webnovel

Dua Puluh Miliar

"Nampaknya kalian sudah seperti seorang kekasih? Apa kamu tidak malu memiliki pacar wanita malam seperti Elena?" ejek Mami pada Rizki.

Elena langsung berjalan cepat dan bersembunyi di balik punggung Rizki meminta sebuah perlindungan.

"Jangan banyak bicara. Mulai detik ini, aku tidak mau ada adu tawar apapun lagi. Elena harus pergi bersamaku, titik!" ucap Rizki pasti dengan suara yang sangat tegas.

Tubuhnya berdiri tegak sambil terus melindungi Elena dan bayi di dalam perut Elena yang sudah terlihat membesar.

"Tidak akan semudah itu, Tuan." kekeh Mami seperti sedang mengejek Rizki.

"Apalagi yang kamu mau hah?"

"Elena adalah tambang emas kami. Betapa bodohnya saya jika Elena di bawa oleh anda tanpa ada pelicin," ucap Mami sambil menghembuskan sebuah asap rokok ke atas langit-langit udara.

Mereka keluar dari area bandara sejak mereka saling bertemu.

Rizki sama sekali tidak bisa berkutik karena reng-rengan Mami lebih banyak jiwanya di bandingkan dia yang hanya satu orang saja.

Bukan berarti Rizki tidak punya anak buah. Dia bisa mengadakan banyak orang dan aparat keamanan lebih dari ketua rumah bordir itu, tapi Rizki lebih memilih sendiri karena itu di rasa sebagai urusan pribadi.

"Baiklah, berapa yang kamu inginkan?" ucap Rizki tanpa berpikir panjang lagi.

"Dua puluh miliar! Maka kamu akan memiliki dia sepenuhnya," ucap Mami dengan sangat lantang.

"A-apa? Dua puluh miliar?" Elena membelalakan matanya seperti orang yang sedang melihat hantu.

Elena yang benar-benar ketakutan semakin berpegangan erat di balik kemeja Rizki.

Rizki merasakan semua itu, hingga ia faham apa yang sedang di takutkan oleh wanita berperut buncit itu. Elena hanya takut kalau Rizki tidak jadi untuk membelinya dari Mami. Dan nasibnya akan lebih terombang-ambing di luar negri sana.

Elena juga takut jika suatu hari dia malah di jual pada pria yang salah.

"Kenapa? Kamu takut?" tantang Mami meremehkan Rizki.

Rizki melihat tajam ke arah Mami. Rasanya ia ingin menghantam sekali saja pipi wanita gahar itu.

Tapi sekilas ia melihat di sampingnya ada banyak para bodyguard lain yang bertubuh lebih kekar dari padanya.

"Tunggu apa lagi? Tentukan pilihan kamu! Aku gak punya banyak waktu. Kalau kamu tidak memiliki uangnya, kembalikan wanita itu dengan baik-baik," ucap Mami semakin meledek.

Emosi Rizki semakin berapi-api. Keningnya mengernyit dengan mata melihat tajam ke arah Mami.

Tak ada pilihan lain untuk Rizki saat itu.

Ia pun mengeluarkan selembar cek yang sudah di tulisi oleh coretan angka sebesar nominal yang di pinta.

Lalu Rizki menyimpan kertas itu di atas lantai karena ia tak mau berdekatan dengan Mami yang sudah berjejer di perlintasan jalan yang akan ia lalui.

"Verrel! bawa itu!" titah Mami dengan tegas pada kekasih simpanannya yang selama ini di anggap paling patuh.

Verrel pun langsung berjalan mengarak dimana cek itu berada. Lalu ia menunduk membawa kertas berharga itu di atas dasar tanah. Di lihatnya dengan seksama keabsahan dari cek itu.

Seketika Verrel mengangguk sambil mengacungkan jari jempolnya sebagai tanda semua sudah okai...

Senyum lebar pun langsung terlihat kokoh dari wajah Mami. Ia terlihat tidak lagi memperdulikan Elena.

Di saat detik-detik semuanya berlangsung Elena adalah wanita yang paling tegang dengan suasana hari itu.

'Ya tuhan. Luluhkanlah hati Mami agar aku segera lepas dari genggamannya.' batin Elena terus menggerutu mengucap nama tuhan.

Barulah detik itu ia terus menyebut-nyebut nama tuhannya dengan sangat legit dan nikmat.

Seolah telah di luluhkan, Mami segera mengonfirmasikan pada semua anak buahnya untuk memberikan jalan pada Rizki dan Elena.

"Selesai bukan?" ucap Rizki sedikit memastikan.

"Baiklah. Silahkan melanjutkan perjalanan kalian!" ucap Mami dengan santai membuka pertahanan anak buahnya yang selama tadi memagari jalanan.

"Ingat, mulai detik ini. Jangan ganggu Elena dan saya lagi!" decak Rizki dengan tegas.

Elena yang dari tadi mengekor langsung di tarik oleh Rizki.

Ia menggenggam erat tangan wanita itu seperti tak ingin lepas.

Selintas Elena melihat bagaimana tangannya di genggam erat oleh seorang pria. Air mata elena yang sedari tadi hanya menyembul akhirnya lolos terjun bebas di pipinya begitu saja.

Elena benar-benar merasa terharu dengan Rizki yang sudah menyelamatkannya saat ia berada di ujung jurang terdalam.

Lalu Elena berjanji pada dirinya ingin menjadi wanita yang baik lebih baik dari pada biasanya. Ia benar-benar ingin keluar dari semua kebiasaan buruknya.

Sambil menggenggam perutnya, Elena terus menatap punggung Rizki yang berbidang seperti pahlawan yang membuat batin Elena benar-benar tenang berada di sampingnya.

Rizki yang terus diam dengan wajah datarnya langsung menyalakan mesin mobilnya.

Elena duduk di samping jok pengemudi.

Sebelum Rizki menancap pedal gas, ia terlihat termangu di hadapan layar ponselnya dengan bibir merapat.

Jari besar Rizki terus menari cepat di atas layar ponsel itu.

Hati Rizki saat itu benar-benar terasa sesak ketika ia sedang bersama dengan Elena, Mahira datang mengirimi sebuah pesan singkat padanya.

"Hati-hati di jalan ya sayang. Nanti, kalau kamu sampai di luar negri, cepat-cepat hubungi aku. Kerjanya jangan lama-lama aku pasti akan sangat merindukan kamu!" pesan singkat yang di kirim oleh Mahira itu benar-benar menyayat hati Rizki saat itu.

Mata Rizki mengerjap kencang lalu ia terlihat menarik nafasnya kasar dan menyimpan ponselnya di atas dasboard mobil itu.

Brummmm!

Mobil yang mereka tumpangi akhirnya melesat pergi meninggalkan semua yang ada saat itu.

Suasana di dalam mobil jadi canggung karena sepanjang perjalanan keduanya hanya terdiam bagai batu saja.

"Ekhem," deham Elena mencairkan suasana ketegangannya.

"Tuan, kenapa kamu melakukan itu?" tanya Elena melirik ke arah pengemudi di samping kanannya.

"Apa?"

"Dua puluh miliar bukan uang yang kecil. Kenapa kamu memberikan cek itu dengan gampang? Apa kamu tidak menyesal? Begaimana dengan Istri anda?"

Rizki tetap fokus pada jalanan dan sama sekali tidak menjawab pertanyaan Elena.

"Maaf kalau aku salah bicara!" ucap Elena melenguk dengan wajah murung ketika Rizki sama sekali tidak menjawab pertanyaannya.

Sekilas Rizki menoleh ke arah perut Elena.

Lalu ia pun melirik wajah Elena yang di tekuk dengan ekor matanya.

"Jangan banyak tanya lagi. Semua itu urusan aku! Sekarang ini kamu hanya harus jaga janin dalam kandungan kamu!" ucap Rizki dengan dingin.

"Baiklah. Tapi tuan, kita akan pergi kemana saat ini?" tanya Elena melihat jalanan yang sangat asing baginya.

"Hari ini kita akan beristirahat di sebuah penginapan terpencil. Besok barulah kita atur keberangkatan kita ke luar negri. Rasanya aku ingin beristirahat di sana." ucap Rizki pasti.

"Baiklah kalau begitu, aku pasrah ikut kemanapun anda pergi tuan," ucap Elena merasa dirinya sudah menjadi milik Rizki seutuhnya setelah ia melihat cek itu di bayarkan pada Mami beberapa jam yang lalu.