webnovel

My Blue Ice Princess

Gadis itu, sejak saat dia menunjukkan senyumnya, membuatku selalu ingin melindunginya. aku ingin melindungi istana pasir yang sangat indah namun mudah hancur itu. Semua yang dia punya, apa cocok untukku yang mana adalah anak pungut dari Keluarga Archduke? apa aku cocok? Aku tidak yakin, tapi, kata-kata ayahku selalu terngiang dikepalaku. 'Orang yamg luar biasa akan mendapatkan hal yang luar biasa, namun ingat, bahan terakhirnya adalah kerja keras' kata-kata itu memotivasi ku untuk terus mengejarnya. Apa kah aku sanggup atau tidaknya itu tergantung kerja kerasku........

Zekkens · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

2. Pesta Hari Ke-2

Sudah satu malam terlewati. Kami berempat berbicara terus menerus. Tertawa, bersenda gurau, mendengarkan kisah mereka satu persatu.

Nona yang berambut biru bernama, Evalina. dan adiknya bernama Katherine.

Mereka berdua saling bercerita tentang diri mereka masing-masing sambil menyembunyikan identitas mereka.

Dan tanpa kami sadari, 2 jam telah terlewati. Mungkin ini sudah saatnya kembali, jadi akhirnya kami kembali lagi dan berjanji akan bertemu lagi besok disini. Namun, tampaknya Esserens tidak dapat ikut, dikarenakan besok ia sudah harus kembalikembali kekediamannya di Kota Gin.

Dan soal kedua gadis itu, tampaknya mereka, aku tidak tau ciri-ciri khusus bangsawan mana, tapi yang pasti dia mungkin berstatus duke.

Saat aku kembali ke orang tua ku, aku melihat ayahku sudah agak mabuk. Ibu sudah tidak mau tau lagi, dia sudah tampak cemberut dan marah. Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi pokoknya besok ayah harus bersujud didepan ibuku seharian.

Kami kembali memakai kereta kuda. Dan diperjalanan, aku bercerita tentang teman baru ku. Ibu juga mendengarkan dengan baik, tapi sayangnya ayah mabuk jadi aku berhenti ditengah jalan.

__________________

{Hari Ke-2}

Pada pukul 6 tepat, kami kembali lagi ke istana. ini adalah hari kedua kami mengikuti pesta ulang tahun putri untuk kedua kalinya. aku tidak tau kenapa pesta ini diadakan dua kali.

"Ibu! Kalau begitu aku pergi dulu ya....!" Aku berseru didepan ibu ku yang sedang berbicara dengan ayah. Aku berbalik setelah minta izin namun,

"Tunggu dulu anakku, kamu kali ini akan ikut bersama kami. Hanya 1 jam, satu jam kamu bersama kami." Kata ibu ku yang melihat ke arah ku.

"Sa-satu jam? ta-tapi...."

"Ibu tau kamu akan bertemu dengan teman mu sebentar lagi, tapi kamu menemani ibu yah, karena ayah mu tidak becus."

"Tidak becus apaan?" Ayahku tampak tersinggung dengan kata ibu.

"Bukankah aku benar? kamu selalu bermain catur dengan dia!" Seru ibu ku yang kembali cemberut.

"Oh, jadi karena itu semalam ibu tidak mau tau lagi....." Gumam ku menatap ayah. "Kalau begitu ayah bukan pria dong!"

Mendengar aku berseru, Ibu langsung tersenyum mengejek ayah. "Benar~~ Ayahmu bukan seorang pria! dia hanya seorang bencong yang berlagak jadi pria~~~~~"

"Ti-tidak ayah mu ini hanya bermain dengan teman lama...." Ayahku terlihat sangat tersinggung namun dia tidak tau harus berkata apa.

"Kalau begitu, aku akan menjadi pria dan menemani ibu bermain selama satu jam!" Aku berseru dengan bersemangat. "Tapi hanya satu jam ya..."

"Okeh, itu siap!"

'Bermain dengan ibu sangat jarang, jadi tidak apa-apa datang terlambat satu jam. Kurasa.' itu yang kupikirkan saat aku mengikuti ibu yang ada didepanku sambil memegang tangan kanan nya, dan ayah yang ada disamping kiri ibu.

Beberapa saat kemudian, kami tiba didepan pintu yang terlihat besar dan megah. Pintu kemudian dibuka oleh ayah, dan terlihat lah sebuah ruangan megah yang tertata rapi.

Ada meja yang diatasnya papan catur, dan sisanya adalah meja tamu biasa. Namun, yang menarik perhatianku adalah sebuah globe besar berwarna biru yang terletak ditengah.

Aku bisa merasakan, ada tekanan yang mengelilingi globe itu secara lembut. "Waaahhh~~~~! Ibu, itu apa?!"

Aku berteriak sambil menunjuk-nunjuk kearah Globe itu. Senyum yang ku pancarkan, membuat ibu tersenyum dan melihat ke globe biru itu. "Itu adalah Piala Dunia Alam Lanjut yang dibawa oleh raja pertama kita. Piala itu disebut, Azure Heavenly Globe. Piala itu sudah ada disini sejak 10 juta yang lalu."

"Wooaaaaahhhh! Lama sekali! Apa ada sesuatu disana?! aku merasakan angin yang melingkar disekitar sana! seperti angin namun tidak dingin!" Seru ku yang tambah semangat. Namun, saat aku berkata demikian, ibu ku melebarkan matanya, begitu pula ayah. mereka seakan-akan terkejut akan sesuatu.

"Anakku, kamu bilang apa tadi?" Ibu yang terlihat terkejut, melihat aku dengan pandangan yang agak berbeda. seakan-akan, mereka tidak percaya akan hal yang kukatakan.

"Di Globe itu! ada sebuah angin, namun tidak dingin." aku kembali menunjuk kearah sana. 'Apa aku membuat kesalahan?'

Ibu ku terdiam sejenak. lalu melihat kearah ayah. "Sayang,"

Wajah ibu tampak agak gelisah. namun ada rasa bangga didalamnya. "Hahahaha! Ternyata anakku juga punya bakat tentang sihir!"

Ayah ku tertawa dengan lantang, dari nada bicaranya, dia seakan-akan bangga. "Sihir?"

"Benar! Didalam ras manusia biasanya dapat membangkitkan sihir pada umur 20 tahun, dan paling cepat pada umur 12 tahun, dan raja pertama kita bangkit pada umur 8 tahun. dengan kata lain kamu lebih berbakat dari raja pertama kita!" Ayah ku berseru dengan sangat kuat. seakan-akan lupa dimana kita.

"Sayang! jangan berbicara terlalu keras! informasi ini tidak boleh menyebar dengan sangat cepat, atau..." ibu tampak sangat cemas. dia gelisah, cemas dan takut, jika sesuatu akan terjadi jika organisasi gelap tau kalau akan ada anak yang sangat berbakat, maka anak itu tidak akan selamat.

Aku ingin menghibur ibu, namun,

"Ehem! Joan, ada apa?" seorang pria dengan jubah yang terlihat keren datang.

Aku yang terkejut, pergi kebelakang ibu ku. Tau kalau yang kulakukan adalah hal yang salah, aku secara perlahan berjalan kesamping, dan dengan sikap hormat, aku pun berkata: "Salam kenal Tuan. nama saya Glen Hellsouders, walau bukan anak kandung, saya termasuk dalam keluarga Archduke Hellsouders."

"Wahhhhh~~~ Silau!" gumam pria itu.

"Hm? apa yang anda bilang tadi tuan?"

"Pft!" tawa ayah mulai pecah. "Pada hal dia awalnya malu...gghhfffff..."

Ayah sepertinya menahan tawanya. "Ayahku..... apa kamu mau kusiapkan sebuah kereta kuda dengan arah menuju kejurang pas pulang?"

"Ti-tidak, terimakasih."

"Hahahaha! Joan ketakutan dengan seorang anak kecil! hahahahaha!" Pria yang ada di depanku pun mulai tertawa.

"Diam! aku tidak ingin ditertawakan dengan orang yang takut hanya karena ada cicak!"

"Apa kau bilang sialan? apa kamu mau menyelesaikan nya disini?" Pria itu berjalan menuju meja catur, begitu juga dengan ayahku.

"Baiklah sialan, kali ini jangan merengek karena kalah ya?"

Pak!

mereka berdua duduk secara kasar. "Kapan aku kalah dari mu?"

"Oh, Helena, kamu sudah datang?" seorang wanita dengan paras yang secantik ibu, dan berambut biru datang dari arah depan. "..... Kukira ada apa, ternyata mereka hanya bersikap seperti biasa."

Perempuan itu, tidak mempunyai baju yang semegah pria tadi, namun kedermawanan serta keanggunan nya setidaknya sudah menyamai ibu ku. "Whoooaa..... Wanita yang secantik ibu!"

Seruku saat melihatnya. Namun, beberapa saat kemudian, aku memberi hormat padanya, dan dengan sopan: "Salam kenal, nyonya. Nama saya Glen Hellsouders, walau bukan anak kandung namun saya tetap termasuk keluarga Hellsouders."

"Oh~~ Seorang anak yang sangat berbakti, aku menyukainya! Joan, boleh kuambil anak ini?"

"Jangan menanyakannya denganku! dan sebaiknya jangan buat gurauan seperti itu....." Ayah berkata dengan sedikit suram.

"Nona Malaikat Tuan Putri Ratu, bukankah anda sudah terlalu berani.....?" Ibu berucap dengan nada yang sangat menyeramkan. aku tidak mau tau lagi, jadi aku duduk di meja yang sudah disiapkan disisi lain meja catur.

Beberapa menit kemudian, aku sudah mulai menjadi bosan. Ibu juga terlihat bersenang;senang dengan perempuan yang tampaknya adalah ratu. tidak ada yang mau kulakukan disini. 'Mari minta izin pada ibu, dan segera pergi dari sini...'

Aku berdiri dan segera berjalan mengarah ibu yang ada didepanku. Dengan wajah memelas, aku pun berkata: "Ibu... Apa aku sudah bisa pergi?"

"Pergi?" wanita itu menjawab pertanyaanku.

Aku memegang dagu ku, dan mulai mengingat sesuatu. 'Tidak salah nama ratu.... De-de-de Defolksinasi? jangan bergurau! De-de-, bukan de awalnya sialan! siapa, siapa?'

"Erine, bisakah kamu memanggilkan pelayan untuk membawakan sebotol bir?" Ayah ku berkata sambil melihat kearah sang Ratu. sedangkan raja berusaha untuk berpikir. tampaknya sudah skakmat.

"Kamu mau minum bir lagi????" ibuku sudah diambang batas. dia menatap ayah dengan hawa membunuh yang sangat kuat.

"Ha-hanya bercanda... haha," ayahku menjadi gelisah saat mendapat tatapan itu. "Kalau begitu, kopi saja..... apa bisa, Erine?"

"....." Ibu kali ini tidak komplain.

Ratu Irene yang melihat ibu yang terdiam, kemudian berkata setelah meneguk secangkir teh. "baiklah, aku akan memanggil pelayan."

Ratu Irene berdiri, dan berjalan menuju tempat yang berlawanan dari pintu masuk kami.

'Ini membuatku menjadi semakin mudah untuk keluar dari sini. Dan, Lemparan yang bagus ayah!'

"Ehem....." aku mencoba menarik perhatian ibu ku yang masih menatap ayah dengan tajam. "Ibu, bisakah aku pergi?"

"Ini belum 1 jam lo... pesta saja mungkin belum dimulai." Ibu ku berkata dengan sangat santai. "Gimana kalau bertemu dengan tuan putri? kamu pasti cocom dengannya,"

Dan dengan mudahnya, dia mengatakan kecocokan aku dengan orang yang tidak kukenal. Aku menatap datar ibuku, dan mulai berkata. "Baiklah, tapi jika tidak cocok, aku akan kembali."

"Anak pintar~~~ kalau begitu, jemputlah dia dibalik tirai itu." ibu ku berkata sambil menunjuk pada ujung dari ruang yamg melingkar ini. lebih tepatnya, dia menunjuk pada depan ku. tepat didepan.

"Ini benar-benar merepotkan.... aku harap aku tidak menikahi wanita seperti ini," aku berucap sambil berwajah malas. 'Aku jadi ingin lebih cepat bertemu dengan Evalina.....'

aku yang sudah berada di depan tirai, menarik tirai tersebut kesamping. dan saat tirai itu terbuka. aku melihat seorang gadis kecil, sedang menatap keata langit. dia nampak bermenung. namun, rambut biru yang sangat terlihat familiar membuatku menyebut nama seseorang. "Eva.....lina?"

Perempuan itu langsung menatapku. tatapannya juga sangat menampakkan ekspresi terkejut. "Glen? kenapa kamu ada disini?"

Aku berjalan setelah menutup tirai itu kembali. "Seharusnya aku yang berkata... Apa kamu tuan putri itu?"

"Ng,.... tidak? dia sudah kabur, aku hanya pelayan pribadinya." Evalina berkata. dia tampak berusaha untuk berbohong padaku. tapi, sayangnya dia salah memilih lawan.

Aku berjalan ekarah kursi itu, dan duduk disampingnya. "Oh, begitu? kalau begitu, kenapa baju mu terlihat mewah?"

aku menatap gaun yang dipakai Evalina. pakaiannya tidak terlihat seperti pakaian pelayan. cara bicara yang agak terlihat seperti cara bicara bangsawannya menandakan bahwa ia juga terpelajar, rakyat jelata jarang yang sanggup membayar guru. lalu, dia berambut biru yang sama dengan Ratu.

"Ini... aku meminjamnya dari putri."

"Cara bicaramu... tidak seperti rakuat jelata pada umumnya....."

"Aku mendengar pelajaran tuan putri tiap harinya...."

"Rambut biru serta mata birumu....."

"A-aku memakai sihir tuan putri...."

"Tapi, aku tidak merasakan tekanan sihir sedikit pun." dan itu lah skakmat Evalina. dia sudah tidak dapat berbohong pada ku lagi. "Berhentilah berbohong, aku dapat melihat kebohongan bodoh mu!"

Aku berseru dengan wajah yang tersenyum. Evalina hanya menghela nafasnya. dia pun mengakui posisinya dikerajaan. "Memang, aku adalah tuan putri kalian, maaf berusaha untuk membohongi mu."

Evalina tampak menyesali perbuatannya. aku pun menepuk Kepalanya. dan dengan senyum, aku pun berkata: "Aku juga ingin membohongi kalian, jadi kita impas sekarang! hehe,"

"Anak-anak, makan ma~~~~~ Oya, oya~~~ tampaknya pasangan baru ini juga bersenang," itu suara dari belakang kami. yang melihat kami secara diam-diam ternyata adalah ibuku dan ratu Irene.

"Anakku, ternyata kamu sudah pandai..." ibuku berusaha untuk mengolokku, aku hanya berwajah merah saat tau mereka ada dibelakang kami.

aku menurunkan tanganku, dan mulai berdiri. "ayo makan malam Evalina, nanti kita akan lanjut di pohon."

saat aku menatap kembali Evalina, dia juga berwajah merah. 'ternyata bukan hanya aku yang berwajah merah disini' itu lah yang ada dipikiranku.

dan, mulai saat itu, Malam akan terasa panjang.

[Bersambung>>>>>]