1 Tertangkap basah

Saat mata berbicara, kini bibirlah yang terkunci. Elena membelalakan matanya takjub tak percaya sudah berada di pinggiran surau.

Awalnya ia hanya sering mendengar saja kata surau. Tempat perkumpulan orang-orang yang percaya tuhan.

Tapi, kini dia melihat dengan mata kepalanya sendiri orang sekitarnya sedang berjejer rapi bergerak kompak mengikuti gerakan ketua paling terdepannya, itu semua di lakukan di ruangan kosong tanpa kursi dan meja di tengahnya dan berdinding kaca.

Cukup menyentuh hati Elena.

Saking terlenanya, Elena tak sadar bahwa cadarnya mulai melorot karena kurang erat mengikatkan tali di lingkar kepalanya.

Saat ia hendak menarik dan membetulkan cadar hitam itu di wajahnya, tak sengaja Elena menginjak anak ranting yang bertebaran di pinggiran lahan kosong itu.

Krek!

Kesejukan di pelupuk matanya pun mendadak hilang saat suara teriakan lelaki bertubuh besar terdengar menggema mengejutkan Elena.

"Itu dia si Elena! Ayo kejar!"

Degup jantung Elena tiba-tiba berdegup kencang. Keringat kecil bermunculan. Tanpa basa basi ia menancap langkah kecilnya jadi lari sekencang mungkin.

Tak lupa kedua tangan Elena melingkar di atas perut buncitnya untuk melindungi janin di dalam rahimnya. Kini, hijab hitam bergejibun tidak teratur dengan ayunan kakinya.

Awalnya, ia sangat nyaman dengan kostum yang ia kenakan. Tapi di posisi panas seperti itu, Ia mengangkat roknya tinggi-tinggi hingga di atas lutut dan terbirit-birit ketakutan.

Setelah beberapa menit berlari, Elena memutar otak agar segera mendapatkan jalan keluar dari para lelaki ber-body gajah itu.

Untung saja selintas ia melihat pohon berukuran besar dengan akar merambat yang sudah sangat tua. Saat itu, dalam benaknya hanya ada kata 'sembunyi!'

Mungkin itu pertanda dengan bersembunyi, maka lorong keselamatan jelas arahnya. Tapi saat tubuh Elena menunduk dan setara dengan besar anak akar pohon itu, justru salah satu bodyguard datang dan lari menyamping di pinggiran rambatan batang kayu.

Sedetik ia bergidig setelah cairan pesing itu keluar seperti air mancur mengguyur akar lainnya. Elena menutup hidungnya pekat menahan aroma tak sedap yang menyengat sekali.

Setelah mendapat kenikmatannya, akhirnya bodyguard itu merasakan plong dan ringan di badan lalu menarik resletingnya untuk meneruskan misi mencari Elena yang jadi bulan-bulanannya.

"Buruan!" sergah temannya yang sudah terlebih dahulu lari meninggalkan bodyguard yang lalai.

Masih terengah nafas Elena di kejar para lelaki bertubuh besar itu, sekarang sudah di tambah beratnya beban menanggung bebauan dari air kencing lelaki sialan suruhan mami.

Kedua telapak tangannya menungkup hidung agar bisa lebih kuat menahan rasa mual akibat bebauan itu. Ketika bodyguarg lalai itu hendak melanjutkan perjalanan, Elena sudah benar-benar tidak bisa menahannya lagi.

Saat kedua telapak tangan di buka, dan satu tetes debu masuk ke rongga hidungnya.

'Hatciw!'

Bersinnya Elena menyadarkan lelaki berotot kekar itu, bahwa orang yang ia incar sedari tadi ada di balik pohon yang ia kencingi.

"Mau lari kemana kamu hah? Hahaha akhirnya ketangkap juga kamu ya!"

Sayap tangan bodyguard itu melebar seperti majikan yang akan menyergap seekor ayam. Elena benar-benar ketakutan. Berjalan mudur perlahan dan pertahanannya untuk kembali berlari pun sudah tak sanggup lagi.

Suara hentakan kaki bodyguard lain datang lagi memperkomplit ketakutan Elena. Ia sudah tidak memperdulikan perutnya, hanya bisa mempersiapkan kuda-kuda dan kepalan kedua tinjunya untuk menyerang.

Untung saja, selang dirinya beristirahat sebelum kerja malam, Elena selalu mengolah tubuh kecilnya secara mandiri di halaman dapur tempat kos-nya. Seenggaknya sedikit demi sedikit dia menguasai tekhnik bela diri.

Satu tendangan melayang ke bagian inti bodyguard itu. Membuat dia meringis kesakitan dalam satu gerakan saja. Tapi pertahanan bodyguard kedua lebih lincah dari apa yang di perkirakan oleh Elena.

"Siiiattt! Plak!"

Satu pukulan mendarat di perut kencang seperti batu itu. Lawan hanya bisa tertawa seperti sedang tergelitik.

"Menyerah saja! Kasihan bayi di dalam kandunganmu!" rayu lawan dengan senyum yang sangat nakal.

Sudah terbiasa Elena mendapatkan senyuman nakal seperti itu. Dia bahkan tidak mau menyerah dan tidak takut oleh bujuk rayu para suruhan Mami. Karena ia tahu semarah apapun mami, jika dia harus kembali maka dia akan kembali dalam keadaan baik-baik saja.

Bagi Mami, dia adalah tambang emas selama kehamilannya masih berkembang dan semakin membuncit.

Hawar-hawar lelaki nakal bilang, wanita hamil lebih menantang di bandingkan wanita-wanita ranum lainnya.

Tak ingin menyerah, ia mengerahkan semua kekuatannya, dan meberikan satu serangan pamungkas untuk menginjak ujung jari kaki bersepatu pentople hitam itu hingga tertusuk runcingnya high hels yang di kenakan oleh Elena.

Prak!

"Awwwww!" Teriak lantang lelaki bertubuh baja itu.

"Dasar wanita sialan, Sini kamu! Mati lo di tangan gue!" Serogoh lelaki satunya lagi, membela temannya yang meraung kesakitan.

Lahi-lagi Elena berhasi lari, dan melepaskan diri dari jebakan anak buah Mami. Ia menggiring langkah kakinya ke tempat keramaian.

Tapi hari sudah sangat malam sekali. Bagaimanapun juga, tidak ada ke ramaian di area pedesaan di atas jam 9.00 malam.

Sampai di bibir jalan raya, Elena celingukan menunggu barangkali ada satu saja kendaraan yang melintas ke depan matanya untuk segera lenyap dari tempat itu.

Harapannya mulai bangkit saat melihat satu mobil alphard black dengan body yang sangat mengkilat.

'Pucuk di cinta, ulam pun tiba,' gemuruh hati Elena lumayan bahagia.

Elena melambai-lambai tangannya, berdiri tegak di tengah jalan dengan kaki mengangkang karena kelelahan.

"Huft, tolong! Tolong aku!" Suaranya melemah.

Dengan laju santai, mobil itu benar saja berhenti di depan mata Elena. Keringatnya sudah sangat bercucuran. Ia menarik nafas panjang sebelum melanjutkan bicara memohon tumpangan pada sopir bermobil mewah itu.

Satu helaan nafas terhenti keluar dari bibir bertutup cadar itu, dan kaca mobil turun secara otomatis sangat memberi harapan pada Elena.

Belum juga Elena memohon bantuan, matanya terbuka lebar seperti sedang di sambar petir. Wajah tak asing keluar dari kegelapan di dalam mobil tersenyum lebar sambil mengibas-ngibas kipas sayap jang jadi kebiasaannya dimana pun juga.

"Ma-mami?"

Elena terbata-bata tak bisa lagi berucap. Rongga lututnya bergetar hebat. Ia pun perlahan mengelus perut buncitnya

dan berakhir dengan ketidak sadaran.

"Hmmh, Anak Mami sudah mulai nakal?"

Satu petikan jari memberikan sebuah reaksi pada para pelayannya mengerti apa yang harus di lakukan selanjutnya.

Sehelai sapu tangan berisi serbuk ajaib membuat tubuh Elena layu, membuat tubuhnya terkapar lemas jatuh dalam pelukan seorang lelaki bertubuh profesional, mengenakan jas hitam dengan wangi parfum yang khas.

Verrel Daniza brondong Mami yang selalu tunduk dan taat atas semua permintaan Mami. Ia ikut andil dalam bisnis malam itu.

avataravatar
Next chapter