webnovel

Mantan Gencar Modus

Jane mendengar nama perempuan lain yang menelepon Nakula. Seketika ada hati yang terbakar karenanya. Apa lagi percakapan mereka terasa begitu hangat. Seakan dunia milik berdua. Yang lain hanya support system.

"Em, maaf Pak jika tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, saya permisi."

Jane sudah lebih dulu berbalik badan. Yang anehnya, Nakula sama sekali tidak mencegah. Seakan kehadiran gadis itu sama sekali tidak penting. Lebih penting gadis yang meneleponnya barusan itu.

"Mikir apa kau Jane. Tentu saja selama lima tahun ini banyak sekali perubahan. Lihatlah dia bukan hanya sebagai detektif berbakat. Tapi sekarang sudah memiliki perusahaan besar."

Sepanjang jalan kembali, Jane terus melafalkan kata umpatan kepada Nakula. Bagaimana tidak, pria itu sengaja sekali mempermainkan dirinya. Benar-benar pria yang tidak sopan.

"Untung hanya masa lalu. Kalau masa depan seperti itu, haduh mundur deh."

Tanpa terasa Jane telah sampai di ruangannya. Dia melihat ke sekeliling, dan orang-orang dari divisinya sudah mulai bekerja.

"Bu Jane!" panggil seorang yang bernama Rani.

"Wajahnya kecut sekali. Apa kena marah sama Pak Bos baru?" tanya lagi.

"Iya nih Bu Jane. Lipstiknya sampai berantakan begitu," sahut Gita. Orang yang ada di samping Rani.

"Iya tadi kebentur meja," sahut Jane santai. Padahal dalam hati dia mengutuk keras perbuatan Nakula.

Lihatlah apa yang dia lakukan di hari pertama. Para karyawan lain sudah menggunjing dirinya.

"Saya ke kamar kecil dulu," ucap Jane yang sudah berbelok ke kamar mandi.

"Bu Jane kusut sekali wajahnya. Seperti terjadi sesuatu dengannya."

"Apa Pak Nakula galak ya? Tapi dia cool sekali."

Jarak dari ruangan ke kamar mandi cukup dekat. Hanya sepuluh langkah, dan Jane masih bisa mendengar apa yang anak buahnya gosipkan. Sungguh luar biasa sekali.

"Kurang ajar memang Nakula! Datang-datang rusuh. Kapan coba dia pulang dari Polandia?"

Jane menyadari ada yang aneh dari kata-katanya. Jadi yang dia lakukan hanya diam, sambil menunggu lipstik nudenya meresap sempurna ke bibir.

"Dia jadi ke Polandia, Yunani, atau Rusia sih?" ucapnya lagi.

Jane buru-buru menggeleng keras. Dia tidak mau lagi mengingat persoalan ini. Sudah cukup masa lalunya yang membuat trauma itu. Lebih baik dia menatap ke depan.

"Lihat Jane, kau cantik. Pintar dan juga baik hati. Laki-laki seperti Nakula bisa kau dapatkan," ucap Jane bermonolog.

"Dia sudah punya kekasih. Ya anggap saja seperti itu, bukan?"

Jane tersenyum di depan kaca rias. Hatinya merasa sakit, tapi dia tidak boleh menyerah.

Menjalani lima tahun terakhir tidaklah mudah. Sekali telah move on, justru si mantan itu kembali. Apa lagi, pekerjaan mereka pasti terhubung satu sama lain.

Jane menyeka air mata yang tanpa sadar tumpah. Dia tidak menyangka akan sepelik ini hidupnya.

"Sudahi sedihku. Ayo kita lanjut bekerja demi mobil baru," ucap Jane yang sudah mulai berubah optimis.

Suasana hati Jane memang mudah berubah. Terkadang sedih, tiba-tiba berubah ceria, atau tidak jarang juga marah-marah. Tergantung bagaimana dia bisa menyikapinya.

Jane keluar dari kamar kecil. Beberapa pasang mata memperhatikannya. Tapi dia tidak peduli, dan terus berjalan ke meja kerjanya.

"Bu Jane, diminta Pak Nakula buat kirim laporan bulan lalu. Ini datanya Bu. Katanya minta sekalian dijelaskan. Sebelum jam sebelas sudah harus menghadap beliau."

Jane menerima sodoran map dari tanyan Gita. Dia mengangguk saja dan menenangkan jika tidak terjadi hal apa pun.

"Biar saya pelajari dulu. Kau boleh kembali, nanti kalau ada yang tidak saya paham, akan tanya ke kau lagi."

Gita yang masih berdiri di depan Jane, merasa ragu. Laporan keuangan ini dia salah satu yang menyusun. Jane masih baru sekali berada di sini. Pasti butuh banyak waktu untuk membaca semuanya.

"Ada apa?" tanya Jane yang heran dengan Gita yang masih berdiri mematung.

"Maaf Bu, apa tidak apa-apa Ibu sendiri. Mau ditemani?" tanya Gita hati-hati.

Dia ingin membantu Jane, tapi takut membuat atasannya itu tersinggung.

"Tidak masalah kok. Saya sudah pelajari ini. Bisa saja menjawab pertanyaan beliau. Santai saja ya."

Diyakinkan seperti itu tentu saja membuat Gita lega. Dia bisa kembali ke kubikelnya dengan nyaman.

Sementara Jane sibuk membuka laporan yang ditanyakan Nakula. Dia mungkin akan kesulitan mengingat begitu baru di sini. Tapi dia bukan sosok yang pantang menyerah. Jadi selagi bisa dipelajari, Jane akan belajar dengan giat.

Setelah dirasa yakin, Jane keluar ruangan untuk menemui si mantan biang kerok yang sudah mengacak-acak harinya. Jane berjanji akan membalas perbuatan Nakula disaat yang tepat. Tunggu saja nanti.

"Permisi Pak Anta. Saya dipanggil Pak Nakula untuk menyerahkan laporan keuangan bulan lalu," ujar Jane sopan. Dia harus melewati meja Anta dulu sebelum ke Nakula. Yang mana seharusnya ini diisi sekretaris.

"Oh iya Bu, sudah ditunggu Pak Nakula. Masuk saja."

Jane mengangguk. Dia lantas mengetuk pintu sebentar dan langsung membukanya.

"Permisi Pak. Ini laporan yang Bapak minta. Silakan."

Jane menyerahkan dokumen di atas meja Nakula. Bukannya menyambut dengan baik, Nakula justru menatap ke arah wajah Jane.

"Maaf Pak. Apa ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Jane yang tidak nyaman dengan tatapan Nakula.

"Kalau sedang berdua panggil nama saja Jane," sahut Nakula akhirnya.

Jane tersenyum tipis. Seperti senyum yang dipaksakan.

"Maaf Pak, demi profesionalitas, saya menolak berlaku demikian. Kecuali kita beruntung di luar jam kantor. Mungkin hal itu akan saya gunakan."

Mendengar jawaban cerdas Jane, seketika Nakula tersenyum. Dia menatap iris mata itu lekat. Begitu dalam seperti menyimpan perasaan.

"Kalau begitu di mana kau tinggal?" tanya Nakula.

"Hah?" Jane tentu saja terkejut mendengar hal ini. "Kenapa menanyakan alamat rumah saya?" ujarnya lagi.

"Ya kata kau kita akan bertemu di luar jam kantor. Yang artinya malam hari kan? Malam-malam gadis dilarang keluyuran sering-sering. Jadi bertemu yang baik tentu di rumah si perempuan itu sendiri."

Jane langsung mendengkus sebal. Bisa-bisanya si mantan ini gencar sekali modus terhadapnya.

"Astaga Pak. Yang benar saja. Maksud saya jika tidak sengaja bertemu. Seperti di kafe atau restoran. Bukan malah justru disengaja bertandang ke rumah. Itu namanya bertamu," ungkap Jane sebal.

Nakula tentu saja tertawa mendengar hal tersebut. Dia tidak habis pikir akan jawaban dari Jane yang lagi-lagi berani terhadapnya.

"Kalau begitu nanti malam dinner sama aku ya. Di restoran seafood langganan kita. Mau kan?"

Jane melongo di tempat. Ini dia datang ke sini mau menyerahkan laporan keuangan atau mau diajak kencan.

"Maaf ya Pak. Saya sudah ada janji nanti malam."

"Batalkan saja."

"Ya tidak bisa begitu dong."

"Kenapa tidak bisa. Sini nomor kau, biar aku catat nomorku. Kau bisa hubungi aku jika sudah membatalkan janji."

Jane mendesah pelan. Ini mantan begitu banyak sekali akalnya.

***

Next chapter