webnovel

PERKENALAN

Karsih berdiri di samping pohon itu. Dia mematung disana melihat sinden itu bernyanyi dengan sangat merdu. Dalam batin Karsih kemudian menggumam, "Seandainya saja aku bisa bernyanyi merdu seperti itu pasti akan sangat membahagiakan."

Sinden itu cantik. Wajahnya menarik. Kulitnya putih bersih. Banyak lelaki yang kemudian berdiri untuk mendekatinya, sekedar untuk memberikan sawer kepada sang Sinden.

"Banyak sekali uang yang didapat oleh sinden itu," batin Karsih.

Karsih menggumam lagi, "Berapa ya pembagiannya bila setiap hari mereka mendapatkan uang sebanyak itu? Artinya mereka bisa hidup dengan sejahtera hanya dengan mengandalkan suara mereka saja. Harusnya aku juga bisa seperti mereka."

Karsih diam di tempatnya. Dia tidak berani mendekat. Dia hanya menampakan dirinya melalui celah-celah pohon itu.

Bagaimana mungkin dia mendekat ke sana, sedangkan dia tidak mendapatkan undangan pada acara tasyakuran yang digelar pak Broto hari ini.

Pak Broto memang orang paling kaya raya di desanya. Dia senang sekali mengundang sinden untuk bernyanyi. Satu kelompok yang datang itu biasanya pak Broto menyediakan uang sebanyak 3 juta bahkan lebih. Bila sinden yang cantik dan menarik, pak Broto tidak segan-segan untuk memberikan uang tambahan. Pak Broto memang dikenal sangat royal meskipun dia juga nakal.

Cerita tentang Pak Broto sudah bergulir lama di desanya. Meskipun pak Broto telah memiliki 2 orang istri tetap saja dia ganjen terhadap perempuan perempuan yang disukainya. Pak Broto tidak menghitung berapa uang yang dia keluarkan. Yang penting dia mendapatkan kepuasan.

Itu adalah cerita yang selalu Karsih dengar.

"Apakah sebaiknya aku mencoba untuk menjadi sinden melalui pak Broto saja, ya? Tapi apakah mungkin pak Broto akan mengijinkan aku bergabung menjadi sinden? Sedangkan aku tidak pernah bisa menyanyi atau mungkin aku perlu mencobanya."

Karsih jadi bingung sendiri. Dia sangat ingin menjadi sinden untuk mendapatkan uang demi memberikan nafkah kepada putrinya.

Putrinya harus tetap hidup dia tidak boleh menderita seperti Karsih.

Bagaimana caranya untuk menjadi sinden? Harus mendaftar kepada siapa? Karsih masih bingung.

Dia kemudian meninggalkan rumah pak Broto berjalan menuju rumahnya sendiri sambil mencari cara untuk bisa mendaftar menjadi sinden.

"Bukankah sinden itu adalah seseorang yang menyanyi diiringi dengan gamelan. Hanya itu kan tugas sinden? Tentang kejadian yang banyak diceritakan oleh banyak orang di desanya, itu adalah bagian dari penyerta saja. Kalau kebetulan bernasib baik dan bertemu dengan orang baik maka tidak mungkin dia akan dilecehkan."

Hingga kemudian Karsih melihat seseorang melintas di depannya. "Bukankah itu mbak Tina? Ya, itu mbak Tina yang bekerja ditempat juragan Darsa pemilik dari orkestra yang saat ini manggung di rumah pak Broto."

Tarsih berlari tergopoh-gopoh mendekati mbak Tina

"Mbak Tina ....Mbak Tina ....,"teriak Karsih dari tempatnya.

Sambil memanggil nama mbak Tina Karsih pun berlari mengejar perempuan itu. Dia benar-benar ingin menjadi sinden. Setidaknya dia ingin mencoba peruntungannya di sana.

Tapi mbak Tina sepertinya tidak mendengar teriakan Karsih.

Karsih terus saja berlari mengejar mbak Tina.

Hingga kemudian mbak Tina berhenti dan membalikkan badannya,

"Kamu yang memanggil-manggil aku, tadi?"

"Iya, mbak Tina. Saya yang memanggil-manggil mbak Tina tadi. Perkenalkan nama saya Karsih!"

"Iya. Dari mana kamu tahu nama saya? Apa perlunya kamu memanggil-manggil nama saya?"

"Anu.... eee.... anu."

"Kamu itu dari tadi anu ..anu .... Kamu mau ngomong apa?"

"Begini mbak Tina, saya kan janda."

"Terus....."

"Saya butuh uang untuk menafkahi anak saya."

"Terus...."

"Saya mau menjadi sinden mbak Tina."

Akhirnya kalimat itu keluar juga dari bibir Karsih.

Karsih tidak menyangka bahwa dirinya berani berbicara seperti itu kepada mbak Tina. Apa mau dikata, itu memang jadi bagian dari kebutuhan hidupnya. Kasih ingin mencari nafkah yang halal untuk menghidupi putrinya.

Mbak Tina kemudian melotot melihat Kasih. Lantas perempuan itu bertanya, "Apakah Mbak bisa menyanyi?" tanya mbak Tina kepada Karsih.

"Saya mohon mbak Tina memberikan saya kesempatan untuk mencobanya terlebih dahulu sebelum menolak saya, ya?"

Mbak Tina memandang kepada Karsih. Ada raut wajah kasihan di dalam pandangan itu. Mbak Tina merasakan apa yang saat ini diderita oleh Karsih karena dirinya juga seorang ibu tunggal. Dia membesarkan 2 orang anak di rumahnya. Itu sebabnya mbak Tina tahu penderitaan yang dirasakan oleh Karsih saat ini.

"Begini, kamu pulang saja dulu! Kamu pamit kepada anakmu, kalau kamu akan pulang malam.

Lantas kamu datang ke rumahku. Kamu akan saya rias nanti, terus kamu akan saya antarkan ke tempat pak Broto. Teman-teman sedang manggung di sana. Mereka akan pulang nanti pada dini hari. Kamu bisa mencoba suaramu di sana."

Karsih merasa bergidik. Dia yang baru pertama kali daftar tiba-tiba mendapatkan kesempatan untuk menyanyi di acara pak Broto. Apakah tidak akan memalukan kalau seandainya nanti Karsih ternyata tidak bisa menyanyi?

"Mohon maaf mbak Tina! Apakah mbak Tina yakin kalau saya bisa? Apakah tidak sebaiknya saya dilatih dulu?"

"Teman-teman yang saat ini menjadi sinden tidak ada yang dilatih dan tidak ada yang melatih. Semuanya mengalir begitu saja. Mereka telah memiliki talenta untuk bernyanyi. Aku memberikan kamu kesempatan. Kamu bisa saja datang ke rumahku, nanti aku yang akan meriasmu lalu akan aku antarkan kamu ke acara teman-teman di rumah pak Broto.

Di sana kamu bisa mencoba olah vokalmu."

"Kalau ternyata suara saya jelek bagaimana, Mbak?"

"Kalau memang suaramu jelek harus dicoba lagi sampai bagus. Kalau ternyata kamu malu dan tidak mau mencobanya, aku bisa apa? Aku hanya menjadi perantara bukan menjadi satu-satunya orang yang membuat keputusan di tempat itu. Aku juga sebagai pekerja bukan sebagai pemilik. Aku berharap kamu mengerti!"

Mbak Tina memberikan penjelasan panjang lebar kepada Karsih.

Apa yang dikatakan oleh mbak Tina itu memang benar. Bagaimanapun juga Karsih harus mencobanya. Kalau Karsih tidak bisa bernyanyi mana mungkin dia bisa diterima menjadi sinden ? Itu sudah menjadi aturan wajib dan Karsih memahami itu.

"Baiklah mbak Tina. Kalau begitu saya pamit pulang dulu! Sesegera mungkin saya akan kembali ke sini dan menemui mbak Tina di rumah mbak Tina nanti."

"Terima kasih ya Mbak, untuk kesempatan yang diberikan kepada saya!"

Karsih kemudian bergegas pulang ke rumah. Ada rasa bahagia di hatinya. Dia akan mendapatkan nafkah untuk membahagiakan putrinya.

Dalam perjalanan pulang Karsih bersenandung tentang banyak hal. Karsih berharap hidupnya ke depan jauh lebih baik tidak seperti sekarang yang serba kekurangan.

Karsih juga ingin hidup seperti orang kebanyakan dengan cara wajar dan tidak senantiasa diliputi dan diselimuti oleh ketakutan. Karsih akan mencoba peruntungannya menjadi sinden. Dia berharap menjadi sinden adalah satu salah satu jalan keluar baginya untuk mencari nafkah.

Next chapter