia justru semakin dekat dengan Orlan. Sial, rutuk Noura dalam hati. Orlan sangat kuat.

Orlan melumat bibir ranum Noura dengan lembut. Tangan kanannya dia letakkan pada tengkuk mate-nya itu. Tidak ada lagi perlawanan dari Noura.

Orlan melepaskan pagutan keduanya. Mereka berdua langsung meraup udara di sekitar, setelah pasokan oksigen terasa kosong di paru-paru.

Noura menjadi malu. Ya, Dewa, ini pertama kalinya. Ini sangat mendadak, kenapa Orlan tidak bilang terlebih dahulu?

Orlan tersenyum melihat Noura yang salah tingkah. Dia mengusap bibir Noura. "Sangat manis. Membuatku kecanduan." Orlan masih merasakan jantungnya berdegup kencang. Baru kali ini dia mencium seorang wanita dan wanita yang pertama kali dia cium merupakan mate-nya. Orlan sangat bahagia.

Noura mendelik mendengar ucapan Orlan. Refleks dia mundur selangkah dari Orlan. Membuat Orlan menahan tawanya dengan susah payah.

"Oh, mate kita sangat menggemaskan." Jay juga merasa gemas dengan tingkah Noura yang malu-malu.

Noura merasakan tangannya digenggam erat oleh Orlan.

"Kamu tidak merindukanku? Kenapa kamu sangat lama membalas pesanku? Apa kamu sangat sibuk?"

Noura bengong, mendengar pertanyaan bertubi-tubi yang dilontarkan oleh Orlan. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya. Dari nada suaranya, apa Orlan marah? Apa yang harus dia jawab? Dan juga baru sehari, ah, tidak, sehari lebih sedikit, mereka tidak bertemu. Orlan sudah rindu padanya? Dan bertanya, apa dia juga merasa rindu?

"Kenapa diam?" Orlan menuntut jawaban, dia tidak suka pertanyaannya diabaikan.

Noura tersenyum kikuk. "Maaf, aku sedang berlatih kekuatan baru. Sungguh, aku jujur."

Orlan menaikkan alisnya. Dia tidak menemukan kebohongan yang ditunjukkan di wajah mate-nya.

Noura tersenyum. "Aku juga rindu padamu." Sedetik kemudian, dia baru menyadari ucapannya yang melantur itu. Noura sangat malu, rasanya dia ingin menenggelamkan wajahnya di tumpukan bantal.

Bibir Orlan mengulas senyuman penuh kebahagiaan. Tatapan matanya memancarkan cinta dan sayang. Jantungnya meletup-letup dipenuh kembang api. Jay pun ikut kegirangan. Orlan kembali memeluk Noura erat. Membuat pujaan hatinya itu mengalami sesak napas.