Siang itu Karsih benar-benar datang menemui Mbak Tina. Niatnya untuk mencari pekerjaan sudah demikian besar, sepertinya tidak ada lagi yang bisa menghalanginya. Karsih menepati janjinya dengan menemui Mbak Tina di rumahnya.
"Aku pikir kamu tidak serius untuk datang kemari, Karsih," kata Mbak Tina kepada Karsih
"Aku serius Mbak. Aku sangat membutuhkan pekerjaan ini!"
"Baiklah kalau begitu. Ayo kamu masuk ke rumahku! Aku akan pinjamkan kepadamu beberapa kebaya cantik yang bisa kamu gunakan untuk datang ke acara tasyakuran Pak Broto!"
Karsih memasuki rumah Mbak Tina. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia sangat takjub dengan keadaan rumah itu. Rumah yang sangat bersih, perabotannya juga cantik. Semuanya serba baru dan berwarna putih, pasti Mbak Tina mempunyai banyak uang. Apakah mungkin Mbak Tina juga menjadi sinden?
"Ayo cepat ke sini Karsih! Aku akan tunjukkan kepadamu beberapa kebaya yang bisa kamu gunakan saat ini."
Karsih mendekati Mbak Tina.
Mbak Tina kemudian membuka lemari pakaiannya dan meminta kepada Karsih untuk memilih pakaian mana yang ingin dia gunakan.
Karsih bingung, dia tidak tahu harus memilih yang mana. Disamping itu dia juga merasa tidak nyaman bila harus memilih sendiri.
Karsih lantas berkata kepada mbak Tina,
"Sebaiknya Mbak Tina saja yang memilihkan, Karsih tinggal menggunakan saja, Mbak."
"Pilih saja tidak apa-apa, aku sambil mengerjakan yang lain supaya kita tidak terlambat ke tempat Pak Broto. Nanti kalau kita terlambat juragan Darsa akan marah karena saya diberi tugas untuk mengawal beberapa sinden yang sudah datang di sana."
Mbak Tina berteriak-teriak dari tempatnya sambil membenahi beberapa hal yang mungkin akan dia gunakan dan dibawa ke acara Pak Broto.
Karsih kemudian memberanikan dirinya untuk memilih salah satu kebaya yang sangat cantik. Karsih yakin kebaya itu pasti berharga mahal.
"Saya memilih yang ini saja, ya Mbak," kata Karsih kepada Mbak Tina.
Mbak Tina hanya menoleh sebentar kemudian berkata,
"Iya, kebaya itu memang cantik. Aku baru saja membelinya 3 minggu yang lalu. Pakai saja! Coba dipakai dulu! Siapa tahu nanti kebesaran. Kalau kebesaran tidak bagus untuk dipandang."
"Permisi, Karsih coba dulu ya, Mbak?"
"Iya, silakan saja!"
Karsih kemudian mengenakan kebaya itu, mematut dirinya di depan cermin. Karsih merasa dirinya sangat cantik. Sudah lama sekali, dia tidak menggunakan baju-baju bagus dan berharga mahal. Dulu, dia mempunyai banyak sekali koleksi pakaian tetapi sekarang koleksi-koleksi itu telah dijual sejak suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Karsih sering sekali menjual beberapa barang yang dia miliki hanya demi mencukupi kebutuhannya dan juga putrinya.
Karsih terpaksa melakukannya karena dia tidak mempunyai pilihan lain. Dia tidak mempunyai pekerjaan yang bisa dia banggakan. Saat ini Karsih benar-benar bertekad untuk bekerja demi mencukupi kebutuhan dirinya dan putrinya.
Mbak Tina menghampirinya kemudian menyuruhnya duduk di depan cermin. Mbak Tina memoleskan beberapa riasan di wajah Karsih. Ketika polesan demi polesan itu selesai, Mbak Tina kemudian melihat wajah Karsih, "Kamu ternyata sangat cantik Karsih, kalau didandani seperti ini."
"Terima kasih, Mbak. Ini pasti karena kepiawaian Mbak Tina yang merias saya."
"Kalau begitu, sekarang kita berangkat saja ke tempat Pak Broto. Kita bisa segera mengikuti acara Pak Broto agar tidak terlambat. Kalau kita terlambat nanti juragan Darsa pasti marah-marah."
"Baik, Mbak. Saya mengikuti apapun perintah Mbak Tina!"
Karsih kemudian mengikuti langkah Mbak Tina dengan gaun yang dia kenakan. Gaun tradisional yang di model seperti gaya kekinian. Karsih seperti seorang wanita yang sedang disulap dalam rumah kaca. Kecantikan Karsih benar-benar tampak hari itu.
Mbak Tina mengeluarkan mobilnya dari garasi. Kemudian dia memberikan perintah kepada Karsih untuk naik kedalam mobil tersebut. Mereka berdua lantas meluncur menuju ke kediaman Pak Broto.
"Nanti sesampainya di sana, aku akan memperkenalkanmu dengan teman-teman. Mereka pasti akan memberikan kesempatan buat kamu bernyanyi. Kamu bernyanyi saja lagu yang kamu bisa apa. Nanti biar diiringi oleh pianisnya dulu. Tidak usah menggunakan komposisi yang lengkap supaya suaramu tampak bagus."
Mbak Tina memberikan beberapa petuah kepada Karsih. Karsih hanya mendengarkan dan mengikuti saja apa perintah dari Mbak Tina.
"Saya biasanya enggan memberi kesempatan kepada orang baru. Entah mengapa ke kamu saya merasa kasihan, saya seperti merasakan diri saya beberapa tahun yang lalu."
"Jangan lupa, menjadi sinden itu banyak godaannya. Kamu harus kuat. Kalau kamu tidak kuat atau kalau kamu sedikit saja tampak murahan maka akan banyak orang yang melecehkanmu. Karena saat ini banyak laki-laki tidak baik sedang bertebaran. Mereka mempunyai banyak uang lantas mereka menyangka bahwa perempuan bisa dibeli dengan uang mereka begitu saja. Kamu harus mengingat itu jika kamu mau terus bernyanyi dan menjadi sinden bersama kami. Tetapi jika kamu tidak mau maka semua terserah padamu."
"Banyak dari sinden sinden yang kemudian hanyut dengan rayuan yang diberikan oleh lelaki hidung belang. Mereka sepertinya tidak menghiraukan akan akibat yang akan mereka sandang dan kini mereka berhenti tidak menjadi sinden lagi. Apa yang terjadi dengan hidup mereka? Aku tidak mau tahu sekarang ini."
"Apakah itu maksudnya, laki-laki yang kemudian diikuti oleh para sinden yang berhenti itu tidak bertanggung jawab pada hidup sinden sinden itu, Mbak?"
"Ya.., jelas tidaklah! Mereka itu hanya akan mau memberikan kita uang ketika kita telah menyerahkan tubuh kita. Jika tidak, mana mungkin.
Aku memberitahumu agar kamu lebih cerdik dan pintar dalam menghadapi mereka. Sekali saja kamu lengah, sekali kamu tampak murahan, percaya padaku, kamu pasti akan dilecehkan!"
"Iya Mbak. Saya akan mengikuti saran Mbak Tina. Kalau misalnya ternyata saya tanpa sengaja berbuat kesalahan, tolong saya diingatkan ya, Mbak."
Karsih bersikap sangat polos karena kenyataannya memang dia masih polos.
Dunia seperti ini tidak pernah dia masuki selama ini. Dia hanya bekerja saat suaminya memilih meninggalkan dirinya tanpa memberi nafkah sama sekali. Karsih mulai berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menafkahi dirinya sendiri dan juga putrinya. Andai hari ini Karsih masih memiliki suami, dia pasti tidak akan pernah menjadi sinden karena suaminya itu sangat pencemburu. Suami Karsih tidak mau Karsih dilihat oleh orang lain.
Namun takdir memang tidak selalu sesuai dengan kehendak manusia. Tuhan menentukan yang jauh lebih baik pastinya.
Saat ini Karsih baru merasakan bahwa suaminya memang bukan laki-laki yang setia. Sebab sejak berpisah dengan Karsih dan menikah dengan perempuan yang tadinya dia bangga-banggakan, pada akhirnya sekarang mereka juga bercerai. Kabarnya, suami Karsih justru mendapatkan perempuan yang baru lagi, lebih muda dan pastinya lebih cantik.
"Kita sudah sampai di tempat Pak Broto. Ayo kita turun! Jangan lupa, tunjukkan yang terbaik," pesan Mbak Tina membuyarkan lamunan Karsih.
Karsih kemudian turun dari mobil. Dia berjalan mengikuti langkah Mbak Tina dengan hati berdebar.