webnovel

Kerajaan Appalachia

Gerbang istana terbuka lebar. Malam hari merupakan waktu yang tepat bila akan berkunjung ke Kerajaan Appalachia. Di saat seluruh vampir berkeliaran di dunia manusia.

Orlan dan Dafa dijemput oleh Aaron dan beberapa pengawal istana di Hutan Appalachia. Mengantisipasi ada vampir yang menyerang kedua petinggi Redwood Pack itu. Selama ini, Carlen membatasi makhluk immortal masuk ke dalam istana. Tidak ingin mengambil risiko.

Sama seperti wilayah bangsa immortal lainnya. Kerajaan Appalachia juga dilindungi sihir yang berlapis-lapis. Tidak mudah menemukan pintu masuk menuju kerajaan ini. Makhluk dari bangsa lain yang datang dengan tujuan baik maupun buruk, setelah keluar akan langsung lupa letak pintu portal menuju kerajaan.

Bila ada yang akan datang, istana akan disterilkan selama satu minggu. Penjagaan semakin diperketat, warga vampir terus dipantau, takut ada yang berniat untuk menyerang. Dendam masih membara di setiap lubuk hati para warga. Kejadian puluhan tahun silam masih menjadi trauma mendalam bagi istana.

Memang banyak vampir yang berkeliaran di dunia manusia, tetapi tidak perlu ada yang ditakutkan. Mereka tidak akan menyerang manusia karena sudah memiliki budak manusia yang setia pada tuannya.

Namun, tentunya itu semua tidak boleh dianggap enteng. Raja Carlen memerintahkan puluhan prajurit istana terpercaya-yang pastinya peminum darah hewan-untuk memantau seluruh vampir yang tersebar di negeri ini.

Menuju ruang singgasana. Menyelusuri lorong panjang dengan minim pencahayaan. Cahaya hanya dihasilkan dari lilin yang menggantung pada pilar, lalu dinding berwarna hitam dan puluhan bunga sedap malam yang tergantung di seluruh pilar di bawah lilin, menambah kesan seram dan angker.

Orlan mengerutkan keningnya. Kenapa dari sekian banyaknya bunga, yang dipilih bunga sedap malam?

"Sedap malam?" Dafa menaikkan alisnya. Suara hati Orlan telah diwakilkan oleh Beta-nya yang memang suka penasaran.

Aaron melirik bunga sedap malam di sampingnya. "Harumnya lebih kuat dari aroma darah manusia. Sekitar tiga minggu yang lalu, istana menyelenggarakan acara pergantian budak."

Orlan dan Dafa mengangguk paham.

"Saya kira digunakan untuk menangkal setan."

Aaron terkekeh mendengar ucapan Dafa.

Pintu besar dan tinggi yang terbuat dari besi tembaga putih itu terbuka.

Carlen telah duduk di sofa. Dia membungkukkan badan menghormat. Orlan dan Dafa melakukan hal yang sama.

"Silakan duduk."

Kedua werewolf itu duduk di depan Carlen. Aaron duduk di samping sang raja.

Pelayan istana datang dengan membawa berbagai hidangan yang sekiranya dapat dimakan oleh werewolf.

"Maaf, apabila rasanya hambar." Carlen terkekeh pelan. "Pelayan di sini bukan manusia."

"Kami sangat mengerti, Yang Mulia." Orlan tersenyum tipis. Dia sudah tahu dari Noura bahwasanya indra perasa vampir tidak berfungsi.

"Kita mulai saja." Carlen membuka percakapan. Memberikan penjelasan secara singkat dari kesimpulan yang telah diambil. Dari awal mula ditemukannya dua vampir yang tewas di Hutan Appalachia sekitar dua bulan yang lalu. Sampai sekarang, total korbannya telah mencapai angka lima puluh.

"Jadi sempat berhenti selama dua minggu?"

"Iya. Awalnya kami hanya mempergunakan kekuatan Vander, tetapi Vander mengatakan bahwa kemungkinan semua vampir tidak dibunuh di hutan. Dia tidak bisa melihat wajah si pelaku karena pelaku meletakkan mayat di hutan pada malam hari. Setelah itu, kami mempergunakan kekuatan Noura. Noura bila pada saya, kalau Redwood Pack mengalami hal yang sama. Maka dari itu, kami memutuskan untuk mengajak kerja sama."

Orlan dan Dafa mencermati ucapan Carlen. Oh, jadi ini alasannya Kerajaan Appalachia mengajak kerja sama? Rasa penasaran mereka telah terjawab. Mulai malam ini, keduanya dapat tidur dengan nyenyak.

"Kami juga seperti itu. Bedanya, jeda tiga minggu." Orlan menjelaskan semuanya, ternyata banyak sekali kesamaan pada kasus vampir dan werewolf yang ditemukan tewas itu.

Mereka saling melihat bukti foto para korban.

Dafa menyenggol Alpha-nya yang sangat serius, saat melihat foto para vampir yang tewas. Orlan menoleh, alisnya terangkat satu. Dafa me-mindlink Alpha-nya. Orlan menepuk jidatnya, sepertinya dia benar-benar mengalami gejala pikun.

Carlen dan Aaron mengerutkan kening kala melihat foto werewolf yang ditemukan tewas, lalu saling berpandangan. Aaron hendak membuka mulut, tetapi tidak jadi. Suara Orlan membuat Aaron mengurungkan niat.

"Yang Mulia, di Hutan Tongass telah terjadi pemburuan hewan selama kurun waktu dua bulan ini."

Carlen matanya melebar. "Apa? Pemburuan hewan?"

Orlan memberikan berkas yang dia bawa dari Tongass Pack. Data yang berisi nama dan jumlah hewan yang diburu. Tanggal dan waktu saat ditemukan. Lalu foto dari pohon yang ada bercak darah berwarna hitam.

Carlen sukar menelan ludah. Apa ini merupakan ulah Ferin? Selama satu bulan yang lalu, Ferin selalu mengirim darah hewan langka ke istana.

"Anda tadi bilang, ada werewolf yang ditemukan masih hidup?" Orlan mengangguk. Carlen menoleh pada Aaron. "Tolong panggilkan Noura dan Vander." Hanya kedua vampir itu yang bisa diandalkan.

***

Noura berjalan malas ke halaman belakang istana. Sudah lama sekali dia tidak ke sana, terakhir kira-kira dua tahun yang lalu dia berlatih pedang dengan Aaron.

Noura tidak mau ke tempat tersebut karena sekelebat kenangannya bersama ibundanya selalu muncul. Tertawa sembari menari di bawah guyuran hujan dan berlarian di atas rerumputan yang basah.

Bukan hanya kenangan dengan sang ibundanya saja. Kenangan dengan saudari kembarnya pun bertubrukan silih berganti. Membuat dia selalu menahan rasa sakit akan penyesalan dan rindu yang mendera.

Noura ingin mengulang masa lalunya, jika bisa. Tapi masa lalu hanyalah tinggal kenangan. Dia tidak boleh merenung dan meratapi semua yang telah terjadi.

Tidak ada yang namanya penyesalan. Semua itu hanyalah sebagai pembelajaran untuk kehidupan di masa yang akan datang.

Noura berdiri di depan pintu pemisah antara istana dan halaman belakang. Dia melihat Vander yang sedang berlatih pedang dengan seorang prajurit istana. Vander sangat lincah menghindar dan menangkis serangan dari prajurit itu.

Noura tidak berniat mengganggu Vander yang sangat serius. Dia hanya perlu menunggu karena tadi Vander telah melihat dirinya yang sedang berdiri di sini.

Tak lama, Vander mengatakan terima kasih kepada prajurit itu. Laki-laki berambut pirang itu berjalan ke arahnya.

"Ada perlu apa? Akhir-akhir ini kau sungguh merepotkan!" Noura mendengus sebal. Vander selalu saja mengganggu dirinya yang sedang beristirahat, dia memang sengaja hari ini tidak datang ke kafe. Karena dia merasa kondisi badannya tidak dalam keadaan baik.

"Ah." Noura memekik kaget, saat Vander melemparkan pedang ke arahnya. Untung saja dia dapat menangkapnya dengan benar, menangkap gagang pedangnya. Jika tidak, dipastikan tangannya akan tergores bilah pedang tajam itu.

Vander terkekeh. "Ternyata kau selalu siap siaga." Noura memutar bola matanya. "Mari bertarung denganku."

Noura menatap Vander datar. "Tidak, aku sedang malas." Noura hanya melihat pedang yang dia genggam.

Vander menghela napas. "Kau berbeda sekali dengan Putri Noura yang kukenal dulu." Noura mendongakkan kepala, menunggu ucapan selanjutnya yang akan dilontarkan oleh Vander. "Putri Noura yang kutahu, sangat senang bertarung dengan pedang. Ah, apa kau mau memanah? Atau menggunakan senjata api? Shortgun? Revolver?"

Noura sukar menelan ludah, ketika Vander mengatakan bila dia berbeda dengan Noura. Ya. Dia bukanlah Noura yang sangat suka bertarung. Dia adalah Lucia. Rasanya dia ingin berteriak untuk mengatakan siapa sebenarnya dirinya yang sesungguhnya. Dia adalah Lucia, yang lebih memilih menghabiskan waktu untuk membaca buku dan berteman dengan manusia dan makhluk immortal. Dia sangat jauh berbeda dengan saudari kembarnya. Dia sadar akan hal itu.

"Tidak." Noura menaruh pedangnya itu di atas tanah. "Aku tidak suka berbasa-basi." Noura menatap Vander tajam.

Vander menghela napas, dia mendekati Noura. Pedang masih tergenggam erat di tangan kirinya. "Apa Alpha Orlan telah datang?" Noura mengedikkan bahunya, dia tidak tahu. "Aku sedikit takut, jika dalang dari semua ini ialah Ferin." Noura menatap lekat Vander, terlihat mata Vander bergerak dengan gelisah. "Kalau benar, aku yakin peperangan ketiga akan terjadi. Aku ingin mengajak Darren untuk bergabung, tapi aku tidak tahu di mana keberadaannya sekarang."

"Kau bicara seperti itu. Tidak takut didengar oleh Alpha dan Beta dari Redwood Pack?"

Vander menatap Noura tanpa berkedip. "Kenapa tidak menggunakan kekuatanmu?"

Noura mendesah pelan. Selama lima hari ini, dia merasakan kekuatannya melemah. Mungkin karena selama seharian penuh berada di kawasan Redwood Pack, dia menggunakan dua kekuatan sekaligus. Dia hanya takut, kalau Carlen mendengarnya atau mungkin Ferin. Ini risiko yang dia dapatkan karena tidak lagi mengonsumsi darah manusia. Membuat dia sering kehabisan tenaga.

Vander menelisik wajah Noura yang terlihat lemas dan seperti sedang menutupi sesuatu. Ah, dia ingat akan satu hal. "Aku perhatikan. Selama tiga hari ini. Kau meminum tiga gelas darah hewan. Apa terjadi sesuatu?"

Noura terkejut mendengar pertanyaan Vander. Ternyata Vander memperhatikannya. Noura gelagapan, bingung mau menjawab apa. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin saja." Bohong, jelas-jelas kekuatannya melemah.

Vander menaikkan satu alisnya. Dia tidak percaya dengan ucapan Noura. Baru saja dia ingin mengatakan sesuatu, Aaron datang menghampiri keduanya.

"Tuan Putri dan Pangeran, Yang Mulia Raja memanggil." Aaron menunduk menghormat.

Noura terkejut. Apa dia tidak salah dengar?

Noura dan Vander saling bersitatap. Wajah mereka menampakkan gurat kebingungan. Bukankah Alpha dan Beta dari Redwood Pack sedang berada di sini? Apakah Carlen membutuhkan bantuan mereka?