webnovel

A Hard Day

Arva dan Leon bersiap-siap pulang ke pack. Semua karyawan kafe telah pulang. Mereka berdua dan Noura berada di luar kafe dengan duduk di anak tangga yang tentunya sudah dibersihkan.

Suasana sekitar kafe sangat sepi hanya beberapa mobil yang terlihat melewati daerah ini. Kafe ini terletak tepat di dalam gang dekat dengan jalan raya dan berhadapan dengan sebuah restoran. Di kanan dan kirinya terdapat sekolahan dan gedung pencakar langit milik lembaga swasta.

Kebanyakan pengunjung dari kalangan mahasiswa dan pekerja kantoran. Karyawan akan sibuk saat jam istirahat.

"Kenapa kalian tidak pulang?" Noura memperhatikan Arva yang mondar-mandir di depannya. Arva memang tidak bisa diam barang satu menit saja.

"Menunggu kamu dijemput kakak," ucap Arva ceria.

Noura memutar bola matanya malas. Seharian ini Arva dan Leon selalu menggodanya. Memanggilnya dengan sebutan Luna. Panggilan itu masih sangat asing di indra pendengarannya.

"Lama sekali." Leon berdecak kesal.

Terdengar suara decitan ban mobil yang masuk ke halaman kafe. Mobil berwarna hitam metalik telah terparkir rapi di sana. Yah, siapa lagi, kalau bukan Orlan.

Orlan berjalan menuju mereka bertiga. Wajahnya memancarkan kebahagiaan dengan senyuman yang menghiasi. Senyuman dan tatapan lembut penuh cinta itu tertuju pada Noura. Orlan membuat Noura sedikit salah tingkah. Orlan tidak melihat keberadaan Arva dan Leon yang tengah melongo melihat perubahan drastis pada wajah Orlan. Alpha yang berwajah datar, dingin, dan jutek. Sekarang sedang tersenyum lebar? Pemandangan yang sangat langka.

Noura berdiri menyambut kedatangan Orlan.

"Maaf membuatmu menunggu lama." Orlan berkata dengan lembut

Wajah Noura merona bagai kepiting rebus. "Ya, tidak masalah."

Arva dan Leon kompak berdeham. Apa mereka tidak dianggap sama sekali?

Orlan dan Noura menoleh ke arah Leon dan Arva yang tengah menatap mereka sebal, terutama pada Orlan.

"Kalian belum pulang?" tanya Orlan.

"Hah?" Arva cemberut. Apa-apaan kakaknya itu, sekalinya bertanya malah begitu. "Kakak harusnya berterima kasih padaku dan Leon. Kami berdua menunggu Kakak datang menjemput Putri Noura. Pertanyaan Kakak itu terkesan sedang mengusir kami." Arva berdecak kesal.

Orlan menggaruk tengkuknya.

"Alpha, Anda bahkan sedikit pun tidak melihat kami, ck, ck.” Leon menggeleng-gelengkan kepala.

"Maaf. Terima kasih sudah menemani Noura." Orlan tersenyum samar. Lihat, hanya tersenyum samar? Sungguh, kepada Noura saja, dia tersenyum sangat lebar.

"Ya, tidak masalah."

"Kalau jemput jangan kemalaman, Alpha. Untung ada kami yang menemani Putri Noura. Jika tidak. Aku yakin, Putri Noura sudah kabur dari tadi. Tidak mungkin menunggu Anda," sindir Leon. Arva tertawa kecil.

Orlan memberengut. Benar juga kata Leon, jangan sampai dia telat lagi!

Noura cengar-cengir, Leon tahu saja apa yang dia pikirkan.

"Ya, aku akan usahakan tidak telat lagi." Orlan berjanji.

"Ya, sudah. Kami pergi duluan." Leon menepuk pundak Orlan dan berjalan menuju mobil.

"Jangan ke mana-mana," goda Arva. Orlan dan Noura tersenyum malu-malu.

*

Orlan dan Noura berada di mobil. Selama beberapa menit suasana sangat hening, seperti biasa sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak ada yang berbicara, tidak ada suara radio atau semacamnya, hanya terdengar suara deru mesin.

Tentunya Jay mengutuk Orlan yang tidak bisa mencairkan suasana. Masa Noura selalu didiamkan. Tidak diajak bicara sama sekali. Sekadar basa basi pun Orlan tidak bisa. Jay terus berseru di dalam pikiran Orlan. Jay terus meminta bergantian shif, jika bertemu dengan Noura suasananya akan seperti ini, hening dan sunyi seperti kuburan.

"Orlan, ucapanku tadi pagi ...." Noura memulai percakapan. Seperti biasa, dia yang mencairkan suasana. Lagi pula, dia terus merasa bersalah pada Orlan. Sepertinya ucapannya tadi pagi—tentang me-reject—itu telah menyakiti perasaan Orlan dan serigalanya. Noura mengira, Orlan tidak akan menjemputnya. Ternyata dugaannya salah. Orlan benar-benar menepati janji.

Orlan menoleh sekilas, dia tetap fokus mengendarai mobil. Baru saja dia sedang berpikir keras, mencari topik yang cocok untuk diobrolkan. Mungkin karena efek jomlo selama 449 tahun. Selama dia hidup, baru kali ini dia berbincang empat mata dengan wanita. Baru kali ini!

"Kenapa? Soal reject itu?" Orlan berusaha menampilkan wajah biasa. Padahal hatinya bergejolak. Rasa sedih, marah, dan kecewa bercampur menjadi satu. Ingat dan bayangkan, selama 449 tahun hidupnya, baru kali ini Orlan merasakan jatuh cinta, tapi mate-nya membahas soal reject. Walaupun dia tahu Noura tidak sungguhan, tetapi tetap saja, hatinya hancur.

Padahal Orlan dan Jay telah sepakat, tidak akan peduli dengan ramalan penyihir tahun 1150. Tidak peduli dengan apa yang akan terjadi, jika dia tetap menginginkan Noura di sampingnya. Dia tidak peduli dengan pendapat warga pack dan kedua orang tuanya, jika mereka tidak menerima kehadiran Noura sebagai mate-nya dan seorang Luna. Dia akan tetap mempertahankan Noura.

Namun, masalahnya Noura mau tidak bersamanya? Jika warga vampir tidak setuju dengan hubungan mereka. Apa Noura akan melakukan hal yang sama dengannya, mempertahankan hubungan mereka?

Sebenarnya, seharian ini Orlan tidak fokus bekerja. Memikirkan ucapan Noura tentang reject dan dugaan tewasnya werewolf dan vampir yang kemungkinan merupakan sepasang mate. Orlan berbincang dengan Jay dan memikirkan nasib mereka berdua. Jikalau suatu saat nanti Noura memintanya untuk me-reject. Akan sangat terasa hampa hidup ini. Mati pun terasa tidak tenang dan damai.

"Iya. Kamu marah?" tanya Noura ragu-ragu. Pastinya Orlan sedih dan marah.

"Tidak marah. Hanya kecewa," ucap Orlan datar. Masih berusaha menetralkan wajahnya. Agar tidak terlihat marah, sedih ataupun kecewa.

Noura memperhatikan raut wajah Orlan yang tampak biasa, tapi dia tahu, Orlan hanya berpura-pura. Buktinya, saat bicara Orlan tidak menatap dan hanya menoleh sekilas padanya.

"Maaf. Aku tidak berniat bicara seperti itu." Noura berkata dengan nada rendah. Dia menyesal mengatakan itu semua. Meskipun di dalam lubuk hati paling terdalam, masih ada sedikit rasa tidak percaya dengan ucapan Orlan yang mengatakan bahwa dia adalah mate-nya. Oh, terlihat sangat mustahil. Walaupun dia tahu, banyak vampir yang ternyata mate dari werewolf, tapi di antara mereka ada yang ditemukan tewas di Hutan Appalachia. Bukan artinya Noura takut mati. Dia hanya bingung. Dari sekian banyaknya vampir. Kenapa dia yang menjadi mate seorang werewolf? Terlebih, mate seorang Alpha!

"Jadi kamu tidak akan pernah menyuruhku untuk melakukannya, bukan?" Orlan tanpa sadar mengulum senyum tipis, jantungnya berdebar tak keruan. Jay bersorak kegirangan.

Noura terdiam. Dia tidak tahu mau menjawab apa. Dia dilanda kebingungan. Lebih baik diam. Tetapi tak lantas senyum terpasang di wajah cantiknya.

"Siapa nama serigalamu?" tanya Noura mengalihkan pembicaraan. Tidak perlu lagi membahas soal reject-reject itu. Dia cukup mengetahui kehidupan bangsa werewolf berkat pertemanannya dengan Arva.

"Namanya Jay." Orlan menoleh menatap Noura. Kebetulan sedang lampu merah, jadi dia bisa leluasa menatap wajah cantik dan senyum manis milik Noura.

"Jay? Apa warna bulu dan matanya?" Noura penasaran.

"Hm ... warna bulunya hitam, matanya kuning." Orlan mengingat-ingat warna bulu dan mata Jay.

"Sialan kau, Orlan. Kau lupa denganku. Kita sudah bersama-sama selama 431 tahun." Jay berteriak kesal. Orlan melupakan warna bulu dan mata miliknya. Jay merengut sebal. Apa arti dirinya selama ini bagi Orlan?

Orlan meringis, dia tidak perlu menanggapi Jay yang sedang mengomel.

"Aku ingin bertemu dengannya. Aku sudah bertemu dengan serigala milik Arva, Alva," ucap Noura antusias.

Orlan tersenyum lebar. Jay meloncat-loncat kegirangan. "Noura ingin bertemu denganku. Sekarang Orlan, ayo, kita bergantian shit."

"Diam bodoh. Kau membuat kepalaku pusing. Jangan sekarang, kapan-kapan saja," ketus Orlan. Jay kembali memberengut kesal.

"Iya, nanti. Pasti kamu akan bertemu dengannya." Orlan mengulum senyuman.

"Oke. Apa Jay sama sepertimu?" tanya Noura penuh tanya.

"Sepertiku? Maksudnya?" Orlan balik bertanya.

"Maksud Noura itu. Apakah aku menyebalkan sepertimu. Kau tidak sadar sifatmu itu menyebalkan dan membosankan," teriak Jay kembali berkoar-koar di dalam pikiran Orlan.

"Itu ... diam. Apa Jay banyak bicara? Cerewet?" Noura matanya berbinar-binar, dia selama ini memang sedikit tertarik dengan kehidupan werewolf. Apakah karena itu dia ditakdirkan menjadi mate Orlan yang notabennya merupakan werewolf?

Orlan tersenyum miring. "Dia sangat cerewet. Selalu membuat kepalaku pusing."

Noura tersenyum lebar, semakin ingin bertemu dengan Jay.

"Apa aku membosankan?" tanya Orlan, memikirkan ucapan Jay. Orlan mendadak takut Noura meninggalkannya karena dia terlalu kaku dan tidak romantis?

"Hm ... tidak." Noura tersenyum manis. Dia menatap mata biru laut milik Orlan yang membuatnya selalu merasa tenang. Tatapan lembut dan penuh cinta yang diberikan Orlan, selalu sukses membuat Noura tersipu malu dan salah tingkah.

**

Carlen menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa yang ada di ruangan kerjanya. Dia memejamkan matanya seraya memijit keningnya yang berdenyut nyeri. Kejadian semalam membuat kepalanya semakin pening.

"Yang Mulia? Apa yang akan kita lakukan dengan mayat-mayat itu?" tanya Vander yang tengah melihat deretan foto yang tersusun di atas meja.

"Seperti biasa." Carlen sedih melihat wajah warganya yang tewas mengenaskan.

Semalam Aaron heboh memberi tahu akan penemuan mayat vampir di Hutan Appalachia. Padahal sudah hampir dua minggu tidak ada penemuan mayat di hutan.

Di halaman istana berjejer mayat vampir yang telah tewas. Wajahnya membiru, sama seperti mayat-mayat yang ditemukan sebelumnya.

Sebulan terakhir ini, Kerajaan Appalachia dan para warga digemparkan dengan ditemukannya mayat-mayat vampir yang bergelimpangan di Hutan Appalachia.

Entah siapa dalang dibalik semua ini.

"Jika seperti ini terus, populasi vampir akan semakin berkurang," ujar Vander khawatir.

Carlen mengembuskan napas. "Siapa yang melakukan ini. Jelas mereka dibunuh vampir. Tapi siapa?"

Beberapa tahun terakhir populasi vampir murni yang menjadi warga Kerajaan Appalachia angkanya terus mengalami penurunan. Ini disebabkan oleh banyaknya vampir yang menikah dengan manusia yang mereka minum darahnya. Awalnya Carlen melarang keras karena anak yang akan mereka lahirkan menjadi half blood, tetapi daripada para vampir tidak menikah dan justru akan menimbulkan kepunahan. Akhirnya Carlen memperbolehkan.

Banyak juga manusia yang memutuskan untuk menjadi vampir terlebih dahulu sebelum menikah dan tak banyak pula yang memilih tetap menjadi manusia. Dengan risiko, siap dipisahkan secara maut.

Fenomena vampir menikah dengan manusia diakibatkan oleh banyaknya vampir yang tewas ketika perang yang terjadi ratusan tahun silam. Hal ini mengakibatkan tersisanya sedikit vampir berdarah murni.

Jauh sebelum fenomena itu. Bangsa vampir memang sudah terancam punah. Sebab jika vampir menikah dengan sesama vampir, mereka akan lama dikarunia anak. Menikah dengan selain vampir mungkin dapat menjadi alternatif, karena akan cepat dikarunia anak, tetapi masalahnya anak yang dilahirkan bukanlah vampir murni.

"Mereka dibunuh vampir? Untuk apa vampir membunuh vampir?" Vander heran.

"Untuk apa? Pertanyaan Anda membingungkan, Pangeran." Ratu Letizia, istri Carlen, berjalan menuju suaminya. Kebiasaan Ratu Letizia ialah masuk tanpa mengetuk pintu.

"Apa Noura akan terus terlibat?" tanya Letizia.

"Dia sudah jauh terlibat." Carlen mendengus kasar. "Apa saran kau, Vander?"

Pikiran Vander buntu. Seketika dia teringat ucapan Noura mengenai bangsa werewolf yang memiliki kasus yang sama. Banyak werewolf yang ditemukan tewas di Hutan Redwood.

"Bagaimana kalau kita bekerja sama dengan bangsa werewolf? Dengan Alpha Orlan?" Hanya itu yang terlintas di pikiran Vander.

Carlen mengelus jenggot tipisnya memikirkan saran dari putra mahkota Vander.

"Menurutku saran dari Putra Mahkota Vander cukup berisiko, tapi apa salahnya untuk mencobanya." Letizia setuju dengan saran Vander.

"Baiklah." Carlen setuju. Vander merasa lega sarannya disetujui.

"Apakah Ferin yang melakukan semua ini?"

'Aku berkesimpulan mereka semua merupakan mate dari werewolf.' Perkataan Noura bergema di pikiran Vander. Salah satu kemampuan yang dimiliki Noura ialah dapat melihat kenangan masa lalu dengan cara menatap mata. Noura tidak dapat melihat siapa pelakunya karena ingatan mereka telah dihapus beberapa jam sebelum kematian merenggut.

"Tapi banyak manusia yang dijadikan vampir olehnya. Apa benar dia?" Vander ragu. Ferin senang menjadikan manusia menjadi vampir. Salah satu alasannya, Ferin tidak ingin vampir mengalami kepunahan. Kalau Ferin pelaku dari pembunuhan vampir di hutan, sama saja dia telah membuat vampir punah.

"Ini hanya pengalihan isu supaya kita tidak curiga padanya."

"Vander, tolong berikan buku ini pada Noura. Katakan padanya untuk mempelajarinya secepatnya." Vander mengamati buku yang diberikan oleh Carlen. Keningnya mengerut saat melihat judul buku yang ada di tangannya Vampire Power Book. Untuk apa Putri Noura mempelajari ini? Bukankah Noura telah menguasai semua ilmu vampir?