Ketangkasan, kelincahan, dalam menangkis seorang lawan. -Juna
🍁🍁🍁
Antariksa yang melihat Juna memakai jaket logo elang dengan tulisan Leader Meteor pun heran. Sepulang sekolah dan selesai sholat duhur, Juna berpamitan padanya.
"Tawuran?" tanya Antariksa tak suka, masa mudanya dulu tak pernah menjadi badboy cap kelas ikan arwana.
"Gak yah. Ada misi penting. Juna gak mau dia kenapa-napa," jawab Juna serius.
Antariksa mengernyit. "Dia siapa? Misi apaan? Awas aja ya kalau ujung-ujungnya tawuran, ayah gak suka," tekan Antariksa tegas. Walaupun ia jarang melihat Juna pulang babak belur, tapi tawuran juga mengkhawatirkan kalau nyawa Juna belum tentu masih ada.
"Laura, tadi dia gak masuk sekolah. Jaka udah ngelacak ponselnya, Laura berada di lokasi hutan belantara," jelas Juna, ia tau Antariksa tak ingin dirinya celaka.
Antariksa menggeleng. "Gak, daripada ngurusin Laura yang gak tau siapa, mending sama Tiara. Ajak dia jalan, belajar bareng gitu," dirinya baru tau Juna mengenal cewek selain Tiara. Antariksa akan menelusuri siapakah Laura dan dari keluarga mana. Rasanya, nama itu tak asing baginya.
"Yah, kalau bukan Juna dan temen-temen yang lain siapa lagi peduli sama Laura?" sanggah Juna memperkuat pendiriannya. 'Jalan? Belajar bareng sama Tiara? Ogah, yang ada modus sama belanja terus-terusan. Emang cewek sekarang matre semua apa ada sisa satu yang nggak?' batin Juna bertanya-tanya. Kalau ada sisakan satu untuknya. Aku kak sama readers siapa tau ada.
"Laura pacar kamu?" tanya Antariksa to the point. Mencemaskan seorang perempuan dan keselamatan adalah kepedulian langka bagi Arjuna Zander Alzelvin.
"Lebih tepatnya calon sih yah," jawab Juna cengengesan. Tak peduli jika Antariksa marah.
"Bentar apa lama? Awas aja ya kalau pulangnya malem banget. Black card, Lamborghini, motor ninja, akses Wi-Fi, ayah tutup dan sita," nasehat Antariksa seperti biasanya.
Juna menghela nafasnya. "Iya yah, Juna bakalan pulang cepet kok. Doain aja kesini sampai selamat," Juna salim mengucap salam, pamit pada Antariksa. Akhirnya sang ayah mengizinkannya namun harus pulang cepat.
Antariksa menggeleng heran. "Kenapa Juna sama sekali gak ada sifatku ya? Seneng belajar, ikut organisasi, bantuin orang tua di rumah," Antariksa menarik nafasnya, lelah. Jika dirinya dulu di marahi oleh Bintang masalah jemuran, menyapu, mengepel, memasak, cuci piring, cuci baju, dan setrika. Berkebalikan dengan Juna, sepulang sekolah nongkrong dengan teman-temannya, pulang tepat maghrib tanpa menyapu atau mengepel rumah.
"Anak kamu Rin," gumam Antariksa setelah Juna pergi.
🍁🍁🍁
Geng Meteor berkumpul di markas mereka. Juna siap dengan tongkat baseball-nya berjaga-jaga jika penjaga disana banyak.
"Nanti, Satya, Jaka, sama Sam berjaga di luar ya. Karena saya yakin kalau disana pasti ada penjaganya, gak mungkin Laura di tinggal sendirian gitu aja. Pasti ada maunya nyulik calon pacar saya itu," ucap Juna mengatur strategi.
"Radit sama Adit kenapa gak ikut bos?" tanya Alvaro heran, biasanya kakak-adik itu ikut. Sudah hal biasa jika pulang dengan keadaan babak belur.
Juna menggeleng kuat. "Gak! Mereka gak boleh ikut, saya gak mau terjadi apa-apa. Bagaimana dengan ibu Yuli nantinya?" pasti panti asuhan kasih ibu khawatir Radit dan Adit kenapa-napa.
"Baik bos. Di luar markas sudah ada 30 pasukan," lapor Jaka setelah menerima pesan dari salah satu anggotanya.
"Berangkat," Juna memimpin langkah. 'Semoga Laura baik-baik aja. Tunggu aku Laura,' batin Juna harap-harap cemas.
🍁🍁🍁
Selama perjalanan anggota Meteor memenuhi jalanan, dari yang membawa motor ninja, mobil Alphard, terakhir Lamborghini milik Satya berada di barisan paling belakang.
Satu jam mereka tempuh menembus hutan belantara yang lebat dan jauh dari jangkauan masyarakat.
Ada 5 penjaga di pintu luar, berperawakan tinggi, kekar, serta pandangannya tak lepas dari segala sisi manapun.
Hingga salah satu dari mereka kehadiran orang asing pun menodongkan pistol-nya.
Juna berbisik pada Jaka. "Yang lain lewat jalan pintas belakang. Biar saya yang nangani ini dan pasukan lain,"
Jaka mengangguk faham. "Baik bos. Ayo 10 orang ikut gue," Jaka menoleh pada pasukannya. Mereka mengangguk.
Juna dan 20 anggota lainnya mulai melawan 5 penjaga tersebut. Melumpuhkan lawan, menangkis, serta mengambil alih senjata mereka.
Juna menyudutkan satu penjaga dengan menodongkan pistol di wajahnya, bersiap menembak sebelum penjaga itu mengaku siapakah di balik penculikan Laura.
Penjaga itu ketakutan. "Ampun, saya gak tau apa-apa. Saya cuman di suruh,"
Juna tersenyum remeh. "Tidak tau apa-apa? Lalu di suruh siapa?" tanya Juna baik-baik.
"Tuan Adnan," jawabnya takut-takut.
Juna berdiri, menyisipkan pistol di saku celana. Keributan di dalam menandakan Jaka dan 10 anggota lainnya sudah menyerang, saling pukul tanpa henti.
Juna semakin masuk ke dalam, mencari celah sembari menyingkirkan Rizky dan Irham yang terus saja menghalangi jalannya.
"Kalian berdua minggir. Gue gak sudi mengotori tangan dengan darah kalian," Juna mengeluarkan pistolnya. Rizky dan Irham memundurkan langkahnya, tak ingin mati di tangan ketua geng Meteor yang sombong ini.
Juna kembali menelusuri beberapa ruangan yang di tutup, terkunci. Ia mendobrak satu-persatu. Nihil. Hingga berada di ruang tengah, Adnan yang sudah terkapar tak berdaya karena kemampuan Jaka dalam bela dirinya.
"Gue gak secepat itu buat nyerah. Geng Batalion gak kenal kalah," ucap Adnan susah payah dengan nafas tersengalnya.
"Dimana Laura?" tanya Juna dingin. Pasti Laura di tempatkan di ruangan khusus.
"Bawa duit gak?" tanya Adnan remeh. Ia pikir Juna tak akan menemukan Laura, geng Meteor cerdas dalam apapun, dari melacak, membobol, dan mencuri data. Tapi itu semua hanya untuk membasmi kejahatan semata, entah narkoba, atau barang-barang yang di perdagangkan secara illegal.
"Udah bos, cari aja Laura dimana. Biar gue yang jagain Adnan," titah Jaka, ia tak ingin Juna terpancing emosi.
Juna mengangguk. Menelusuri seluruh ruangan, pintu ke pintu, hingga di ujung Juna melihat pintu yang di gembok.
'Untung Satya saranin gue bawa nih jepit,' batin Juna lega. Ia meraih gembok itu, memasukkan jepit, memutar dan terbuka. Disana, Laura tertunduk dengan isak tangis yang terdengar pilu di telinga Juna.
Juna melangkah menghampiri Laura, melepaskan ikatan tali yang menjeratnya begitu kuat, hingga meninggalkan bekas merah di tangan Laura.
Merasa ada yang menolongnya, Laura menatap orang itu.
'Kak Juna. Terima kasih Tuhan, engkau telah mengabulkan doaku,' Laura lega akhirnya Juna datang.
Juna meembuang slyer yang membekap mulut Laura.
"Ayo, pulang," dua kata mampu membuat hati Laura berdesir hangat, ia salah jika Juna tidak peduli, Juna kejam, dan cuek. Tapi sekarang Laura membuktikannya Juna itu seperti sosok ayah yang Laura inginkan selama ini.
Keduanya berjalan keluar dari rumah kosong itu. Geng Meteor berhasil melumpuhkan pasukan Batalion dan beberapa penjaga dan sang ketua.
Juna menepati janjinya, pulang sebelum maghrib.
'Ayah, lihat Juna. Berhasil bawa pulang Laura,' Juna menatap langit yang mulai berubah jingga, senja sore itu menjadikan sebuah awal mula Juna jatuh cinta pada Laura.
🍁🍁🍁
Like dan komentar kalian very berharga bagi me 😅