webnovel

Perasaan malu yang tak tertahankan

Ternyata ia tidak sepenuhnya melupakan anaknya tersebut. sejujurnya Kania cukup suka anak kecil. Kalau saja Tara mengatakan dia mengadopsi adik untuk Kania, pasti dia sudah menyayangi Mikaela tanpa berfikir dua kali. Bukan merasakan kecanggungan seperti saat ini.

Setelahnya Kania mengakhiri kegiatannya dengan makan. Mengisi ulang energinya sambil menyusun rencana esok hari. Mungkin dia bisa berburu lagi. atau setelah makan saja dia sambung kegiatannya. Tapi dia mengurungkan niatnya terlalu lama meninggalkan Mikaela. Mengingat bibi yang perlu mempersiapkan makan malam juga. Ia tidak mengkhawatirkan Mikaela yang ditinggal lama, tetapi dia khawatir bibi akan kerepotan.

"Mang, tolong dibantu ya!" ujar Kania pada pekerja di rumahnya tersebut saat Kania sudah sampai dengan tumbukan kantong belanja pada tangannya. Sementara masih banyak barang lainnya yang tertinggal di mobil. Kania menjejerkan semua itu di ruang tamunya. Tidak lupa dia menghenyakkan tubuh lelahnya di kursi sofa sana.

"Kania, kamu dari mana saja?" Tara bertanya pada puterinya tersebut ketika Kania duduk sambil memijat kakinya. Tidak mudah memakai high heels selama berjam-jam memang. Tapi raut senang masih tampak di wajahnya.

"Berolahraga!" ujarnya santai membuat Tara menaikkan alisnya.

"Dari yang papa lihat kamu sedang berusaha membuat Genta bangkrut!" ujar Tara melirik semua tas belanjaan Kania yang tidak bisa dikatakan sedikit itu.

"Pa, aku sedang berinvestasi! Papa enggak tahu ya?" ujar Kania tidak terima.

Kania membongkar lagi barang-barangnya. "Huu baby!" ujar Kania menciumi tas paling favorit yang membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama itu. "Lihat deh, pa, simple dan elegan. Cantik banget sumpah. Aku langsung jatuh cinta saat pertama kali melihatnya."

Tara berdecak. "Kamu seperti tidak pernah belanja saja sebelumnya."

"Memang tidak pernah!" ujar Kania masih fokus pada barang tersebut. "Papa membatasi terus uang sakuku!"

"Hanya sampai kamu selesai sekolah. Papa bahkan memberikan lebih saat kamu kuliah."

Kania tidak menjawab. Ia lelah berdebat terus dengan Tara mengatakan dirinya berasal dari masa lalu. Makanya Kania lebih memilih melihat satu kotak kemudian diberikannya untuk papanya. "Aku juga punya satu untuk papa!" ujarnya memberikan dasi pada ayahnya tersebut. "Aku tidak melupakan kalian!"

"Mungkin ini bisa untuk bibi dan mamang!" ujar Kania memberikan dua tas lainnya pada asisten rumah tangganya.

"Ta, lihat kelakuan isteri lo! Gue udah peringatan lo dari awalkan?! Jangan manjakan Kania dengan kartu hitam itu? sekarang lihat hasilnya." Tara berkata pada kawan sekaligus menantunya yang baru pulang bekerja tersebut.

"Buat Om Genta juga ada kok! Tenang aja!" ujar Kania memberikan dasi yang sama tapi dengan warna yang berbeda pada suaminya. Kania tampak lebih bersahabat kali ini. Otot jijiknya pada Genta sedikit mengendur. Memang benar kata orang, belanja mampu mengobati suasana hati banyak perempuan.

"Kania, kamu masih dengarin papa enggak sih? Papa benar-benar tidak suka kamu bertingkah seperti ini," ujar Tara memberikan sedikit ketegasan pada puterinya.

Kania memainkan bibirnya kecut. Ia tahu Tara tidak suka dengan tindakannya tapi dia meluapkan kemarahannya tanpa peduli pikiran Tara. "Aku mau masuk kamar dulu! Dah papa!" ujar Kania memasuki kamarnya dengan menenteng tas.

"Biar saya yang bawakan!" ujar Genta pada isterinya tersebut. setelahnya ia menyusul isterinya meletakkan barang-barang Kania di ruang pakaian itu. bahkan baju-baju Kania sudah sangat banyak. Beberapa yang masih baru belum sempat dicobanya. Sekarang Kania sudah menambah stok lagi. Genta harus turun dua kali untuk berhasil membawakan semua belanjaan isterinya.

"Kalau Om Genta mau marah juga seperti papa, aku enggak peduli!" ujar Kania dengan wajah masam. "Aku memang boros seperti ini kalau lagi belanja. Om bisa menuntut cerai aku kalau Om enggak suka."

"Saya enggak akan menceraikan kamu hanya karena kamu berbelanja seperti ini. Saya suka ketika kamu menghabiskan uang saya. Itu berarti saya tidak sia-sia dalam bekerja. Saya suka ketika kamu menguras isi dompet saya. Tapi … apapun yang Tara katakan kamu enggak boleh bersikap kurang ajar seperti tadi kepada Tara. Bagaimanapun juga itu papa kamu. kalau sudah tenang minta maaf sama papa ya?"

Kania menarik nafasnya. "Okeh …" ujar Kania lesu.

Genta berdecak tipis. "Gimana tadi belanjanya? Kamu senang?"

Kania menganggukkan kepalanya tanpa berfikir. "Aku bahkan berencana menginspeksi pusat perbelanjaan lainnya besok."

Genta tertawa. Kata 'inspeksi' kurang pas bagi Kania yang hanya berbelanja di pusat perbelanjaan. Dia bukan petugas berwajib yang memberikan sidak dadakan untuk semua toko yang ada disana. Tapi mungkin Kania memang akan 'membongkar' tempat itu untuk memborong semua barang yang dia suka.

"Kamu juga tampak lebih cantik hari ini," bisik Genta.

"Ya iyalah orang tadi aku perawatan!" ujar Kania dengan senyuman pada bibirnya.

"Saya senang jika kamu tersenyum lagi seperti ini. Seminggu belakangan kamu membuat saya cemas, sayang!" ujar Genta entah kenapa membuat Kania menghangat mendengar perkataan laki-laki itu.

Tidak hanya perasaan hangat, dia juga merasakan degupan pada Jantungnya. Oh tidak! Ia menolak cepat dengan kegilaan yang baru dirasakannya. "Aku harus menemui Mikaela dulu!" ujarnya memberi jarak untuk dirinya dan Genta.

"Sayang, kamu tidak ingin mandi dulu?" Genta menahan tangan isterinya.

Kania dengan cepat menepisnya. "Ih, Om Genta, apaan sih! Jijik tahu enggak! Aku udah peringatin ya Om, jangan aneh-aneh." Kania memberikan ketegasan lagi pada suaminya.

Genta mengerutkan keningnya. "Apa saya salah menyarankan kamu untuk mandi?"

"Pasti maksud Om Genta sekalian mandi bersamakan? Enggak ya, Om! Jangan harap!" tolak Kania mentah-mentah.

Genta tersenyum tipis. "Kapan saya meminta minta mandi bareng sama kamu? maksud saya menyarankan kamu mandi itu karena kamu dari luar. Kita tidak tahu virus apa yang sudah menempel di tubuh kamu. mencegah yang terbaik untuk Mikaelakan enggak ada salahnya, sayang. Apalagi dalam kondisi seperti ini."

Wajah Kania memerah. "Ehm, gitu maksudnya. Oke deh, aku mandi dulu." Kania rasanya ingin menenggelamkan dirinya pada lantai yang berada di bawahnya. Dia merasa malu sekali.

"Tapi kalau kamu mau kita mandi bareng sih, saya ayuk-ayuk aja ka!"

"Jangan ngarep Om!" Kania dengan wajahnya yang masih seperti kepiting rebus segera berlari ke kamar mandi setelah melemparkan handuk pada Genta.

"sayang, kalau kamu enggak bawa handuk gimana nanti keluarnya?" Genta masih bersorak.

"Om Genta!" geram Kania penuh amarah. Apalagi dicampur dengan perasaan malu yang menyusupi tubunya. Genta terpaksa mengulum senyumnya dengan kelakuan isterinya itu. ia ingin tertawa terbahak-bahak tapi takut Kania semakin mengamuk.

"Sayang, handuknya saya gantung di pintu ya," teriak Genta sebelum keluar kamar. Begitu berada di luar kamar barulah Genta mengeluarkan semua tawa yang tadi ditahannya.

"Ka', kenapa sih kamu selalu menggemaskan sayang?" bisik Genta sambil geleng-geleng kepala. Ia merasa lucu sekali melihat wajah malu Kania.

***