2 Sambutan Pimpinan Baru

Hari kedua masuk ke kantor baru, Jane terlambat lima menit. Untungnya kantor memang sedang sibuk mempersiapkan penyambutan pimpinan baru. Jadi tidak ada yang memperhatikan dia dengan jelas.

"Gara-gara Nakula," umpat Jane pelan.

Jane mendapat posisi sebagai Manager keuangan di perusahaan tersebut. Statusnya naik dari hanya seorang analisis keuangan.

Mendapat posisi yang penting, tentu saja Jane harus ikut memberikan sambutan. Meski dia di sini juga tergolong baru.

"Bu Jane, pimpinan yang baru sebentar lagi sampai. Jadi persiapkan segala laporan yang dibutuhkan."

Julio yang memegang pemasaran, mengingatkan Jane terkait hal tersebut. Dia sudah paham dan hanya mengangguk kecil.

"Katanya pimpinan baru lebih muda. Bu Jane siap-siap unjuk gigi," ucap Julio lagi.

"Hah? Maksudnya bagaimana?" Jane loading sejenak. Apa yang dimaksud dengan perkataan Julio barusan.

Jane jauh-jauh ke Jakarta hanya ingin mencari pekerjaan serta kabur dari sikap otoriter sang ayah yang masih saja tidak suka terhadapnya. Bukan semata-mata ingin mencari jodoh. Apa lagi masa lalu kedua orang tuanya begitu buruk.

"Ya Bu Jane cantik jelita. Bisa lah masuk ke kriteria Bos baru," ucap Julio tanpa merasa bersalah.

Mendengar hal tersebut, Jane hanya memutar bola matanya. Dia malas untuk meladeni orang-orang seperti Julio ini. Rasanya begitu membosankan untuk diajak berteman.

"Kok diam. Benarkan apa yang saya katakan."

Jane memilih bergeser beberapa langkah. Hingga tatapannya bertemu pada Nakula yang sudah masuk ke kantor utama.

"Dia bukannya asisten Kak Bara? Apa sudah pindah?" ucap Jane lirih. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan Nakula di kantornya.

"Nah ini Ibu Jane dari Singapura. Rekomendasi dari Pak Samuel. Saat ini beliau memegang manajer keuangan. Kinerjanya bagus, setiap ada mist selalu cepat tanggap untuk dikerjakan."

Tiba-tiba Pak Anta yang merupakan direktur Operasional sudah berdiri di hadapannya. Lengkap juga dengan Nakula dan memperkenalkan dirinya.

"Ibu Jane, ini Bapak Nakula Kagendra, CEO baru kita," ucap Pak Anta memperkenalkan CEO baru pada Jane.

Jane tentu saja terkejut. Berbeda dengan Nakula yang tampak biasa saja.

"Ibu Jane?" tegur Pak Anta lagi.

"Ah iya, maaf. Selamat pagi Pak Nakula, saya Jane."

Dengan sopan Jane mengulurkan tangannya. Tapi berbeda dengan Nakula yang hanya memandang tangan putih mulus itu.

"Oke. Setelah ini kumpulkan semua manajer. Saya akan bahas hal apa saja yang harus menjadi konsentrasi kita ke depan," ucap Nakula tanpa mau bersusah-susah menerima tangan Jane.

Dengan rasa malu dan dongkol, Jane menarik kembali tangannya. Tawa jahat dari bibir Julio terdengar memuakkan.

"Awas kau!" decih Jane sinis.

Ruangan meeting sudah disulap ala-ala pesta. Menurut Jane ini mirip seperti taman kanak-kanak yang sering dia lihat di acara kartun televisi, milik negara tetangga. Begitu ramai dan banyak sekali warna.

"Apa-apaan ini?" tanya Nakula yang begitu syok saat melihat ruangan meeting ini.

"Eh bagaimana Pak?" Anta yang kini menjadi asisten resmi Nakula tentu saja heran dengan apa yang Nakula tanyakan.

"Kau pikir aku anak taman kanak-kanak."

Pemikiran Nakula sama saja dengan yang Jane pikirkan. Hingga gadis cantik itu sekuat tenaga menahan tawa.

"Maaf Pak, tapi ini sambutan dari kami. Tim kreatif yang menyiapkan."

Anta takut-takut menjelaskan. Dia juga tidak habis pikir dengan ide dari tim kreatif. Tapi tidak menyangka juga kalau Nakula tidak suka.

"Astaga baru hari pertama masuk, saya sudah mendapat sambutan semenjijikan ini. Saya beri waktu tiga puluh menit untuk membereskan ini semua."

Anta mengangguk paham, dia segera keluar ruangan dan mencegah salah satu office boy yang kebetulan lewat ruangan tersebut.

"Kau …!" Nakula menunjuk ke arah Jane.

"Iya Pak," ucap Jane tanpa rasa takut sama sekali.

"Ikut saya ke ruangan, saya perlu membahas mengenai keuangan yang paling utama. Untuk meeting dengan divisi lain akan diagendakan ulang."

Perkataan Nakula tentu saja tidak ada yang berani membantah. Mereka langsung bubar dan menyisakan Jane dan Nakula berdua.

"Kau tunggu apa lagi? Ikut saya!"

Jane mengikuti langkah kaki Nakula. Dia begitu dingin sepanjang perjalanan mereka. Nakula juga bagai manusia asing yang sama sekali tidak mengenalinya.

Di ruangan yang bertuliskan CEO, Nakula masuk terlebih dahulu. Diikuti Jane dari belakang.

"Tutup pintunya!" perintah Nakula.

Jane patuh dan perlahan menutup pintu ruangan Nakula. Saat membalik badan, terlihat Nakula yang sedang membuka jas hitam yang dikenakannya.

"Duduk dulu Jane!" perintah Nakula lagi.

Jane sedikit sebal dengan ini, tapi dia tetap menurut. Tidak enak juga dengan Mister Samuel yang sudah merekomendasikan dirinya.

"Kaku sekali," ucap Nakula sambil meledek.

Bukannya duduk di kursi kebesarannya, Nakula justru menempelkan pantatnya saja di ujung meja. Tentu saja mereka menjadi semakin dekat. Apa lagi, Nakula telah membuka jasnya dan menampakan kemeja putih yang begitu melekat di badan.

Tubuh kekarnya begitu terekpos seksi.

"Maksud anda apa ya Pak?" tanya Jane dengan lembut.

"Tidak ada maksud apa pun. Aku begitu surprise loh mendapati kau ada di sini. Kita akan—"

"Tolong katakan tujuan anda Pak. Saya pikir di hari anda bekerja, tidak seharusnya anda berbasa-basi. Ada banyak hal yang perlu anda bereskan, bukan?"

Nakula cukup terkejut Jane mampu memotong perkataannya. Meski mereka saling mengenal, tapi kata-kata yang dikatakan Jane memang begitu professional. Tidak ada yang salah dalam kata-katanya. Hanya saja, Nakula seperti mendapatkan sindiran.

"Waw kau berani sekali dengan bos ya?" ucap Nakula.

Dia menarik dagu Jane dan mendekatkan ke wajahnya.

"Kau tidak takut dipecat, Nona?" tanya Nakula.

"Ah saya takut sekali Pak. Bahkan saking takutnya, air seni saya sampai keluar dua gallon."

Nakula terkekeh kecil. Gadis di depannya memang perlu sekali untuk diberi sedikit pelajaran. Jika tidak, dia akan terus melunjak seperti sekarang ini.

"Kau lucu sekali. Untung cantik."

Dengan tanpa ampun, Nakula mendaratkan bibirnya pada bibir Jane. Seketika gadis itu melonjak terkejut. Dia sampai mendorong tubuh Nakula dengan kuat. Sayangnya, bukan Nakula yang terdorong jauh, justru tubuhnya yang terjungkal.

Roda kursi yang dia duduki berputar, hingga akhirnya tergelincir. Jane yang tidak siap tentu saja terjungkal ke belakang. Untung saja Nakula sigap menahan tubuhnya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Nakula yang juga ikut panik.

Jane tidak menjawab. Dia hanya memegang dadanya yang naik turun.

Mereka berpandangan beberapa saat, sampai ponsel Nakula berbunyi cukup keras.

"Sebentar, aku jawab telepon dulu."

Jane tidak menyahut dia hanya melihat Nakula yang berjalan melihat ponselnya.

"Halo Nadine, ada apa?" tanya Nakula.

"Hai, weekend ini aku ke Jakarta. Bisa bertemu kan?"

Suara di seberang line cukup keras. Meski tidak menekan tombol loudspeaker, tapi Jane masih bisa mendengar.

"Of course. Kita akan bertemu."

Mata Jane membulat. Siapa gadis itu?

***

avataravatar
Next chapter