webnovel

Masa Mudaku Kisah Cintaku

Aku jatuh cinta. Cinta terlarang dengan teman sekelas. Seseorang dengan semua perbedaan yang banyak dan sulit. Bisakah aku mempertahankan cinta ini? Tidak banyak angsa pelangi di kelas buaya karena ada satu dua rubah betina dari planet lain yang suka merundung junior mereka. Bukankah itu hal biasa dalam sekolah? Atau masalah utamanya ada pada Anggi sendiri? Bagaimana rasanya setiap tahun berpindah sekolah? Itu adalah yang selalu dirasakan Anggi, ngenes kata orang. Lalu, ketika kamu sudah merasa telah menemukan kehidupan baru dan memiliki beberapa teman yang mengerti dan nyaman akan hal itu. Tiba-tiba kamu harus pindah sekolah lagi? - cover is mine

Ningsih_Nh · Urban
Not enough ratings
314 Chs

MKC 35 Aksi Tawar Menawar

Gu Gu Pa Ba

Tidak ada mie instan karena ibu melarang keras nenek untuk memberi makan Anggoro makanan tidak sehat tersebut. Hanya ada nas di magicom. Apa boleh buat? Nasi goreng ala kadarnya nan penuh perjuangan dalam membuatnya pun jadilah sebagai pengganjal perut.

"Teteh...Roro minta ya." teriak Anggoro dari ruang depan.

"Masak sendiri..." teriak gue membalas. Geram. Kenapa tidak bilang dari tadi? Isi piring tinggal separuh yang terpaksa gue relakan untuk bocah ababil itu.

Detik berikutnya Anggoro berlari kearah gue duduk, tanpa basa basi langsung melahap sisa isi piring didepan gue dalam tiga menit.

"Lo...lapar apa doyan?" geran gue dengan kelakuan bocah yang tidak ada satu bagianpun yang mirip gue.

"Lapar Teh. Roro belum bisa ikut puasa." jelas Anggoro tanpa gue minta. Iyalah, mana ada bocah ingusan model adik gue mau suka rela puasa sunah. Yang wajib saja musti diiming-iming imbalan uang tiga ratus ribu.

"Cuci piringnya Ro!" teriak gue saat tahu bocah itu kabur setelah kenyang.

"Makasih Teh. Teteh baik deh." balas Anggoro dari luar rumah. Kabur entah kemana.

--

*

Seperti biasa, seperti yang sudah-sudah selama lebih dari seribu purnama, setiap pulang kampung dan tidak ada makanan ayah dan ibu akan pergi berburu isi perut lalu kembali dengan membawa beberapa keresek berisi aneka makanan. Berhubung gue sudah kenyang karena makan hati jadi tidak terlalu tertarik. Hanya sedikit melirik, ada martabak kesukaan kakek, brownies Amanda kesukaan nenek, bolen pisang cokelat favorit Anggoro, dua bungkus nasi goreng seafood dan aneka cireng isi siap goreng.

"Buat Anggi?" gue melongo, shock melihat tidak ada satu pun makanan kesukaan gue dibeli.

"Tadi ayah tanya katanya tidak usah." dengan nada biasa saja ayah menjawab seolah apa yang tadi gue katakan serius.

"Yah...bukan juga maksud Anggi begitu. Maksudnya nggak usah repot-repot, seperti biasa saja." omel gue kesal.

"Ini kan?" tawar ibu mengeluarkan sekotak spagetti siap olah beserta saos siap saji merk yang sama

"Ya deh. Anggi kalah." desah gue percuma. Bagaimana pun gue bukan diposisi bisa menawar lebih dari ini. Masih untung dibelikan bahan mentah, lebih baik dari pada tidak sama sekali pepatah mengatakan.

Pulang kampung artinya harus banyak bersabar, tetapi...bagaimana pun keadaannya pulang adalah hal terindah yang bisa gue rasakan sebagai seorang cucu pertama. Sampai....

"Teteh...HP nya bagus. Buat Roro ajah ya." senyum penuh hawa napsu menghiasi wajah Anggoro, membuat sesi rebahan nan damai dikamar setelah ayah ibu pamit pulang karena besok harus kembali bekerja terganggu sudah.

Dia, Anggoro Saputra, adik yang harusnya bisa gue sayangi sepenuh jiwa raga selalu saja membuat masalah tepat ketika orang tua kami tidak ada. Sisi lain Anggoro yang sebenarnya akan keluar. Dan seharusnya gue menyadari itu serta bersiap akan segala kemungkinan.

"Lo...mau iPhone gue? Mimpi dari mana?" sungut gue, rasanya ingin sekali menyemash mulut dia.

"Teteh kan belinya murah. Kan besok bisa beli lagi..." bela Anggoro. Soal dari mana dia mendapat informasi perihal asal usul HP yang gue beli dari Jono, tidak diragukan lagi inilah puncak maksud dari apa yang berkilat-kilat dimatanya sejak kemarin gue baru menginjakkan kaki disini.

"Lo kan punya HP sendiri." tolak gue mentah-mentah.

"Samsung begini mana bisa buat main game Teteh..." suara Anggoro ikut meninggi sedang tangan kanannya mengacungkan benda pipih ukuran imut warna putih ini kedepan muka gue.

Paham. Andoid yang hanya mempunyai RAM 512 MB tersebut pastilah akan cepat rusak jika dipaksa memuat game kekinian. Yang paling parah adalah rusak seketika. Pertanyaannya adalah untuk apa bocah ingusan yang baru delapan tahun tega bermain iPhone? Cuman buat main game pulak? Mau dibawa kemana dunia per-pendidikan jika anak kelas dua SD saja berbekal gadget mahal?

Namun, menolak permintaan Anggoro bisa berarti cari mati sendirian. Gue belum mau mati muda. Gue belum merasakan bangku kuliah seperti apa, entah rasa cappuccino atau nano nano. Jadi, lampu bohlam tidak kasat mata langsung muncul diatas kepala gue begitu saja. Tanda akal panjang gue masih ada dan berfungsi dalam rangka menghadapi spesies yang dalan kartu keluarga tertulis sebagai adik kandung gue.

"Lo...punya uang berapa? Kalo mau tuker tambah." tawat gue. Berhasil membuat Anggoro menelengkan kepala tanda tidak paham.

"Maksudnya?" tanya Anggoro akhirnya.

"Maksud teteh itu..." jeda gue sengaja membuat dia penasaran. "HP punya lo buat gue. Terus lo ada duit berapa buat beli HP mahal ini." kata gue dengan menekankan kata mahal supaya Anggoro tahu kalau sesuatu yang dia inginkan tidak main-main harganya jika gue mau sebut nominal. Tapi gue kasihan, tidak seharusnya anak SD mengetahui barang mahal diusianya yang masih sangat belia.

"Roro punya tabungan 500 ribu."

"Ya udah, sini buat bayar HP." kata gue menyodorkan tangan, meminta.

"Tiga ratus aja ya." tawar Anggoro.

"Lima ratus." kekeuh gue.

"350 ya."

"500. Titik."

"Teh... jangan gitu. Roro nanti nggak punya simpanan buat jajan." rengek dia kemudian.

"450 deh." gue melunak.

"400 ya."

"Oke deal." tatap Anggoro penuh belas kasih saat gue mengatakannya. Yes. Gue untung 100 ribu. Maafkan tetehmu yang licik ini ya Anggoro.

"Mana?" pinta Anggoro setelah memberi empat lembar uang kertas warn merah muda di pangkuan gue, serta HP miliknya berikan.

"Bentar dulu. Ini mau hapus aplikasi yang teteh pakai. Sabar ya..." kata gue masih sibuk dilayar HP.

Anggi : guys... gue pamit. HP gue dipegang Anggoro adik gue mulai sekarang.

Gue akhirnya mengetik kata perpisahan di grup, tidak ada balasan dari penghuni lain yang berarti satu hal semua sibuk.

Dengan berat hati gue menukar iPhone X yang belum lama gue pakai kepada Anggoro yang girangnya bukan main. Anak itu langsung menghilang kedalam kamar dan menjadi sibuk sendiri. Sementara gue kembali rebahan setelah memasang sim card kedalam HP baru rasa HP jadul. Seperti kembali semula.

Tidak terasa lima hari liburan gue berakhir. Hari ini saatnya gue pulang ke Prembun. Sendirian. Hanya dengan naik angkot menuju stasiun karena paman sudah kembali bekerja di Garut dua hari lalu.

Tidak ada pamit perpisahan mengharu biru dari nenek kakek seperti dulu. Digantikan wejangan A sampai Z penuh penekanan, yang artinya gue sudah remaja harus bisa mandiri dan bijak dan seterusnya. Gue sudah khatam diluar kepala sesampainya di pintu masuk stasiun.

Namun...ada penampakan aneh yang membuat gue tidak bisa bergerak bahkan untuk sembunyi sekalipun.

Ditambah lagi HP bergetar. Ada panggilan masuk dari orang yang selama ini tidak ada kabar dan entah dimana rimbanya.

"Nggi..lo belum naik KRL kan?" suara dari seberang telepon jelas itu Jono, salah satu personel trio kambing bule.

-TBC-

cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705

Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?

Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.

Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/