webnovel

My Blue Ice Princess

Gadis itu, sejak saat dia menunjukkan senyumnya, membuatku selalu ingin melindunginya. aku ingin melindungi istana pasir yang sangat indah namun mudah hancur itu. Semua yang dia punya, apa cocok untukku yang mana adalah anak pungut dari Keluarga Archduke? apa aku cocok? Aku tidak yakin, tapi, kata-kata ayahku selalu terngiang dikepalaku. 'Orang yamg luar biasa akan mendapatkan hal yang luar biasa, namun ingat, bahan terakhirnya adalah kerja keras' kata-kata itu memotivasi ku untuk terus mengejarnya. Apa kah aku sanggup atau tidaknya itu tergantung kerja kerasku........

Zekkens · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

1. Kisah Awalnya......

Perempuan itu, perempuan yang sudah membuatku untuk selalu mengenangnya, wujudnya selalu membayang dalam kepalaku.

Walau aku tidak tau, kenapa hal ini bisa terjadi, tapi bayangannya selalu membekas. Aku memang hampir tidak pernah bicara dengannya. Tapi, akhir-akhir ini, aku menjadi selalu terbayang dengan sosok senyum dari seorang perempuan.

Aku, Glen Hellsouders, yang seorang anak pungut sang Arch Duke Hellsouders, pernah bertemu dengan sesosok wanita berambut biru, sebiru es dan matanya yang biru sebiru air laut. Kecantikan yang dia pancarkan selalu membuat lelaki yang ada disekitarnya menjadi ganas.

Aku tidak tau bagaimana caranya dia bisa lolos dari setumpuk kertas lamaran yang lebuh dari 200 itu, tapi untuk ku, aku hanya punya 10-20 kertas lamaran pertahun walau saat itu umurku baru 4 tahun.

Banyak perempuan yang berusaha mendekatiku, tapi untung ayah (angkat) selalu berkata, 'Tidak Boleh Jatuh Cinta Dengan Sangat Mudah'.

Ayah angkat ku tidak lah buruk. dia hanya buruk soal bicara dan ekspresi wajah, terkadang aku membantunya menyiapkan tugasnya biar bisa main, karena ibu (angkat) jarang ada dirumah. itu karena ibu, juga selalu berpergian ke berbagai tempat sebagai seorang pedagang yang sukses.

Kalian mungkin bertanya, kenapa mereka berdua, seorang Archduke dan Archducess mau mengangkat aku sebagai anak angkat? Jawabannya mudah, rahim dari ibu rusak akibat perang yang pecah 3 tahun sebelum mereka mengangkatku sebagai anak. dan keinginan mereka untuk mempunyai anak menjadi lebih kuat.

Dan karena suatu insiden kecil, mereka mengangkatku sebagai anak mereka.

Kami keluarga yang bahagia, tanpa konflik, dan hanya pertengkaran biasa yang dilakukan keluarga biasa. Kurasa kata biasa bukan kata yang tepat mengingat latar belakang kami. tapi, yap, kami keluarga Archduke biasa, walau cerita selanjutnya akan terasa tidak biasa.

---------------

{Hari Ulang Tahun Putri Kedua}

"Anak-ku, Glen, apa kamu sudah siap untuk masuk kedalam istana kerajaan?" Seorang wanita berambut coklat dengan wajah cantik, dan gaun yang indah, bertekuk lutut, dia merapikan baju ku yang lumayan kusut setelah aku turun dari kereta tarik dibelakang tirai yang ada diatas balkon. "Ingat, jangan menarik perhatian yang banyak, dan bersikap santailah. saat seorang anak kecil bertanya, Apa status mu, kamu hanya perlu menjawab...."

"Aku seorang anak viscount!" seru ku melanjutkan kata-kata ibu yang terpotong.

Aku tau alasan kenapa mereka memintaku untuk menjaga status ku tetap rahasia. Itu karena Archduke Hellsouders terkenal dengan kekuatan mereka dibidang militer dan perekonomian-nya. Dan mengingat prestasi ayahku yang berhasil membantai musuh lebih dari 3000 prajurit dimasa lalu, itu membuat para bangsawan menjadi sangat takut terhadap Archduke Hellsouders. Ya, ini demi kebaikanku agar dapat teman pertama.

"Kalau begitu, anakku, apa kamu sudah tidak gugup lagi?" ayahku berkata sambil memegang punggungku.

"Aku saaaaaaangat gugup! perutku sampai sakit karena gugup!" seruku dengan wajah yang sangat bersemangat.

"Bagus! dengan begitu kamu sudah termasuk pria! saat ayahmu ini melamar ibumu, ayah sangat gugup sampai-sampai kaki ayah bergetar dengan sangat hebat! bergetar karena gugup itu membuktikan kalau kamu sudah jadi pria, haahahahah!" Ayahku, seperti biasa sangat bersemangat.

"Sayangku, ini dan itu sangat berbeda!" Ibu ku menatap ayahku dengan sedikit wajah yang merah.

Untuk beberapa saat, suasana menjadi hening. kemudian suasana itu menjadi cair saat aku mulai bertanya. "Ayah, ibu, apa aku bisa melakukannya dengan baik? ini pertama kalinya aku menghadiri acara seperti ini."

*Heh

mereka berdua tertawa kecil. "Kenapa kalian tertawa?!"

"Apa yang kamu katakan anakku? kamu saat menghadiri pelatihan militer kerajaan, meleraikan prajurit yang sedang bertengkar sangat hebat, bahkan ibu dengar ada yang terluka juga saat itu."

"Haha! benar! saat itu kamu mengalahkan kedua orang itu dengan jenis aliran dua pedang! kamu punya bakat untuk berpedang!"

"Apa kamu juga ingat? saat itu ada pedagang yang membuat keributan di toko ibu, dan kamu menghentikannya dengan perjanjian yang menguntungkan kedua belah pihak."

"Apa kamu ingat juga, kamu mengajari anak yatim piatu saat senggang waktu!"

"Ada juga-"

"Baiklah-baiklah! aku akan pergi!" Aku berseru sambil berbalik badan. "Jika aku lebih lama disini, aku akan menjadi bahan olokan kalian lebih lama!"

kemudian, mereka menatapku dengan senyum yang tulus dan mendekat padaku. Secara bersamaan, mereka memelukku. "Anakku sangat luar biasa, pasti akan bertemu dengan teman yang luar biasa." [Ibu]

"Benar, orang yang luar biasa akan mendapatkan hal yang luar biasa, namun ingat, bahan terakhirnya adalah usaha keras." [Ayah]

aku pun tersenyum, dan berbalik badan setelah mereka melepaskan pelukannya. aku membalas pelukan mereka dengan sangat lembut. "Ayah, ibu, Terima kasih, aku akan melakukan yang terbaik."

Aku pun berbalik setelah melepas pelukanku dan berlari menjauhi mereka. dan saat aku menghilang dari pandangan mereka, ibu pun berkata:

"Sayangku.... Lihatlah punggung anak kita, punggung yang semakin besar dengan cepat. Waktu terasa cepat ya... rasanya baru semalam aku mengajarinya hitung menghitung." Ibu mendekati diri pada ayahku.

"Benar, waktu terasa sangat cepat, jika bagiku, rasanya baru semalam mengajarinya Pedang Berpedang." Ayah memeluk ibuku.

"Akankah dia akan meninggalkan kita?" pertanyaan ibu yang penuh kecemasan, membuat ayahku tersenyum lembut.

"Bagaimana mungkin, anak kita adalah orang yang luar biasa, dia tidak akan meninggalkan orang tuanya dengan mudah. paling-paling dia akan menangis jika tidak ada orang yang ada dirumah."

"Hehe, lelucon mu tentang anakku terlalu mengejek!" ibuku menggembung kan pipinya saat berkata.

"Biarin..."

-------------------

'Uhhhhhh... aku sangat gugup... bagaimana ini?' pikirku sambil melihat semua orang dewasa sedang berbicara, dan anak-anak mereka juga sedang berbicara. Dan saat kepalaku berputar 180 derajat, aku menemukan seorang pemuda dengan rambut yang hitamnya hampir menyamaiku, duduk dengan meja yang sudah disiapkan air putih disamping. walau dirambutnya sama-samar ada warna perak.

aku berjalan padanya sambil berpikir. 'Rambut perak... ini salah satu ciri fisik keluarga bangsawan. tapi dari mana..... aku rasa aku pernah membacanya disebuah buku. ah! benar! Duke Gelramouse! mereka memiliki ciri-ciri rambut perak!'

Dan saat aku didepannya, aku mulai berkata. "Hei... apa kamu sendirian?"

dia kemudian menatapku. tatapannya sedikit menakutkan, namun aku menahannya. ntah kenapa, tatapan itu, dipenuhi dengan penderitaan. lalu dia kembali menatap kebawah. dia mengacuhkan ku.

'Percobaan pertamaku gagal!' itu lah yang kupikirkan. lalu, aku duduk dibawah lantai, disamping anak itu sambil menatap mereka yang sedang bersenang-senang. "Enaknya~~~~~ aku harap bisa bersenang-senang seperti mereka~~~"

Lalu, aku menerima tatapan darinya lagi. ia pun kembali menatap kedepan. "Kalau begitu, kesanalah, jangan didekatku."

"Tidak! aku ingin kamu sebagai teman pertamaku!" aku berseru sambil menatapnya. "Lagi pula, mereka sudah dapat pasangan mereka masing-masing."

Dan suasana kembali sunyi. aku mencoba mencairkannya dengan sebuah pertanyaan. "Hei, apa kamu mau Berjalan-jalan denganku diluar sebentar?"

Anak itu menaikkan alisnya. dia tampak terkejut dengan pertanyaan ku. aku pun tersenyum dan kemudian berdiri. Sambil mengulurkan tanganku, aku pun berkata: "Kalau begitu ayo! aku akan mencari tempat yang lebih nyaman dari pada disini!"

"Eh?" dia bengong dengan pertanyaanku.

"Kenapa bengong?! cepat, cepat.... kita berangkat!" seruku sambil menarik tangan anak itu.

"tu-tung-!"

"Tidak ada yang menunggu....!" ucapku dengan nada mengejek. sambil berlari, aku membuka pintu kaca yang menghalangi jalan kami.

Beberapa saat kemudian, kami berdua melihat sebuah jalan menuju kesuatu tempat. Itu adalah sebuah semak-semak, namun dia seakan-akan membukakan jalan untuk kami. Aku tersenyum dan memasukinya.

"Tu-tunggu! ini adalah labirin! nanti tersesat gimana?"

"Tempat baru adalah tempat yang menyenangkan!" aku berseru dan tetap berjalan.

beberapa menit kemudian, kami akhirnya kehabisan nafas. Berlari selama 10 menit lebih ternyata sangat membuatku lelah. "Seharusnya kita jalan aja tadi... Hah~ha~hah~!"

Dia mengeluh saat tepat setelah roboh. badannya benar-benar penuh dengan keringat, dan begitu juga dengan diriku. Tapi ini masih hal biasa mengingat latihan ku dengan ayah. "Maaf, maaf..... aku tidak akan memaksa mu berlari seperti ini lagi. namaku Glen, salam kenal."

Ucapku sambil mengulurkan tanganku. Dia melebarkan matanya dan tersenyum, ia menerima uluran tangan yang kemudian kutarik. "Kalau kamu menyembunyikan status mu, maka aku juga, Nama ku Esseren! salam kenal juga, kawan baru ku!"

"kalau begitu Mari kembali jalan, aku tidak tau ujung dari labirin ini." Ucapku yang melepaskan tangan kami.

"Benarkah? kalau begitu aku akan menuntun jalannya!" Seru Esseren. "Kebetulan, aku pernah ke sini sebelumnya dengan keluarga. diujung nya ada sebuah danau yang sangat luas dan indah."

"Heee,.... Berarti keluargamu orang dari kalangan atas ya?" Aku berkata sambil berjalan disampingnya.

"Benar, tapi hubungan kami tidak terlalu dekat." dia mengucapkan nya dengan tatapan sedih kedepan.

'Opps, aku menuangkan garam diatas luka.' aku pun tersenyum dan mulai berkata: "Kalau begitu tolong tuntunannya ya, tuan Esseren."

"Baiklah, tapi jangan panggil aku pakai tuan, panggil Esseren saja cukup."

"Baiklah, kalau begitu panggil aku juga tanpa tuan yak~~!"

"Oke!"

dan kami pun berjalan untuk waktu kurang lebih 30 menit. Dan saat itu kami tiba diujung labirin. "Inikah ujung yang kamu sebut, Esseren? tempat ini sangat indah!"

Aku melihat dengan ceria kearah danau yang sangat luas. danau itu sangat luas, setidaknya seluas rumah ku, dari ujung ke ujung. "Benar, ini adalah tempat yang kubicarakan."

Aku melihat kedepan, yang mana ada sebatang pohon yang sangat besar. namun, diatasnya terdapat dua gadis kecil yang setidaknya umurnya tidak jauh berbeda dari kami. mereka menghadap ke danau, jadi mungkin kami tidak disadari mereka.

"Mereka...." aku melihat kearah kedua gadis itu.

Esseren kebingungan dengan tingkah laku ku, yang tampak heran dengan kedua gadis itu. "Ada apa Glen?"

"Disana ada orang, diatas pohon yang besar itu!"

"Ehhhh, mana mungkin, disini tempat yang sangat jarang dikunjungi oleh orang lain, karena sangat susah untuk dicari."

"Jadi ini salah satu ujung begitu?"

"Benar, kata ayah ku sih begitu."

"Kalau begitu, mari menetap dan bercerita dibawah pohon itu." aku berjalan bersama Esseren. Dan akhirnya kami berada dibawah pohon itu. 'Apa dia masih belum sadar?'

"yah, apapun itu,..." Gumamku sambil menatap ke danau itu.

"Apa yang kamu bilang tadi?"

"Tidak, tidak ada....." aku pun duduk dan bersandar pada batang pohon itu. "..... Kalau begitu, mari bercerita semalaman disini!"

"Benar juga, kalau begitu ayo bercerita tentang pahlawan Hellsouders!"

"Eh? apa?" aku kebingungan dengan apa yang ia katakan. 'Pahlawan Hellsouders? apa ayah disebut begitu? dengan sifatnya? benar-benar sulit dibayangkan.'

"Glen? kenapa diam?" Esseren terheran-heran saat aku diam.

"Tidak ada apa-apa, berceritalah, apa pendapatmu soal keluarga Duke Hellsouders?" aku menanyakannya pada Esseren dengan agak canggung.

"Baiklah, menurutku, keluarga Hellsouders itu adalah keluarga yang bahagia. Mereka mendapatkan kebahagiaan mereka sendiri dengan usaha mereka sendiri. namun, mereka tidak menyadari kalau usaha mereka juga memengaruhi lingkungan sekitar mereka." Mata dari Esseren yang tadi bercahaya, bertambah, dan akhirnya tatapannya menunjukkan rasa terima kasih. "Mereka berperang dan menyelamatkan banyak orang yang tidak bersalah. mereka menciptakan sebuah masa depan untuk kita, para generasi baru."

"Kenapa tatapanmu seperti itu, Esseren? apa ada hal yang membuatmu..." aku berhenti berkata ketika Esseren memotong ku berbicara.

"Aku hanya.....kurang beruntung lahir dikeluarga ku. menerima tekanan, menerima harapan yang tidak bisa kuwujudkan membuatku menjadi stress. Tapi, beberapa tahun kemudian adikku lahir, dan menunjukkan bakat yang lebih dari diriku. itu membuatku dibuang dari keluarga."

"Jangan terlalu pikirkan! kamu sudah berjuang, dan kamu juga sudah membagi penderitaan mu denganku! suatu saat nanti akan kubalas perbuatanmu!" Seru ku sambil dengan senyum yanb menghiasi.

"hehe, apa memang bisa berbagi hanya dengan perkataan?" Dia mengayunkan kakinya didalam air.

"Kata orang tua ku bisa! Bercerita tentang penderitaan adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan karena harus mengingat penderitaan yang dialaminya. Karena itu ayahku berkata! 'Saat seseorang menceritakan penderitaan nya pada mu, maka janganlah mengabaikannya, karena tanpa kamu sadari dia meminta pertolonganmu'." Seruku yang juga mengibaskan kakiku didalam kolam.

"Glen, terima kasih..... Kuharap kita bisa selalu berteman." Dia berkata dengan sangat tulus.

"Sama-sama, hehe....."

dan kemudian, seorang gadis berambut biru es turun tepat di belakangku. "Hei! Kenapa kalian bisa ada disini?"

'Keluar juga ni cewek.' pikirku sambil menatap datar kebelakang. "Seharusnya kami yang bilang begitu kan? walau kami datang setelah kalian, kenapa kalian turun? kamu bisa tetap diatas dan berbicara dengan temanmu."

"Mendengarkan cerita buruk membuatku menjadi buruk, kalian membuatku kehilangan suasana hatiku!" dia berseru dengan lantang. Dan kemudian, seorang gadis lagi, turun dengan cara yang berbeda. dia turun di batang pohonnya.

"Kakak, jangan seperti itu! itu tidak boleh!" suaranya yang lembut, membuat perbedaan besar diantar mereka berdua.

Aku bisa bilang, yang satu adalah seorang gadis lembut dan satu lagi tomboy. "Maaf saja kalau begitu nona ku sekalian..."

Ucapku dengan datar, namun, "Permintaan maaf ditolak! kamu harus memperlihatkan permintaan maaf tulus!"

"Kalau begitu, apa yang kamu inginkan....?" aku tetap berkata dengan datar.

"Kamu harus memotong perutmu!"

"kenapa harus ke memotong perut?! dan lagi pula itu tidak masuk akal kalau langsung memotong perutkan! hanya karena temanku menceritakan kisah sedihnya!" Seru ku yang mulai berdiri.

"Yang ingin minta maaf siapa?!" perempuan itu melawan balik dengan pertanyaan yang sulit.

"Ya, ya..... kami akan minta maaf, tapi jangan hal yang sadis dong!" Esseren berseru untuk melerai kami berdua.

"Baiklah, kalau begitu, kamu harus bersujud!"

"Tidak! tidak! tidak! aku hanya akan bersujud pada dewa dan kedua orang tua ku serta istri dan kedua orang tuanya!" Aku mencoba untuk melawannya dengan sangat keras. "Gimana membuat 100 kata maaf diselembar kertas dan memberi kannya pada mu!"

"Kurasa itu bagus..." kali ini perempuan itu mengalah. "Tapi! 300 kata!"

"Tidak, 150 kata!"

"250!"

"185!"

"200?"

"Deal!" kami pun bersalaman layaknua seorang pengusaha yang selesai menawari harga.

Dan beberapa saat kemudian, tawa pecah. "Hahahaha! apa-apaan kalian berdua?! kalian berdua sangat mirip! hahahah!" [Esseren]

"Hehe, itu benar loh kak, wajah kakak begitu semangat saat bersalaman." Adik perempuan yang ada dibelakang cewek ini tertawa dengan cukup manis.

kami pun melepas salamannya. "Benarkah? tapi tadi lumayan menarik juga."

Aku berucap dengan agak malu.

"Hehe, kita benar-benar cocok...." Dia pun tersenyum. senyum itu lah, yang kukenang sepanjang masa. Selamanya...

[BERSAMBUNG]