"Kalau aku bertemu dengannya, aku akan... hatsyii."
Aduh, bersin. Sesuatu menggelitik bulu hidungku.
"Hatsyii."
"Bodoh."
Aku melihat ke arah Gabriel. Ia melepas jaket Varsity yang ia pakai lalu diberikannya kepadaku.
Aku memasang raut wajah bingung. "Untuk?"
"Kamu tadi bersin, pakailah."
Aku hanya ber'oh'ria. "Tapi kamu hanya memakai kemeja ...."
"Aku tidak apa-apa, kok."
Aku terdiam sebentar. "Terimakasih." Kuterima pemberian Gabriel.
"Hanya mau diperhatikan saja?"
♛♛♛
"Aku pulang." Langkahku berjalan memasuki toko kue.
"Untung kamu sudah pulang, May. Hujannya semakin deras di luar sana." Mama terlihat sedang sibuk memasukkan kue ke dalam oven.
Aku memberikan pesanan kepada mama yang membuat mama menoleh. "Ini, ma, pesanannya."
"Loh, jaket siapa yang kamu pakai, May?" Mama bertanya setelah menaruh barang belanjaan di atas meja.
"Ini ... tadi aku tidak sengaja bertemu teman saat di toko dan karena hujan, ia meminjamkannya kepadaku agar aku tidak kedinginan."
"Temanmu itu pengertian sekali, ya." Mama tersenyum sambil menaruh roti yang baru keluar dari panggangan di atas meja.
"Astaga, mama. Ya, mungkin karena rasa kemanusiaan."
Mama menoleh. "Rasa kemanusiaan, kok, jaketnya masih ada padamu?"
"Ka ... karena katanya jaketnya disuruh pakai saja, besok baru dikembalikan. Itu katanya."
Mama mengangguk. Mama ini pandai sekali, ya, menggodaku.
♛♛♛
Aku duduk di atas ranjang, melihat jaket Varsity milik Gabriel yang sudah kucuci dan kulipat.
"Aku tidak pernah naik taksi karena aku punya trauma masa lalu."
Bermata elang, tidak suka dibantah dan kemauannya harus dituruti, tidak pernah naik taksi karena trauma masa lalu ....
Kenapa semua ciri-cirinya mirip dengan seseorang, ya? Ah, tapi tidak mungkin.
Masih ada dua hal lagi yang bisa membuktikan kalau itu benar-benar dia.
♛♛♛
"Ma, tapi aku hanya demam. Lagipula aku sudah merasa baikan, kok." Suaraku tampak parau karena sejak tadi aku terus bersin.
"Kalau kamu masuk, bisa-bisa nanti kamu menularkan sakitmu pada teman-teman di sekolah."
Aku melihat mama yang sedang menaruh gelas berisi air hangat di hadapanku.
"Tapi, ma, hari ini ada ulangan Bahasa Indonesia."
Mama menghembuskan nafasnya lalu ia duduk di sampingku. "Mama tadi sudah menelepon wali kelasmu dan juga sudah memberitahu kalau kamu ijin tidak masuk sekolah karena sakit."
Aku mengerucutkan bibir. Kalau aku di rumah sepanjang hari pasti bosan. Aku tidak mungkin' kan menghitung jumlah pelanggan toko kue. Bisa mati bosan.
Mendadak aku ada ide. Aku menoleh ke arah mama yang sedang membaca majalah. "Tapi kalau aku di rumah terus' kan bosan mah. Aku mau keliling taman."
"Boleh. Setelah kamu meminum obat." Mama memperlihatkan kotak obat yang tak kutahu darimana asalnya sambil tersenyum.
"Setuju."
♛♛♛
Aku berjalan di pinggir trotoar sambil bersenandung.
Kalau masih pagi seperti ini, jalanan terasa sepi, ya, karena banyak orang yang sekolah dan bekerja.
Rasanya senang sekali bisa menikmati udara segar di pagi hari. Tapi aku juga kangen sekolah ....
Ah, kurasa tidak. Kalau aku masuk sekolah hari ini, bisa-bisa aku dicelakai Amora karena kemarin aku bertemu dengan Gabriel.
Eh, tapi, memangnya Amora sempat melihatku dengan ....
"Eh." Kakiku salah menginjak yang membuat pijakanku goyah.
Loh ... kenapa aku tidak jatuh?
Aku menoleh pada seseorang yang sudah menolongku itu.
"Kamu?"
♛♛♛