webnovel

MochaChino

Persahabatan antara Mocha dan Chino kian akrab hingga salah satu dari mereka merasa ada yang berbeda dari persahabatannya.

lizacha11_ · Fantasy
Not enough ratings
11 Chs

Calon suami Mocha

"Kenalin, No, calon suami gue. Reno" ucapnya memberi penjelasan, aku berjabat tangan dengannya menghargai satu sama lain.

"Baru kesini kapan,?" tanya Reno, dengan logat bulenya

"Baru nyampe kemarin," jawabku singkat

Pacar sekaligus calon suami Mocha adalah orang Indo juga, tetapi sudah lama menetap di sini. Ya, hanya itu yang aku tahu tentang calon suami Mocha. Namun, aku menaruh curiga pada Mocha dia seperti menyembunyikan sesuatu dari ku, wajahnya terlihat begitu gelisah.

"Lo gak papa, Cha?" aku mendekatkan sedikit tubuh ku ke padanya berbisik menanyainya.

Mocha hanya mematung, dasar cewek gue ga ngerti harus gimana sekarang, pikirku.

"kalau gitu gue ke sana dulu ya," Aku yang baru sadar kalau aku seperti pengganggu bagi mereka yang sedang di mabuk asmara memilih pergi.

Rasanya seperti tak di butuhkan lagi, aku sudah menjadi orang asing untuk Mocha yang dulu selalu menjadi tempat segala curahan hati. Aku rela, meski Mocha telah berbeda dari yang ku tau, meskipun posisi ku sudah terganti kan oleh Reno. Aku memilih pulang ke Hotel saja, karena mood ku sudah kacau untuk bersenang-senang.

Tak beberapa lama aku tiba di hotel, tidur mungkin pilihan yang baik. Namun ketika aku baru saja ingin memejam kan mata, aku mendengar suara ketukan pintu. Aku bangkit beranjak ingin membuka pintu, barangkali pesanan makananku, tapi aku tak merasa memesan makanan. Aku membuka pintu kamar ku pelan. Orang itu Mocha, dia terlihat berantakan sekali yang hanya mengenakan baju tanpa lengan dan celana hotpen di badannya, muka nya memancarkan kesedihan, rambut yang berantakan dan mata nya yang sembab.

Ku persilahkan dia masuk, ku raih bahunya ku tuntun ia berjalan tapi Mocha mengelak seperti merasa kesakitan ketika aku menyentuh tubuhnya, aku sedikit menjauh lalu ku biarkan ia duduk di soffa. Apa yang terjadi sebenarnya adalah bukan yang terpenting, yang palinh utama Mocha sedang membutuhkan ku, Mocha terlihat sangat ketakutan saat aku memberinya segelas air, ia meminumnya dengan tergesa-gesa hingga tumpah ruah ke bajunya.

"Tenang, Cha, lo aman di sini sekarang, ada gue, Cha." Aku mencoba menguatkan mentalnya yang terlihat amat sangat hancur, dia mulai mengatur nafas.

"Gu-gue nginep di sini ya, No, sementara waktu." Bicaranya yang masih tak karuan membuat aku semakin khawatir kepadanya.

"Ya, Cha, lo boleh tidur di sini biar gue tidur di soffa, lo tenang ya Cha gue janji bakal jagain lo."Kutatap wajah Mocha yang sedikit lebih tenang, aku harap di setiap kesedihan Mocha aku selalu ada untuk membantunya.

Tak terasa matahari sudah datang menyapa kami, sinar nya yang terang membangunkanku dari tidur ku yang lelap. Aku melihat ke arah tempat tidur namun Mocha sudah tidak ada lagi di ranjangnya, secepatnya aku membasuh muka dan berbenah untuk mencari di mana keberadaan Mocha sekarang.

Tujuan pertamaku adalah Apartmen Mocha. Ketika aku ingin mengetuk, benar saja, aku mendengar suara Mocha dan Reno, aku sedikit menguping, mendekat kan kupingku ke balik pintu Apartmen Mocha.

"Aw, Ren, stop!" kata Mocha merintih, nyaliku sedikit ciut saat aku ingin mengetuk pintu Mocha, seharusnya aku tidak disini, seharusnya aku pergi dengan kenangan yang dulu pernah ada, Mocha sudah berubah. Aku terlalu mencampuri dunianya. Aku berjalan meninggalkan Mocha di sana.

Tiba-tiba Mocha keluar dengan pakaian robek dan tergesa-gesa hingga menabrak ku, langsung saja aku menarik tangannya agar mendekat padaku.

"Mocha, lo kenapa? Lo di apain?" sama seperti kemarin Mocha sangat ketakutan dan parahnya kini ada lebam di pipinya, ia langsung menarikku keluar, tapi kini bajunya yang robek sudah ku tutupi dengan jaket ku, lalu kami berada di hotel ku sekarang. Mocha langsung memelukku kencang, aku tak tahan lagi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dari kemarin ingin aku lontarkan.

"ada apa sih cha, cerita ama gue kenapa lo pergi sepagi ini, kenapa lo kemarin seperti orang ketakutan dan ini pipi lo sampe lebam begini, masalahnya apa cha" aku mengeluarkan pertanyaan isi di dalam otakku, aku sungguh sangat penasaran

" sebenernya kemarin gue berantem ama beny, gue ngelihat beny ciuman sama cewek tapi gue coba minta penjelasan sama dia, entah kenapa dia marah dan mau memperkosa gue, gue gak tahu harus cerita ama siapa, gue kabur dari apartmen dia no, gue takut banget, tadi pagi sebelum lo bangun gue udah bangun karna begitu banyaknya panggilan dari beny, dia minta maaf no, gue kira dia beneran ngerasa bersalah tapi setelah gue nyamperin dia di apartmen gue, gue dihajar no ama dia, gue takut no, gue takut ketemu dia lagi , sebelumnya dia orang yang baik, romantis dan juga tipe gue no, makin lama dia minta lebih sama gue dan bukan cuma gue aja tapi sama cewek lain juga no, gue nyesel banget, gue kena karma no"

mocha menangis dipelukanku dia memegang erat tubuhku seperti trauma berat, sebelumnya mocha tidak pernah diperlakukan begitu oleh siapapun aku mengerti sangat berat baginya untuk menghadapi ini seorang diri.

Kubiarkan dia menangis sampai ia tertidur pulas, ku perhatikan raut wajahnya yang pucat, ku ambil peralatan p3k untuk mengobati pipinya yang memar, aku menyesal telah meninggalkannya kemarin, ia pasti sudah sangat trauma dengan perlakuan keji si keparat itu.