webnovel

Mengajak Pergi

Matahari menyinari bumi dengan kekuatan sinar yang dimilikinya. Menyapa manusia yang selalu menyempatkan waktu untuk bangun pagi dan yang sedang berolahraga.

Makhluk malam, para vampir, segera kembali ke persembunyian untuk menghindar dari sinar matahari dan mengumpulkan tenaga.

"Selamat pagi." Orlan tersenyum melihat Noura berjalan keluar dari Hutan Appalachia.

Kemarin mereka berdua sudah berjanji untuk berangkat lebih pagi. Orlan ingin sarapan di kafe milik Noura dan Arva. Sekalian berbincang sebelum kafe dibuka.

"Pagi." Noura membalas senyuman Orlan. Vampir memang tidak tidur. Jadi tidak masalah baginya berangkat jam setengah enam pagi. Perjalanan ke kafe memakan waktu dua jam.

Dari Redwood Pack ke Hutan Appalachia butuh waktu hampir satu jam. Jadi bayangkan, jam berapa Orlan sudah berangkat dari pack untuk menjemput Noura di Hutan Appalachia. Pagi buta. Semua makhluk masih tertidur—kecuali vampir—Orlan sudah berangkat. Demi menjemput Noura. Makanya Noura tidak menolak—dia sudah menolak, tapi Orlan tidak menerima penolakan. Noura juga ingin menghargai pengorbanan Orlan.

"Apa kamu kurang tidur?" tanya Noura khawatir. Sama seperti manusia, werewolf juga membutuhkan waktu untuk tidur. Tidak seperti dirinya, vampir yang matanya melotot sepanjang hidupnya—kehidupan abadi yang membuatnya tersiksa dan hidup dalam kebosanan yang selalu menerpa.

"Aku sudah terbiasa," jawab Orlan santai. Semenjak bertemu dengan Noura. Saking bahagianya dia tidak pernah bisa tidur pulas. Hanya tidur satu atau dua jam sehari. Jay sering mengajaknya mengobrol, bahkan ketika Orlan tengah tertidur. Rasanya Orlan ingin mengeluarkan Jay dalam dirinya—jika bisa.

*

Orlan duduk di kursi dekat pintu masuk. Menyapu pandang sekeliling kafe, ini kali ketiga dia masuk ke dalam.

Kafe milik Noura dan Arva ini tidak terlalu besar. Bisa menampung sekiranya empat puluh lima orang. Terdapat sepuluh meja berbentuk bulat lalu di masing-masing meja tersedia empat kursi. Ada satu meja panjang—seperti meja bar—dengan lima kursi. Di setiap meja dihiasi oleh bunga peace lily dan anggrek bulan dengan beraneka warna.

Sedikit informasi, semua meja dan kursi yang ada di kafe ini berasal dari Redwood Corp. Perusahaan yang bergerak dibidang furnitur. Hutan Redwood merupakan hutan penghasil pohon jati dan mahoni.

Desain kafe ini mengusung jendela berukuran besar yang tembus pandang dan dinding yang catnya berwarna-warni.

Noura menyalakan lampu kafe yang sedikit temaram, lalu menuju dapur. Membuat makanan apa saja yang bisa dia buat. Noura bukanlah seorang chef. Dia tidak bisa membuat makanan apa pun. Berbeda dengan Arva yang memang suka memasak. Banyak menu kafe yang tercipta dari buah hasil pikiran dan tangan lincah milik gadis serigala itu.

Noura sudah bilang pada Orlan kalau dia tidak bisa memasak, tetapi Orlan bilang akan memakan apa pun masakan yang Noura buat. Alhasil, Noura hanya ke pikiran membuat sup ayam. Arva pernah mengajarinya membuat sup ayam. Meskipun Noura tidak bisa memasak, setidaknya dia bisa menyalakan kompor dan mengerti bumbu-bumbu masakan.

"Orlan, ajak Noura pergi jalan-jalan. Masa bertemunya saat menjemput dan mengantar ke kafe saja. Coba cari tempat lain," ujar Jay.

"Ke mana? Noura itu pemilik kafe ini," jawab Orlan. Dia juga ingin mengajak Noura jalan-jalan layaknya pasangan kekasih lainnya, tapi sangat berisiko. Jika ada werewolf atau vampir yang melihat mereka berdua, bagaimana? Dia takut akan memicu konflik. Sementara ini, Dafa, Arva, Leon, dan Devin yang mengetahui hubungannya dengan Noura.

Selama satu minggu ini, Orlan bertemu Noura saat menjemput dan mengantar ke kafe. Selain karena takut ada yang melihat, Orlan juga disibukkan dengan masalah yang terjadi di pack.

Sampai saat ini, baik dirinya maupun Noura. Belum menemukan solusi dari hubungan ini. Maksudnya, tidak tahu bagaimana cara memberi tahu pada warga bangsa vampir dan bangsa werewolf.

"Ya ampun. Masa tidak terpikirkan satu pun tempat?" kata Jay dengan nada tinggi. Jay mulai emosi. Orlan tidak romantis sama sekali.

"Cuma bisa menyuruh, tapi tidak memberikan solusi." Orlan mulai terpancing emosinya.

"Yah, masa aku yang kasih tahu. Pikir sendiri. Coba pikir, kira-kira di mana tempat yang aman," ketus Jay.

"Ah, iya, iya." Orlan menggaruk kepalanya. Dia berpikir keras. Di mana tempat yang aman? Yang bisa dia kunjungi bersama Noura.

Lama menunggu Noura datang dengan membawa sup ayam. Senyum mengembang di wajah cantiknya.

Karyawan kafe belum ada yang datang, mungkin sebentar lagi.

Orlan menoleh ke arah Noura yang sedang berjalan menujunya. Senyum terpatri di wajah tampannya. Noura memakai kaus lengan panjang berwarna navi dengan celana jeans dan rambut panjang berwarna cokelat kemerahan yang dibiarkan tergerai.

"Ini sup ayamnya. Maaf kalau tidak enak. Terakhir kali aku memasak ini sekitar lima tahun yang lalu." Noura tidak percaya diri. Dia menghidangkan sup tersebut pada Orlan, lalu duduk di depan Orlan.

"Aku akan mencobanya." Orlan menyeruput sup ayam yang masih hangat itu. Perutnya langsung terasa menghangat. Dia tidak sempat sarapan—memang sengaja. Noura berharap semoga rasanya tidak aneh atau yang lebih parah keasinan. Orlan mendongak, mata biru bersipandang dengan mata cokelat Noura yang sedang menatapnya lekat. "Rasanya enak. Aku suka."

Noura menghela napas lega. "Ah, syukurlah kalau kamu suka.”

"Kamu tidak sarapan? Aku tahu vampir tidak makan. Jadi setiap hari kamu sarapan apa?" Orlan tidak terlalu mengetahui kehidupan vampir. Karena selama ini dia tidak ingin tahu. Sekarang dia harus tahu, karena mate-nya vampir.

"Sarapanku minum darah hewan. Tubuh kami tidak dapat menyerap saripati makanan, kecuali darah. Kami dapat memakan apa yang kalian makan, tapi tidak dapat merasakan rasanya," jelas Noura.

Orlan mengangguk paham. Dia kembali melanjutkan memakan sup ayam sampai habis.

"Aku lupa. Aku tidak membawa minuman untukmu." Noura memelesat pergi ke dapur. Orlan terperanjat kaget melihat Noura yang berlari kencang menggunakan kekuatan. Untung hanya ada dirinya di sini, kalau ada manusia yang melihatnya itu bahaya sekali.

"Dia sangat menggemaskan." Jay tersenyum lebar.

**

"Apa hari Sabtu kamu ada acara?" tanya Orlan. Setelah selesai sarapan dia mengikuti saran Jay. Mengajak Noura jalan-jalan. Menikmati hari indah hanya dengan berduaan.

Jangan kalah sama manusia yang suka malam mingguan.

"Hm ... ya, seperti biasa ke kafe. Kalau Arva tidak datang, terkadang aku juga tidak.” Noura agak canggung duduk di depan Orlan, tapi kelihatannya Orlan biasa saja.

"Orlan. Kau bodoh sekali. Sudah tahu Noura pemilik kafe ini. Kau tadi bilang seperti itu padaku. Berarti dia selalu berada di kafe." Jay berkoar. Kepala Orlan pening mendengar teriakan menggelegar yang keluar dari moncong milik Jay.

"Kamu kenapa?" tanya Noura bingung melihat Orlan yang tengah memijit pangkal hidung. Seperti sakit kepala?

"Tidak apa-apa." Orlan tersenyum samar. "Hari Sabtu aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Apa kamu mau?" tanya Orlan dengan tempo yang cepat. Dia merutuki dirinya yang bicara tidak jelas. Entahlah Noura mendengar perkataannya atau tidak. Sepertinya Orlan harus belajar bicara dengan lawan jenis supaya tidak kaku seperti ini. Belajar dengan siapa? Leon? Dafa? Atau Devin? Ah, ketiga makhluk itu tidak bisa diandalkan, yang ada dia hanya akan diledeki.

Noura mengerjapkan mata, mencerna ucapan Orlan. "Pergi ke mana?"

Orlan menghela napas lega. Syakurlah, ternyata Noura mendengar perkataannya. "Mm ... tempat yang pasti kamu suka."

Noura mengerutkan keningnya. "Ke mana? Aku mau saja. Tapi aku takut ada vampir yang melihat kita bersama. Nanti bangsa vampir pasti akan heboh," lirih Noura. Dia berbicara pelan pun Orlan akan mendengarnya. Salah satu kemampuan seorang werewolf ialah pendengarannya yang tajam dan sensitif.

Sebenarnya Orlan tidak tahu akan mengajak Noura ke mana. Dia memutuskan untuk bertanya dulu. Kalau Noura setuju, baru dia memikirkan tempat mana yang aman dari penglihatan vampir dan werewolf. Tempat yang jarang dikunjungi oleh makhluk immortal. Di mana, ya?

"Bukannya vampir saat siang hari tidak keluar?" Setidaknya Orlan mengetahui satu kelemahan vampir, yaitu tidak kuat dengan sinar matahari dan sebenarnya Orlan bertanya-tanya, kenapa Noura bisa keluyuran di siang hari?

"Iya, memang. Tapi ada yang sepertiku berkeliaran di siang hari."

Orlan termangut-mangut. "Jadi bagaimana?" tanya Orlan memastikan.

"Tapi kafe bagaimana?" Noura masih saja khawatir dengan keadaan kafe.

"Biarkan Arva sendirian. Jangan bekerja terus, kamu juga butuh istirahat," ujar Orlan.

Noura memikirkan perkataan Orlan yang ada benarnya. Sekali-kali dia ingin menyegarkan otaknya, mungkin dengan cara jalan-jalan ke tempat wisata atau mal? "Oke."

Suara dentuman bel di atas pintu kafe.

"Selamat pagi, Noura," sapa Tana, salah satu karyawan kafe yang selalu datang tepat waktu.

"Selamat pagi, Tana," balas Noura. Tana segera menuju dapur. Wanita manusia itu terlihat sedikit terkejut melihat Noura berduaan dengan seorang laki-laki yang tampak asing.

Suara dentuman bel di atas pintu kafe kembali terdengar, kali ini sangat nyaring.

"Alpha, Luna!" teriak Dafa dengan kencang.

Orlan memutar bola matanya malas. Sementara itu, Noura tersenyum kikuk.

Dafa duduk di samping Orlan, sedangkan Arva di samping Noura.

"Senang bertemu denganmu kembali, Putri Noura." Dafa tersenyum sangat lebar.

"Senang juga bertemu denganmu, Beta Dafa," balas Noura.

Orlan malas menanggapi kegilaan Dafa pada Luna-nya. Karena Dafa merasa dugaannya selama ini mengenai ramalan tahun 1150, itu benar-benar menimpa Alpha-nya. Orlan memilih menyeruput minuman jus jeruk yang belum habis.

"Alpha Leon sudah kembali ke pack?"

"Iya, tadi pagi." Nada suara Arva terdengar sedih.

"Putri Noura, kapan Anda akan ke pack? Apa Alpha sudah mengajak Anda?" Dafa menatap penuh harap. Selama satu minggu ini, sebenarnya Dafa ingin sekali bertemu dengan Noura, tapi Alpha-nya itu melarang keras. Mungkin Alpha-nya itu cemburu. Karena saat pertama kali Orlan mengetahui bila Noura ialah mate-nya. Dafa sangat akrab dengan Noura. Ini karena dirinya yang mudah akrab dengan orang baru.

Orlan menatap Dafa tajam. Beta-nya itu bicara apa coba?

Noura menatap Orlan. Kedua iris mata berbeda warna itu saling memandang. Sekian detik, Noura memalingkan wajahnya menatap ponsel di tangannya. Orlan kembali menyeruput jus jeruk. Keduanya salah tingkah.

Arva menyenggol tangan Dafa. Arva berbicara tanpa mengeluarkan suara. "Cairkan suasana."

Dafa mengangguk paham. Ini salahnya. Karena pertanyaannya itu telah membuat Alpha-nya dan Noura saling terdiam.

"Kalau boleh tahu, berapa usia Anda, Tuan Putri?" tanya Dafa, bingung mau bertanya apa.

Orlan melirik Dafa sekilas. Bahkan selama ini, dirinya tidak pernah bertanya berapa umur Noura. Dafa terlalu berlebihan dan terburu-buru dalam menggali informasi mate Alpha-nya. Tidak boleh dibiarkan!

"Sekitar 349 tahun." Noura tidak pernah merayakan ulang tahun, tetapi tentunya dia ingat tahun kelahirannya.

"Beda 100 tahun dengan Alpha." Dafa berucap heboh.

Mata Noura dan Orlan saling bersitemu. Baru satu detik, Noura mengalihkan wajahnya ke arah Arva. Dia tidak mau lama-lama menatap mata biru laut itu. Dia yakin, pasti sekarang wajahnya terlihat merona.

"Beda 19 tahun denganku," ujar Arva.

"Anda masih sangat muda, Tuan Putri," ucap Dafa. Dia mengingat-ingat usia werewolf yang dia kenal. Rata-rata usianya sudah mencapai 350 tahun ke atas. Sama seperti dirinya.

Sebagai informasi. Orlan, Dafa, Leon, dan Revazio itu seusia. Mereka berempat telah menjalin persahabatan sejak kecil. Hanya Dafa saja yang menjadi seorang Beta. Sedangkan lainnya menjadi Alpha.