webnovel

Kania Healing

Berdasarkan gejala yang terjadi pada Kania, perempuan itu divonis mengidap depresi pasca melahirkan. Penyebabnya mungkin kelelahan ditambah dengan perasaan insecure dengan perubahan tubuh Kania. Tentu saja hal tersebut mustahil. Benar-benar mustahil karena Kania adalah seseorang yang melakukan perjalanan waktu. Tapi siapa yang akan percaya padanya?

Kania kesal sekali dengan sikap psikolog itu. tingkahnya seolah percaya sekali dengan Kania. Kenyataannya tidak jauh berbeda dari Genta dan Tara yang menganggapnya gila.

***

"Pa, kalau sekarang umur kania 22 tahun, maka aku berasal dari masa lalu. Aku harus menemukan kotak musik pemberian Om Genta." Percuma saja sampai mulut Kania berbusa meyakinkan hal yang demikian tapi tidak ada satu orangpun yang percaya dari mereka.

"Aku harus menemukan sendiri," ujar Kania membuka lemari pakaiannya. Perempuan itu mengobrak-abrik semuanya yang ada disana. memeriksa setiap laci, mencari keberadaan kotak musik tersebut.

"Sayang, apa yang kamu lakukan?" tanya Genta yang melihat isterinya melempar banyak barang di mana-mana.

"Om kalau enggak ingin bantu cari kotak musik itu, lebih Om berada di luar," ujar Kania mengusir suaminya. Pandangannya masih berfokus mencari.

"Jangan-jangan aku taruh di gudang," bisik Kania pada dirinya sendiri. Secara sudah banyak barang-barang baru yang bergerilya disana.

Kania hendak berjalan keluar dari kamarnya melewati Genta tapi suaminya itu langsung menariknya. "Sayang, jangan seperti ini, saya mohon," ujar Genta berurai air mata.

Kania mengerutkan keningnya. "Apa sih Om? Bisa lepasin enggak!" perempuan itu memberontak. "Aku harus cari kotak musiknya."

"Ka' kalau kamu marah sama saya, ngomong aja. Jangan kayak gini! Please!" Genta bahkan sampai menitikkan air matanya melihat kelakuan Kania.

"Lepasin aku Om!" teriak Kania keras sampai akhirnya berhasil mendorong tubuh Genta. Kania keluar kamar, dia mencari gudang yang lain. bukan sebelah kamarnya yang sudah pasti dialih fungsi menjadi kamar Mikaela. Kania berjalan ke belakang rumah.

"Sayang, tolong aku akan …"

"Biarin aja Kania kayak gitu dulu." Tara menahan bahu teman sekaligus menantunya. "Biarkan Kania mencari kotak musik itu dulu. Biar dia puas." Tara juga menjelaskan beberapa hal yang dikatakan oleh psikolog padanya. Bahkan Kania disarankan untuk ke psikiater. Hal ini menjadi kekhawatiran Tara. Genta yang mendengar penjelasan itu hanya bisa mengusap wajahnya.

***

Seminggu sudah Kania mencari seluruh kotak musik itu. mulai dari kamarnya, gudang, laci ruang tamu, dapur, semua tempat sudah dicari Kania tapi hasilnya nihil. Tidak ada satupun yang bisa Kania temukan. Menurut Bibi, Kania pernah menyumbangkan beberapa barang.

Alhasil Kania kehilangan harapan. Dia sudah mulai lelah tapi belum bisa menerima keadaan. Apalag ketika Kania memikirkan kemungkinan bahwa dia sudah menyumbangkan kotak musik itu? Kania frustasi dengan keadaan itu.

"Gimana caranya gue kembali ke masa lalu? Come on, Kania! Minggu depan lo ada tour sekolah!" bisik Kania pada dirinya sendiri.

Kania menenggelamkan kepalanya pada meja riasnya. Frustasi dan ingin menyerah. "Ting!" Kepala Kania terangkat ketika mendengar suara notifikasi pada ponselnya. Tidak butuh waktu lama bagi Kania untuk membukanya. Untung saja ponselnya menggunakan fitur finger kalau tidak, bisa kacau Kania membuka pola ponsel yang belum bisa dia ketahui. Notikasi yang masuk itu berisi pesan memperitahuan teman-temannya, beberapa orang yang menambahkan cerita ke akun media sosial.

Kania berselancar beberapa saat. Mencari apa yang trend saat ini. Banyak yang berjoget, banyak yang membuat parodi dan segala macamnya. Juga ada vlog. Tahun 2017 lalu, dalam benak Kania belum ada fenomena yang seeksis itu. isi sosial media itu benar-benar membuat Kania tertarik.

"Aha? Why not?" tiba-tiba otak Kania terpikirkan sesuatu. Perempuan itu berdecak kecil. Ia membuka lemari yang sudah dirapihkan oleh bibi itu. Kania mengacak-acaknya lagi. tapi kali ini bukan mencari kotak musik. Melainkan mencari baju yang sesuai dengan tubuhnya yang berlemak itu.

Kania terpikirkan untuk keluar rumah, hal yang mungkin saja mampu membantunya keluar dari perasaan frustasi. Tapi sebelum itu Kania keluar kamar, menanyakan pada bibi perihal alat breast pumpnya. Ia merasa perlu mengosongkan yang penuh dulu agar tidak merembes keluar. Seminggu menjadi seorang ibu, Kania tahu bahwa asinya cukup banyak jadi sering tumpah keluar. Tapi ia baru tahu asi bisa dipompa. Itu membantu Kania. Setidaknya ia tidak menyusui Mikaela secara langsung memberikan efek geli dan perih pada tubuhnya.

"Tidak mudah menjadi seorang ibu," bisik Kania pada dirinya sendiri. Ia menggumam dengan decakan kecil.

Dokter memang memberikan solusi juga untuk Kania menggunakan breast pump dulu sementara waktu jika dia tidak nyaman dengan kondisi dirinya yang masih lecet karena hisapan Mikaela. Bagaimanapun juga Mikaela belum disarankan untuk diberi susu formula. Meskipun menjadi seorang ibu merupakan kondisi tidak siap lainnya yang dirasakannya tapi dia berusaha menekan egonya untuk bayi mungil itu.

"Non Kania mau kemana?"

"Bilang saja aku butuh udara segar!" pamit Kania terakhir kali sebelum meninggalkan Mikaela pada wanita tua itu. Bibi pasti mampu menjaganya sekedar beberapa jam.

Sudah difasilitasi menggunakan mobil dari ayahnya membuat Kania tidak canggung lagi berkendara. Meskipun banyak jalan baru dan gedung baru yang ditemuinya di luar rumah dari yang terakhir kali. Tapi Kania bisa menemukan denah lokasi dengan kecanggihan teknologi yang semakin maju.

Tempat pertama yang Kania kunjungi tentu saja perawatan tubuh dan wajah. Dia sudah tidak tahan dengan tubuhnya yang banyak kendor dan lelah. "Sayang kamu tetap menggemaskan, kok!" sekalipun Om Genta mengatakan hal itu ribuan kali padanya Kania tidak percaya. Lagipula bukan pandangan Genta yang menjadi fokus utamanya. Melainkan dirinya sendiri.

Selesai melakukan perawatan Kania melanjutkan proses 'healingnya' yang kedua. Apalagi bukan berbelanja. Terlebih lagi setelah dia mengetahui Genta memfasilitasinya sebuah kartu unlimited yang tentu saja sangat jauh berbeda dari uang saku yang diberikan oleh Tara padanya selama ini. Bukan Tara tidak memberikan kemewahan, tapi Tara masih membatasi uang sakunya. Mengingat Kania masih remaja.

Bayangkan betapa senangnya Kania ketika menemukan kartu hitam tersebut dalam tasnya. Mungkin dari sekian banyak kesialan yang ia sesalkan semenjak dia lompat waktu ke masa depan, hal yang satu ini paling Kania senangi. Senang menjadi isteri 'sugar daddy' seperti Genta.

Oh! Tentu saja Kania tahu sekaya apa suaminya. Ia juga tidak peduli akan menguras uang belanja Genta lebih banyak. Anggap saja kompensasi karena Genta sudah menikahinya. Hal yang masih Kania anggap konyol sampai saat ini dari Omnya itu. Masih merasa Om Gentanya seharusnya bisa waras sedikit untuk berfikir seribu kali akan menjadikan Kania isterinya.

"Halo Mbak Kania, sudah lama tidak bertemu." Karyawan tersebut langsung menyapa Kania ketika Kania memasuki toko. Oh! Sudah lama tidak bertemu katanya? Berarti Kania pernah kesana sebelumnya.

"Kebetulan kami punya barang koleksi bagus, Mbak! Bisa Mbak Kania lihat dulu!" pegawai tersebut melayani Kania dengan sopan.

Kania menghampiri tas dari merk ternama tersebut. Gila! Dia langsung jatuh cinta. Ia tidak perlu memikir dua kali untuk mengiyakannya. Selanjutnya Kania membeli pakaian. Ia juga tidak lupa membeli sepatu beberapa pasang yang melengkapi semua tas dan sepatu yang dimilikinya. Ia juga berhenti di tempat bayi ketika melihat mainan lucu untuk Mikaela.