Dimana... Dimana.. Dimana... Ku harus mencari dimana.. -Juna
🍁🍁🍁
"Laura pulang sendiri. Dia gak mau aku anterin pulang," jawab Bram seadanya, menutupi sedikit tentang Laura yang jalan kaki. Bisa-bisanya Juna me-wawancarainya.
"Sendiri? Kenapa lo biarin gitu aja?" tanya Juna nada suaranya meninggi. Beberapa pasang mata memperhatikannya.
"Ada apaan sih itu?"
"Tadi nama Laura di sebut-sebut gitu,"
Yang tadinya ingin ke kantin mengurungkan niatnya, ingin menunggu kelanjutan Juna yang marah dengan Bram.
"Laura emang gak mau pulang sama gue. Jadi, kalau lo mau marah sama gue silahkan," kata Bram kesal hingga panggilan yang biasanya 'aku-kamu' beralih 'lo-gue'.
Juna kembali mencari Laura di perpustakaan, nihil.
Juna memilih kembali bergabung dengan keenam manusia lain karakter itu.
Alvaro ngupil hingga Satya si bersih suci dari noda dan kotoran pun melempar tisu tepat mengenai wajah Alvaro.
"Lagi makan juga. Malah ngupil di depan gue. Sana, nyari tempat yang aman," kesal Satya, selera makannya menurun padahal bakso granat beranak itu kesukaannya.
"Lo doang yang ifeel Sat. Sam, Jaka, Radit, Adit aja gak. Komentar ternyinir cuman lo doang Sat," ucap Alvaro tak terima.
Seorang balita berumur 4 tahun itu mencari sosok kakak-nya. Karena di rumah tidak ada siapa-siapa dan kedua orang tuanya tengah ada proyek bisnis di luar kota.
Nafisa menoleh kanan-kiri mencari keberadaan Satya. Boneka harimau yang di peluk, pipi gembul menggembung lucu, binar mata yang mampu membuat siapa saja gemas.
Seisi kantin heboh dengan kehadiran anak kecil yang sangat lucu. Beberapa dari mereka mendekatinya, namun dengan polosnya Nafisa bertanya.
"Bang Satya ada gak? Aku kangen nih, di lumah gak ada capa-capa," ucap Nafisa dengan lugunya.
"Adiknya Satya? Ya ampun, gemay banget ceunah,"
"Bisa modus dikit lah sama adiknya, siapa tau kan Satya jadi luluh sama gue,"
"Bang Satya. Nafisa kangen nih," teriak Nafisa lantang, merasa namanya di panggil Satya menoleh mendapati adiknya yang di kelilingi para ciwi gemas dengan sang adik.
Satya menghela nafasnya. 'Masa iya Nafisa gue bawa ke sekolah? Ya kali, kayak Daddy muda aja. Tapi mama mudanya belum ada, nasib oh nasib,' batin Satya menggeleng pilu.
"Adik lo ngapain ke sini Sat?" tanya Sam heran, jika Ara sudah kekeuh tak bisa di ganggu gugat.
Satya menghampiri sang adik, menggendongnya.
"Adik kenapa kesini?" tanya Satya kalem. Mendengar kelembutan suara Satya bak sutra itu para cewek yang ada berteriak histeris.
"Waduh kalau ngomong kayak nyanyi,"
"Bukan lagi nyanyi, nembang iya,"
"Astaga calon suami gue ngurus anak pinter banget,"
Satya membawa Nafisa ke meja dimana geng Meteor berkumpul.
"Hai Nafisa cantik. Sini sama om Sam," Sam berusaha semanis mungkin karena Nafisa selalu rewel ketika ada dirinya.
Nafisa menangis. "Huwaaa, om Sam nakal kak. Hajal aja cekalang," Nafisa menarik-narik seragam Satya.
Alvaro, Jaka, dan Juna tertawa lepas melihat Sam menderita.
"Dit, cuman kalian yang bener-bener temen," Sam merangkul Radit dan Adit terharu.
"Sam, tampang lo kriminal apa gimana? Sampai adik gue ketakutan gini," tanya Satya yang kini me-nina bobokan Nafisa agar tidur.
"Terserah deh. Orang ganteng gini, liat aja bakalan banyak yang ngantri rebutan," Sam membenarkan jambul katulistiwa-nya.
Jaka menye-menye. "Buah mangga manalagi. Tingkat pede sangat tinggi,"
"Ssstt, kalian jangan terisak. Adik gue mau tidur," lirih Satya. Nafisa masih sayup-sayup.
"Berisik Sat," koreksi Sam datar.
"Gimana? Laura ketemu gak?" tanya Alvaro yang hanya menggerakkan bibir tanpa suara.
"Apanya? Gue gak denger dodol," kesal Juna, ia bukanlah Alvaro yang pandai membaca gerak bibir bicara orang.
Alvaro mendekati Juna, berbisik. Juna merinding seperti bisikan roh halus.
"Gimana? Laura ketemu gak?" bisik Alvaro, Juna menjauhkan dirinya. "Merinding ah, geli,"
Sam tersenyum menggoda. "Geli apa gulali?" sepertinya Sam krisis kelaparan, batagornya sudah habis. 2 ribu tidak cukup mengganjal perut, lebih unggul uang saku untuk bensin daripada jajan. Ada yang sama kayak Sam?
"Geli Sam," koreksi Jaka datar. 'Ku ingin berkata rasa,' batin Jaka gemas.
"Gak tau Al. Bram kemarin gak nganterin pulang Laura, dia sendiri," jawab Juna lesu, tak biasanya Laura begini.
"Tenang, biar Jaka yang nyari Laura sampai ketemu. Dia kan otaknya ember," Sam menepuk bahu Juna dua kali, memberikan ketabahan, kesabaran, keikhlasan.
"Encer Sam!" ucap Radit, Adit, dan Alvaro geregetan.
"Nah iya, itu maksud saya,"
Nafisa sampai terbangun karena suara teriakan itu.
Nafisa menguap. "Hoam, ada apa kok lame banget tadi?" tanya Nafisa penasaran, menatap semua anggota geng Meteor yang terdiam. Nafisa terbangun karena Sam si typoable dalam perkataan.
"Gak tadi om Sam habis ngompol. Makanya heboh," jawab Satya seadanya. Nafiaa mengangguk faham, mudah sekali membohonginya.
"Om Sam gak pakai popok ya? Aku aja pakai," kata Nafisa mengundang tawa seisi kantin, luntur sudah kegantengan Sam.
"Kamu jangan kayak om Sam ya. Gak baik, mending nurut sama kakak," Satya menambahi penyedap rasa, Sam hanya tersenyum kaku, sebesar gajah ini masih ngompol?
Bel istirahat telah usai, geng Meteor menuju ke kelas SEBELMA. Dengan Satya yang masih menggendong Nafisa.
Sampai bu Setyaningrum datang pun syok Satya membawa balita entah milik siapa.
"Itu anak kamu Satya? Sama siapa?" tanya bu Setyaningrum curiga, seisi kelas hanya diam tak ingin menjawab, salah kata poin melayang.
"Aku adiknya bang Satya bu. Di lumah gak ada capa-capa," jawab Nafisa dengan lugunya, bu Setyaningrum mengurungkan emosinya.
"Oh adik. Sini nak, bang Satya mau belajar dulu. Biar pinter," bu Setyaningrum menghampiri adiknya Satya. Menggendongnya agar Satya bisa fokus dalam pelajaran.
"Kamu ambil roti di tas ibu ya nak. Kamu makan, duduk disini, jangan kemana-mana. Karena mereka mau belajar, mengerti kan?" bu Setyaningrum mengusap kepala Nafisa sayang. 'Seandainya kamu masih hidup nak, pasti sudah sebesar ini,' batinnya sedih mengingat kepergian sang buah hati tepat seusai melahirkan.
"Mengelti," Nafisa mengangguk patuh.
"Bang Satya halus pintel bial bisa sekolahin aku. Semangat bang Satya," Nafisa menyemangati sang kakak.
'Astaga, udah gue bilang panggil aja kak Satya. Jangan bang Satya,' Satya ingin mengigit pipi gembul adiknya yang terlalu polos itu.
Sam dan Alvaro terkikik geli.
"Tuh di semangatin sama adik sendiri. Sama doi kapan Sat?" tanya Sam menggoda, apakah Satya masih normal? Tidak ada yang tau, Satya jarang berinteraksi dengan cewek mana pun.
"Gue gampar pakai ini mau?" Satya menodongkan kotak pensil milik Jaka. Sang empu merampasnya. "Heh, enak aja pakai punya gue. Mahal tau, sama kayak tupperware, kalau ilang di marahin nyokap," semprot Jaka galak.
"Iya-iya, Sam tuh bikin hati gue ikan tongkol aja," dumel Satya jengah.
"Dongkol Sat," koreksi Jaka datar.
Sedangkan Juna memikirkan Laura terus-terusan. Bagaimana kondisinya, dimana dia berada, hingga Juna berpikiran negatif jika Laura di culik.
🍁🍁🍁
Like dan komentar kalian penyuntik semangatku 😯 humor receh? Itulah aku 😅